Adam baru saja menyelesaikan membaca novel Bintang Kejora. Wajahnya mendadak berubah murung. Joko yang menyadari perubahan drastis itu segera mendekati temannya.
"Ada apa? Kenapa wajahmu tiba tiba berubah mendung. Aku takut jika tiba tiba akan turun hujan deras dari matamu." Joko menatap Adam dengan tatapan pura pura prihatin.
"Nggak ada apa apa." Adam menjawab dengan singkat. Ia tak mungkin menceritakan apa penyebab semua itu.
"Tidak mungkin. Wajahmu berubah dengan sangat drastis. Apa keluarga mu baik baik saja?" tanya Joko dengan logat medok yang terdengar menyebalkan di telinga Adam.
"Apa kau berdoa bahwa keluargaku sedang mengalami musibah?" tanya Adam dengan nada ketus.
"Bukan begitu, Dam. Habisnya, kau sungguh pelit karena tak mau berbagi cerita. Mungkin, aku bisa membantu kalau ternyata kamu sedang dihujat netizen," ucap Joko yang diiringi tawa pelan.
"Sudahlah! Bukan apa apa. Aku hanya merasa sedang tidak enak badan." Adam berusaha mencari alasan yang logis.
"Sudahlah! Jangan berbohong! Kau pikir aku anak kecil yang akan langsung percaya apa yang kau katakan tadi? Saat kau baru masuk dan belum memegang ponsel, wajahmu baik-baik saja. Masih ceria. Bahkan tawamu juga masih menggelegar dengan keras. Tapi, setelah kau memegang ponselmu, wajahmu berubah menjadi gelap gulita. Seperti awan dengan mendung yang hendak turun hujan deras."
Adam mendengus kesal. "Kau ini banyak bicara. Sudahlah! Aku mau tidur. Males dengar ceramah tak bermutu daru Ustadz Joko."
Joko hanya terkekeh. Adam meletakkan ponselnya dan mulai berbaring di ranjang. Melihat kesempatan emas, timbul pikiran jelek di hatinya.
Joko tak kehabisan akal. Ia segera mengambil ponsel Adam dengan perlahan dan membukanya dengan hati hati. Adam tak menyadari hal itu dan justru pura-pura tertidur.
Joko membuka ponsel Adam yang tidak dikunci dan mulai mencari apa yang membuat sahabatnya sedih. Kebetulan, ponsel Adam tidak dikunci. Dan Joko juga belum keluar dari aplikasi novel online yang barusan ia baca.
Joko langsung tertawa terbahak-bahak. Tentu saja Ini membuat Adam kaget. Ia segera menoleh ke arah Joko dan melihat bahwa pemuda tengah itu sedang memegang ponselnya.
"Jadi ini yang buat kamu sedih. Rupanya pujaan hatimu sekarang sedang berkenalan dengan pria lain?" Joko berkata dengan nada mengejek.
"Joko, kembalikan ponselku! Kau sudah lancang karena mengambil ponsel tanpa orang izin dari pemiliknya," teriak Adam dengan nada geram.
"Salah siapa kamu membuatku penasaran. Jadi ini yang membuat kamu begitu sedih. Ternyata kamu membaca novel kekasihmu dan menemukan kenyataan bahwa sekarang dia sedang berkenalan dengan orang baru. Pak Ustadz lagi. Sungguh malang nasibmu!" Wajah Joko pura pura memelas.
Namun, Joko kembali tertawa terbahak-bahak. Adam yang sedang tak enak hati semakin merasa kesal.
"Kamu ini sahabat macam apa? Aku sedang bersedih kok kamu malah tertawa. Itu sama saja dengan kamu tertawa diatas penderitaan orang lain."
Adam merebut kembali ponselnya. Tak lupa ia memberi hadiah toyoran di kepala Joko. Sahabatnya itu memang kadang bertingkah di luar batas kewajaran, tapi mau bagaimanapun Adam tahu bahwa sahabatnya itu sebenarnya sangat baik dan perhatian. Hanya saja kadang tingkahnya konyol dan menyebalkan.
"Aku bukannya tertawa di atas penderitaan orang lain, Dam. Hanya saja, aku merasa sangat lucu dengan semua yang tingkah lakumu. Kamu membaca novel yang kamu kira itu adalah milik orang yang kamu cintai dan kamu begitu terpengaruh dengan isi novel itu. Bukankah itu sangat lucu?" tanya Joko dengan wajah yang berubah serius.
"Lucu bagaimana? Ini wajar kan? Aku sudah sangat lama tidak bertemu dengannya. Dan saat aku tahu bahwa dia menemukan pria lain, tentu saja aku sangat khawatir Kalau akhirnya dia akan melupakanku."
Wajah Adam kembali murung. Ia tak bisa membayangkan jika hal itu benar-benar terjadi. Yang menyadari bahwa raja mempunyai juta pesona yang tak kan bisa ditolak oleh pria manapun.
"Bukan begitu, Dam. Kamu kan hanya membaca novel. Dan kamu juga belum bisa memastikan kau penulisnya benar-benar Najwa." Joko masih belum bisa menahan tawanya.
"Aku mengenal Najwa sejak masih SD, Jok. Aku paham bagaimana tulisan Najwa. Cara penyampaian, gaya bahasa, dan diksinya sudah bisa aku pahami dalam sekali baca. Aku sangat tahu kalau itu memang tulisan Najwa. Apalagi ceritanya memang sangat mirip. Apalagi yang perlu aku ragukan?"
Joko terdiam. Kali ini wajahnya terlihat serius. Adam benda-benda tampak sedih. Jokowi jadi tak tega melihatnya.
"Baiklah. Kali ini dengarkan Aku! Kalau aku membaca novel Bintang Kejora ini, aku yakin Najwa-mu itu bukan tipe orang yang mudah mencintai orang lain. Dia adalah tipe gadis yang setia pada satu nama. Jadi, tenanglah! Kau tak perlu khawatir!"
Adam menatap Joko penuh arti. Ia sedang menimbang-nimbang apa yang Joko katakan. Dan memang sejauh ini, badan belum pernah melihat Najwa dekat dengan pria lain. Ya memang udah bergaul tapi ia selalu menolak jika ada lawan jenis yang menyatakan cinta kepadanya.
"Seperti yang memang begitu. Terima kasih ya, Jok. Baru kali ini aku menyadari bahwa kau pintar."
"Sialan kau!"
Joko melempar Adam dengan bantal. Karena merasa lapar, Joko mengajak Adam untuk membeli makanan di luar. Kebetulan sekarang sudah memasuki musim panas. Jadi, Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 malam, tapi matahari masih bersinar terang.
"Beli Butterballen aja yuk!" ajak Joko sambil menarik tangan Adam menuju ke sebuah restoran yang dekat dengan asrama.
"Apa itu?"
"Itu bakso khas Belanda yang dimakan dengan saus mustard. Rasanya enak, Dam. Kamu harus coba."
"Baiklah. Tumben kamu nggak cari makanan Indonesia?"
"Nggak. Sekali kali aku ingin mencicipi jadi orang Belanda juga kan?" Joko kemudian mengajak Adam duduk di meja dekat kaca. Ia ingin menatap jalanan di luar yang masih ramai.
Joko memesan makanan sementara Adam masih sibuk dengan pikirannya tentang Najwa. Tiba tiba, ia merasa ada cairan yang mengguyur tepat di celana bagian paha Adam.
"Aduh! Maaf! Aku tidak sengaja." Sebuah suara lembut membuat Adam mendongak.
Seorang gadis dengan rambut cepak, kemeja panjang dan celana jeans longgar terlihat berdiri di depa Adam dengan wajah penuh perasaan bersalah.
Hati Adam berdesir hebat. Bukan karena wajah cantik gadis itu, tapi tampilannya benar benar mirip dengan Najwa.
"Maaf ya! Aku nggak sengaja!"
Gadis itu mengulang perkataannya karena Adam tak menanggapi permintaan maafnya. Sekali lagi Adam tersihir. Bahkan luka bicara gadis itu sama persis dengan Najwa.
"Iya. Tak apa apa." Adam membersihkan air yang ada pada celana jeans-nya dengan serbet di atas meja.
"Kamu juga orang Indonesia kan? Senang bisa bertemu dengan warga negara yang sama. Nama kamu siapa?" tanya gadis itu tanpa bisa dijeda.
"Namaku Adam."
"Namaku, Alea."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments