Dering suara ponsel, membangunkan Daniel dari tidurnya yang lelap akibat kelelahan setelah beberapa kali dirinya mengalami pelepasan.
Pemuda itu terkejut saat membuka mata dan mendapati ada seorang wanita yang masih terlelap di sampingnya. "Sa-Santi?" tanya Daniel seraya mengingat-ingat sesuatu.
"Ya ampun, apa yang telah gue lakukan!" rutuk Daniel pada dirinya sendiri.
Daniel segera meraih ponsel yang tergeletak dengan asal di atas nakas yang berada di sampingnya, tanpa melihat siapa yang menelepon. Pemuda itu kemudian menerima panggilan telepon tersebut.
"Halo," sapa Daniel.
"Assalamu'alaikum, Bang," sapa Fatiya di seberang sana.
"Wa-wa'alaikumsalam, Dik," balas Daniel gugup, setelah mengetahui siapa yang menelepon dirinya.
Daniel melirik jam yang berada di atas nakas, waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. 'Ternyata cukup lama gue ketiduran,' gumam Daniel dalam hati.
'Maaf, Fa. Gue udah mengkhianati, lu. Gue enggak bisa kontrol diri, saat Santi merayu gue dan dengan sukarela menyerahkan dirinya,' lanjut Daniel.
Daniel teringat kembali, bagaimana akhirnya dirinya dan Santi bisa berada di dalam kamar hotel.
Santi yang tiba-tiba mencium bibirnya, awalnya tak direspon oleh Daniel. Namun, gadis itu rupanya tak mau menyerah. Santi terus melu*mat dan menye*sap bibir Daniel, dia bahkan memainkan lidahnya dan mengabsen satu persatu deretan gigi pemuda tersebut.
Mengetahui Daniel tak juga memberikan respon dan hanya diam saja, Santi mulai mengarahkan tangan Daniel agar menyentuh dadanya.
Tentu saja tangan Daniel langsung merespon dengan baik, Daniel mulai mere*mas memainkan bulatan kecil di puncak dada Santi. Teman Fatiya di 𝘴𝘩𝘰𝘸 𝘳𝘰𝘰𝘮 itupun mende*sah manja, ketika puncak dadanya dimainkan oleh Daniel.
Tangan Santi pun mulai liar memainkan milik Daniel yang masih tersembunyi di dalam cela*na, hingga tunangan Fatiya itu mulai memejamkan mata merasakan kenikmatan sentuhan yang diberikan oleh Santi.
Santi menghentikan permainan, hingga membuat Daniel membuka mata.
"Niel, kita ngamar, yuk!" ajak Santi dengan tatapan penuh damba.
Daniel yang sudah berada di puncak gai*rah tak menolak, pemuda itu mengangguk pasrah begitu saja. Keduanya segera turun dari mobil dan berjalan dengan tergesa sambil bergandengan tangan dengan mesra, menuju 𝘭𝘪𝘧𝘵.
Setelah pintu kotak besi itu terbuka, keduanya segera masuk dan Santi dengan tidak sabar kembali melu*mat bibir Daniel, yang kali ini direspon baik oleh kekasih Fatiya tersebut.
Santi menarik dirinya kembali begitu 𝘭𝘪𝘧𝘵 berhenti di lantai yang mereka tuju. Mereka segera keluar dari 𝘭𝘪𝘧𝘵 dan berjalan menuju resepsionis untuk 𝘤𝘩𝘦𝘬 𝘪𝘯 sebuah kamar hotel, untuk melampiaskan has*rat yang telah mencapai ubun-ubun.
"Bang Daniel tadi jadi ke dokter, enggak?" tanya Fatiya yang mengurai lamunan Daniel.
"Eh, enggak, Dik. Mungkin besok karena tadi ada rapat sampai malam," balas Daniel berbohong. Pemuda itu menjadi gugup dan salah tingkah sendiri karena tidak jujur pada Fatiya.
"Niel, kamu udah bangun, Sayang?" tanya Santi dengan menguap. Gadis itu segera beringsut dan kemudian memeluk perut Daniel yang duduk dengan bersandar pada 𝘩𝘦𝘢𝘥 𝘣𝘰𝘢𝘳𝘥 ranjang.
Daniel menempelkan jari telunjuk di bibirnya, sebagai isyarat agar Santi tidak bersuara.
"Bang, Abang dimana? Abang sama siapa? Kok, Fafa mendengar suara perempuan?" tanya Fatiya yang mulai curiga karena kekasih Daniel tersebut mendengar suara seorang perempuan.
"Abang di rumah kok, Sayang. Tadi itu suara televisi," balas Daniel yang lagi-lagi berbohong untuk menutupi kebohongannya.
'Maaf, Fa. Gue harus kembali berbohong sama, lu,' batin Daniel yang merasa bersalah pada calon istrinya itu.
"Suara televisi?" tanya Fatiya yang tak percaya begitu saja. "Kok, Fafa kayak kenal suaranya ya, Bang," lanjut Fatiya menyelidik.
"Ah, itu hanya perasaan kamu saja kali, Dik," balas Daniel.
"Sayang, teleponnya udah, dong. Aku pengin dipeluk," rajuk Santi yang sengaja memanas-manasi Fatiya, setelah dia mencuri dengar dan mengetahui bahwa yang teleponan sama Daniel adalah Fatiya.
"Bang, apa itu, Santi?" cecar Fatiya yang merasa yakin mendengar suara teman kerjanya tersebut.
"Tidak, Dik. Aku di rumah dan sedang tidak bersama siapa-siapa," balas Daniel cepat. Pemuda itu sampai membekap mulut Santi agar tidak lagi bersuara. Kenapa kamu enggak percaya sih, Dik?" tanya Daniel yang terdengar tidak suka atas tuduhan Fatiya.
Fatiya terdengar menghela napas panjang. "Entahlah, Bang. Perasaan Fatiya tiba-tiba saja merasa tidak enak," Ucap Fatiya jujur.
"Apa perlu, abang video call kamu, Dik!" tawar Daniel yang berani menantang Fatiya, suara pemuda itu mulai meninggi.
"Tidak perlu, Bang. Biar waktu yang menjawab, apakah Bang Daniel jujur pada Fafa atau tidak," balas Fatiya yang merasa yakin mendengar suara Santi.
"Assalamu'alaikum, Bang. Maaf, jika telepon dari Fafa sudah mengganggu kesenangan Abang," pungkas Fatiya dengan mengucap salam, seraya menyindir Daniel dengan telak. Suara Fatiya terdengar tercekat di tenggorokan, menahan tangis.
Daniel menghela napas panjang, sementara Santi tersenyum 𝘴𝘮𝘪𝘳𝘬.
"Kenapa lu bersuara, sih?" Daniel menatap tajam Santi yang masih ingin bermanja-manja dengan dirinya.
Daniel juga beringsut, sedikit menjauh dari Santi dan tak ingin dekat-dekat dengan gadis itu lagi.
"Niel, lu apa-apaan sih!" protes Santi. "Kita 'kan udah jadian?"
"Jadian apaan, San?" tanya Daniel dengan meninggikan suaranya. Pemuda itu sudah tersulut emosinya semenjak Fatiya mulai mencurigai Daniel dan sekarang, pernyataan Santi semakin membuat emosi Daniel tak terkendali.
"Kita udah tidur bareng, Niel. Lu harus nikahi gue," pinta Santi, yang mulai berkaca-kaca.
"Lu yang mau, San. Lu yang merayu gue terlebih dahulu!" geram Daniel yang merasa dijebak Santi.
"Tapi lu juga menikmatinya tadi, Niel. Lu bahkan sampai kli*maks berkali-kali!" balas Santi yang ikut terbawa emosi.
"Huff ...." Daniel membuang kasar napasnya. Pemuda itu mere*mas rambutnya sekuat tenaga.
Kepalanya mendadak terasa pusing. Kenikmatan sesaat ketika bercinta dengan Santi tadi, tak sebanding dengan rasa pusing yang kini mendera Daniel.
Pusing menghadapi Santi yang menuntut sesuatu yang tak pernah disangka Daniel sebelumnya, pusing menghadapi hari esok ketika dia harus bertemu dengan sang kekasih.
Apalagi ketika mengingat, bahwa undangan pernikahan dirinya dan Fatiya pun telah tersebar, membuat Daniel semakin merasa bersalah pada calon istrinya itu.
Penyesalan Daniel tiada gunanya lagi. Ketidakberdayaan Daniel dalam menghadapi godaan setan yang menjelma dalam diri Santi, kini menyisakan rasa sesal yang teramat dalam.
"Bodoh! Gue benar-benar bodoh! Mau-maunya gue sama lu!" teriak Daniel frustasi.
"Itu karena sebenarnya, lu memang ada rasa sama gue, Niel!" seru Santi dengan penuh percaya diri.
Daniel menggeleng cepat. "Jangan mimpi, Santi!" geram Daniel.
"Minggir, gue harus segera pulang!" hardik Daniel, pemuda itu dengan kasar menyingkirkan tangan Santi yang mencoba menahan Daniel.
🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
zian al abasy
huuhhh gpp putus sm daniel nnti mlah dpet yng lbih .dsar jalang gk tau dri
2023-12-29
1
Ita rahmawati
yah ...per cuma niel² gk ad guna mnyesal 😏😏
2023-04-20
2
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘧𝘪𝘳𝘢𝘴𝘢𝘵 𝘪𝘣𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘨𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘭𝘢𝘩
2023-03-21
1