Tak terasa ini adalah hari terakhir ujian sekolah. Semua anak di kelas tampak tegang. Beberapa anak terlihat menoleh ke sana kemari. Mencari celah saat guru lengah untuk meminta contekan.
Seperti biasa, Najwa yang terkenal paling pemalas keluar pertama kali dari kelas. Beberapa anak yang masih kurang banyak dalam pengerjaan soal tampak memandangi Najwa dengan iri. Mereka tak mengerti bagaimana anak yang tak pernah mau belajar bisa begitu lancar saat mengerjakan ujian.
Najwa memandang ke sekeliling. Rupanya, ia benar benar menjadi orang yang pertama keluar dari kelas. Najwa menunggu Adam di depan kelas. Berharap temannya itu akan segera menyusul. Sayang, hingga 15 menit kemudian, Adam belum juga kelihatan batang hidungnya.
Akhirnya, Najwa memutuskan duduk di taman sekolah, karena memang hari ini anak kelas 10 dan 11 diliburkan. Najwa menikmati kesendirian. Sesekali ia bermain dengan ponselnya, tapi lama lama ia bosan juga. Mau tak mau melamun jadi kegiatan yang tak sengaja Najwa lakukan. Ia kembali memikirkan tentang perkataan ibunya bahwa ia tak bisa meneruskan sekolah karena kendala biaya.
Menyedihkan memang, tapi Najwa juga tak bisa menolak. Kuliah pasti membutuhkan biaya yang banyak. Sedangkan, dalam keluarganya, hanya untuk biaya sekolah Najwa sampai SMA saja sudah sangat sulit.
"Hai, Najwa. Anak gadis jam segini melamun. Apa ada yang kau pikirkan?" tanya Adam sambil sambil menepuk pundak Najwa dengan agak keras.
"Aish! Mengapa kamu sangat lama, Dam? Aku sampai lumutan menunggumu di sini dari tadi," ucap Najwa sambil menoleh ke belakang.
"Kau tidak merasakan bagaimana rasanya punya otak standar seperti aku. Tidak seperri kamu, Najwa. Belajar tak pernah tapi ulangan dan ujian selalu nomor satu. Aku tidak mengerti terbuat dari apa kepala ini?'" ucap Adam sambil mengacak acak rambut Najwa.
"Kamu ini hobi sekali mengacak acak rambutku. Nanti rambutku jadi berantakan," tukas Najwa sambil merapikan kembali rambutnya yang cepak.
"Tumben kamu peduli masalah rambut. Biasanya juga kamu cuek."
"Aku ini cewek, Dam. Pasti nggak mau kalau punya penampilan yang awut-awutan."
Adam menatap Najwa dengan tatapan aneh. Lalu, tangan kanannya menyentuh kening Najwa dengan gadis berkerut.
"Hai, apa yang kau lakukan?" Najwa melayangkan protes pada Adam sambil sedikit melayangkan tatapan maut.
"Aku kaget mendengar perkataan mu. Biasanya juga kau tak peduli masalah penampilan. Tumben sekarang kamu heboh hanya karena masalah rambut." Adam tertawa saat mengucapkan kalimat itu. Tapi sebenarnya, dalam hati Dalam mengakui bahwa seperti apapun bentuk rambut Najwa, dia tetap selalu terlihat cantik dan menawan.
"Aku ini suka kerapian, Adam."
Adam hanya tersenyum sambil kembali mengacak rambut Najwa. Merasa dipermainkan, Najwa hanya melotot ke arah Adam.
"Aku perhatikan kau terus saja melamun. Ada apa? Apa ada masalah?" Wajah Adam tiba tiba berubah serius.
"Nggak. Aku nggak ngelamun kok. Cuma kok ngerasa nih perut udah teriak teriak minta jatah. Seharian mikir bikin cacing pada lesu."
"Ya sudah, kita ke kantin yuk! Biar aku yang traktir. Mau makan apa?"
"Kok kamu terus yang traktir. Kemarin kamu, kemarin lusa juga kamu. Aku kapan?"
Najwa merasa tak enak hati. Walaupun, sebenarnya di saku baju seragam Najwa memang hanya ada uang untuk naik angkot.
"Nggak apa. Buat yang tercinta apa sih yang nggak?"
"Apa?" Mata Najwa membulat.
"Nggak, kok. Cuma bercanda. Gitu aja kamu sewot. Dah ah! Yuk! Jangan sampai kamu pingsan karena kelaparan, aku takut nggak kuat ngangkat."
"Ih, kamu menghina aku ya. Aku tuh nggak gendut tahu!"
Adam hanya diam dan kembali mengacak acak rambut Najwa. Gadis ayu tapi tomboy itu hanya memanyunkan bibir saat Adam menarik tangannya.
Kantin sudah mulai penuh. Beberapa anak menatap kedatangan Najwa dan Adam.
"Cie cie! Dimana ada Najwa di situ ada Adam," ucap Salis. Murid yang kelasnya sama dengan Najwa.
"Ih, banyak omong kamu!" tukas Najwa sambil menoyor kepala Salis. Gadis itu hanya nyengir kuda.
Akhirnya, Adam dan Najwa memilih kursi yang ada di dekat jendela.
"Kamu mau pesan apa, Najwa?"
"Apa saja. Aku ikut yang mau bayarin."
"Oke!"
Adam memesan soto dan es teh. Tak lama setelah itu pesanan mereka datang. Seperti biasa, Najwa akan makan dengan cepat tanpa rasa malu dan jaim.
"Najwa, jujurlah! Sebenarnya kamu tau melamunkan apa?"
"Aku kan sudah bilang, aku nggak melamun, Dam. Aku hanya sedang merasa sangat tegang. Hari ini adalah hari terakhir ujian. Setelah ini, kita akan berpisah."
"Benar juga ya, Najwa. Setelah ini, aku nggak akan lihat cewek tengil kaya kamu lagi."
Najwa mendelik tapi tak berkomentar. Ia sudah sangat biasa mendengar ucapan sejenis itu dari mulut Adam.
"Eh, Najwa. Weekend ini bagaimana kalau kita liburan. Anggap saja itu liburan perpisahan."
"Liburan?" Najwa mengernyitkan dahi. "Ke mana?"
"Ke mana saja terserah. Kalau kamu kau pengen liburan ke mana? Pantai? Puncak? Atau ke mana? Asal kamu yang pilih, aku pasti setuju." Adam tampak bersemangat saat mengucapkannya.
"Maaf,Dan. Aku nggak bisa. Aku harus membantu orang tuaku," ucap Najwa dengan nada yang dibuat ceria. Padahal, Adam tahu gadis itu sebenarnya memendam kesedihan.
"Sekali-sekali tak apa kan, Najwa?"
"Nggak, Dam. Aku benar benar tidak bisa. Kenapa kau tidak mengajak pacar pacarmu. Oh ya, pacarmu yang sekarang Ana ya?"
Adam menelan ludah. Seandainya saja Najwa tahu, bahwa selama ini ia selalu berganti ganti pacar agar Najwa tak tahu perasaannya.
"Nggak ah! Aku sudah putus sama Ana kemarin sore."
"Hah?" Najwa melongo.
"Kalian kan baru jadian 1 bulan lalu. Kenapa sudah putus?"
"Bosan!" Adam menjawab dengan cuek.
Najwa dengan keras menonjok lengan Adam. Ia tak perduli dengan wajah Adam yang meringis karena mendapat bogem mentah darinya.
"Dasar playboy!"
Adam tersenyum simpul. "Itu karena aku terlalu tampan, Najwa. Makanya banyak yang mau. Aku hanya memberi kesempatan pada gadis yang lain yang mengantri jadi pacarku. Bukankah itu berarti aku adalah cowok yang baik?"
"Baik darimana. Setiap gadis itu punya perasaan, Dam. Dan perasaan itu bukan hal yang boleh dimainkan sembarangan. Kalau kamu seperti itu caranya, itu sama saja kamu mempermainkan perasaan mereka."
"Najwa, hari ini kamu tiba tiba berubah jadi pujangga. Yang pandai merangkai kata kata. Jangan jangan kamu kesambet setan cinta!"
"Ih, ngawur kamu!" Mata Najwa melotot. Adam kesenangan melihat ekspresi wajah Najwa.
"Najwa!" panggil Adam dengan wajah yang tiba tiba berubah serius.
"Ada apa? Kok tiba tiba wajahnya serius gitu."
"Aku pasti akan merindukan masa masa ini. Rindu teman teman, rindu sekolahan dan yang pasti, rindu kamu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Rachma Sweet
lanjut terus k lutfi ak selalu suka karya2 kk😍😍 ini bagus ceritanya
2022-12-15
0