Daniel berbicara dan membahas tentang pengasuhan anak dengan begitu entengnya seolah itu bukanlah hal yang penting, membuat hati Fatiya semakin bimbang, antara terus atau putus.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah Fatiya yang memakan waktu sekitar tiga puluh menit, kedua insan itu saling terdiam.
Fatiya yang terus memikirkan kata-kata sang ibu, Pak Rozak dan juga jawaban Daniel atas pertanyaannya yang semakin membuat hatinya gamang untuk menentukan sebuah pilihan.
Sementara Daniel yang ingin menanyakan tentang video kiriman teman kerja Fatiya pun dibuat bingung sendiri, darimana harus memulai berbicara.
Hingga tanpa terasa, mobil yang dikendarai Daniel telah memasuki kawasan tempat tinggal sang kekasih. Dan keduanya masih sama-sama memendam sebuah masalah, yang belum ada titik terangnya.
Mobil yang dikendarai Daniel kemudian berbelok di sebuah gang yang padat penduduk, gang cukup sempit di mana Fatiya dan ibunya tinggal.
Tepat di depan sebuah rumah sederhana yang bercat hijau muda segar dengan halaman yang cukup untuk memarkir sebuah mobil, Daniel menghentikan laju mobilnya.
"Bang, yuk turun dulu!" ajak Fatiya.
Daniel mengangguk dan kemudian segera turun dari mobil, Daniel berjalan mengekor langkah Fatiya masuk ke dalam rumah.
"Duduk dulu, Bang," suruh Fatiya, yang kemudian berlalu masuk ke ruang dalam untuk memanggil sang ibu.
"Assalamu'alaikum, Bu," ucap salam Fatiya yang menghampiri sang ibu di dapur. Seperti biasa, ibunya Fatiya itu tengah membuat kue pesanan para tetangga.
"Wa'alaikumsalam, Fa," balas sang ibu.
Fatiya kemudian menyalami ibunya dan mencium punggung tangan wanita itu dengan takdzim. "Bu, di luar ada Daniel," ucap Fatiya kemudian.
"Ya sudah, kamu temani dulu sana. Ibu selesaikan ini dulu, tinggal mengukus," titah sang ibu.
Fatiya mengangguk. "Baik, Bu," balas Fatiya sambil menyeduh teh hangat untuk Daniel. Gadis bermata bulat itu kemudian keluar menuju ruang tamu, Fatiya membawa segelas teh hangat beserta sepiring bolu kukus yang sudah matang.
"Silahkan diminum teh hangatnya, Bang." Fatiya menyimpan segelas teh hangat dan bolu kukus yang juga masih hangat tersebut, tepat di depan Daniel.
"Wah, Dik. Kalau setiap datang kamu selalu suguhi aku dengan makanan yang manis, bisa gendut nanti perutku, Dik. Percuma dong, aku setiap seminggu dua kali ikut fitness," ucap Daniel yang mencoba bercanda.
Daniel yang ternyata menyadari sikap Fatiya yang jadi pendiam di dalam mobil tadi, mencoba mencairkan suasana.
Fatiya memang pendiam, tetapi jika dengan orang yang sudah dikenalnya dengan baik apalagi sedekat Daniel, Fatiya bisa berbicara banyak hal dan panjang lebar bahkan tanpa bisa di sela.
Gadis berhijab itu akan berubah menjadi gadis yang cerewet tetapi menyenangkan, ada saja yang akan dibahasnya hingga tak jarang membuat Daniel tertawa sampai perutnya sakit.
"Dik, apa kamu masih meragukan kesungguhanku?" tanya Daniel setelah menyeruput teh hangat manis buatan Fatiya.
Fatiya tidak menjawab, gadis itu hanya tersenyum tipis.
"Hampir empat tahun kita bisa melewati semua ini, Dik. Tinggal selangkah lagi, kita akan bisa bersama-sama. Apa yang membuatmu tiba-tiba ragu?" tanya Daniel kembali.
"Apakah pengusaha kaya raya, yang tadi membeli mobil di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 Pak Angga?" lanjut Daniel yang akhirnya membuka obrolan yang sedari tadi dia pikirkan.
"Pengusaha kaya raya? Kok Bang Daniel tahu kalau hari ini Fafa dapat pembeli? Padahal 'kan, Fafa belum cerita apa-apa?" tanya Fatiya seraya mengerutkan dahi, gadis itu bertanya-tanya dalam hati darimana sang kekasih mengetahui hal tersebut.
"Lantas, maksud Bang Daniel dengan pertanyaan Abang barusan, apa?" tanya Fatiya yang tidak terima Daniel secara tak langsung menuduhnya berbuat macam-macam.
Daniel kemudian mengeluarkan ponsel dan menunjukkan video yang diterimanya tadi. "Bisa jelaskan padaku, apa arti semua ini, Dik?" tanya Daniel dengan tatapan tajam.
Fatiya menghela napas panjang. "Jadi Santi yang mengirimkan video ini pada Abang?" tanya Fatiya tak mengerti.
"Bukan seperti ini kejadian yang sebenarnya, Bang. Fafa hanya melayani pelanggan biasa dan tadi sama sekali tidak ada adegan seperti itu," terang Fatiya meluruskan.
"Tapi ini ada buktinya, Dik," kekeuh Daniel yang belum percaya pada Fatiya.
"Abang meragukan Fatiya?" tanya Fatiya yang mulai berkaca-kaca, gadis itu merasakan sakit di hatinya karena sang kekasih lebih percaya pada laporan dari orang lain daripada pada keterangan yang dia berikan.
Daniel mengusap kasar wajahnya. "Aku enggak tahu, Dik. Bukti ini juga seperti nyata," balas Daniel yang tatapannya tertuju pada layar ponsel yang masih memutar video Fatiya dan pemuda tampan di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 tadi.
"Kita bisa kembali ke 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 sekarang dan cek CCTV di sana, Bang. Ayo!" ajak Fatiya yang langsung beranjak, gadis berhijab itu rupanya tak mau menunda-nunda masalah yang bisa semakin memperunyam keadaan.
"Tidak perlu, Dik. Aku percaya padamu," ucap Daniel kala melihat ibunya Fatiya keluar dari arah dalam.
"Assalamu'alaikum, Bu," sapa Daniel yang sudah terbiasa mengucapkan salam karena pergaulannya dengan Fatiya.
Bu Saidah tersenyum dan kemudian menyalami Daniel. "Terimakasih, Nak Daniel. Sudah mengantarkan Fafa pulang," tutur bu Saidah dengan lembut.
"Iya, Bu. Sudah menjadi tanggung jawab Daniel," balas Daniel dengan sopan.
Ya, terlepas dari keyakinan yang berbeda, Daniel adalah pemuda yang baik dan santun. Dia mahasiswa yang cerdas di kampusnya dan merupakan aktifis kampus, itu sebabnya Fatiya menyukai sosok Daniel.
Daniel selepas kuliah setahun yang lalu juga langsung diterima kerja di perusahaan Diandra, selain karena rekomendasi Fatiya yang dekat dengan Didi juga karena kecerdasan Daniel.
Kekasih Fatiya itu ditempatkan pada posisi yang cukup bergengsi, yaitu sebagai asisten manager keuangan di bawah pimpinan Andrew.
"Oh ya, Nak Daniel. Ibu dengar dari Fafa, bulan depan Nak Daniel mau melamar putri ibu, ya?" tanya Bu Saidah memastikan apa yang beliau dengar dari Fatiya.
Daniel mengangguk pasti. "Benar, Bu. Jika Ibu merestui kami."
Bu Saidah mengangguk-angguk. "Apakah keluarga Nak Daniel sudah mengetahui bahwa kita ini berbeda keyakinan?" tanya Bu Saidah hati-hati.
Fatiya menundukkan kepala, putri tunggal Bu Saidah itu tahu kemana arah pembicaraan sang ibu. Fatiya hanya berharap, jika memang Daniel serius dengan dirinya, Daniel akan memberikan jawaban yang bisa diterima oleh ibunya.
"Sudah, Bu. Papa dan Mama sudah tahu sejak lama dan beliau berdua tidak mempermasalahkan hal itu," balas Daniel dengan lancar.
"Tapi, apa Nak Daniel tahu kalau pernikahan beda agama itu dilarang?" kejar Bu Saidah.
Daniel kembali mengangguk. "Iya, Bu. Daniel juga sudah mengetahuinya dan Daniel bersedia untuk mengikuti Dik Fafa," balas Daniel meyakinkan.
Bu Saidah menghela napas panjang, seolah masih ada keraguan di hati wanita yang masih terlihat cantik meski gurat kesedihan tercetak jelas di wajahnya yang lelah.
"Jika Ibu butuh bukti keseriusan Daniel, malam ini juga Daniel akan membawa Papa dan Mama kemari untuk melamar Dik Fafa dan Daniel bersedia mengucap kalimat syahadat di hadapan Ibu dan Dik Fafa," lanjut Daniel dengan sungguh-sungguh, seraya melirik sang kekasih.
Fatiya membulatkan mata mendengar perkataan Daniel. "Secepat ini kah?" tanya Fatiya tak percaya dan Daniel mengangguk membenarkan.
Bu Saidah juga mengangguk, setuju.
🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dewi Zahra
lanjut lagi kak
2023-10-13
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝘬𝘰𝘬 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘬𝘶𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘳𝘦𝘨 𝘺𝘢 𝘍𝘢𝘧𝘢 𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘋𝘢𝘯𝘪𝘦𝘭
2023-03-21
1
Rini
aku suka ma Fafa orang nya Jujur n ngak takut jika dia benar, maka dia akan mengakui kebenaran n jika dia salah maka dia akan mengakui kesalahan nya...
q kira q wes komen neng bab iki lho mbak tibak no durung heheehe
2023-01-16
0