Kerinduan Adam

Adam baru saja pulang kuliah. Saat ini, Belanda sedang mengalami musim salju. Suasana dingin membuat Adam harus mengenakan mantel tebal. Adam masuk ke dalam asrama khusus orang Indonesia. Dalam satu kamar berisi 4 orang, tapi Adam paling akrab dengan Joko, mahasiswa yang berasal dari Jogjakarta.

"Jok, pemanas ruangannya nggak dihidupkan? Betah amat?" ucap Adam sambil meletakkan tasnya di atas nakas.

"Nggak usah, Lah. Ora adem banget kok (Nggak begitu dingin kok)," sangkal Joko sambil asyik dengan ponselnya.

"Dingin, Jok! Kamu mah enak, musim dingin gini nggak ambil jam kuliah. Jadi, nggak harus keluar asrama kalau nggak ada kepentingan mendesak." Adam menoyor kepala temannya sambil tertawa.

"Males kuliah nak pas adem ngene. Mending pas musim panas, biso weruh cewek seksi. (Malas ambil kuliah kalau pas musim dingin gini. Mending pas musim panas, bisa lihat cewek seksi)," ucap Joko sambil balas menoyor kepala Adam.

"Ah, bicara apa kamu? Nggak ngerti aku. Pakai bahasa Indonesia aja, Jok."

Joko hanya tertawa kecil. Ia kembali sibuk dengan ponselnya. Adam yang saat ini butuh teman bicara merasa geram dan tingkah Joko.

"Jok, jangan hanya terus melihatayar ponsel. Aku butuh teman bicara. Apa ponsel lebih mengasyikkan daripada benda hidup dan bernyawa seperti aku?" tanya Adam dengan nada kesal.

Joko tersenyum. Ia menatap sahabatnya itu dengan pandangan geli. Selama ini, Adam terkenal sebagai pria alim yang tak pernah mengenal wanita. Padahal, banyak gadis gadis Indonesia yang ingin mengenal lebih dekat pada Adam, tapi tak pernah ada yang berhasil. Adam selalu menutup diri dari para gadis itu. Seolah, ia adalah pria yang tak menyukai lawan jenis.

Joko meletakkan ponselnya ke ranjang. Ia menarik tangan Adam untuk duduk di sisinya.

"Kau sangat menarik, Dam. Ganteng, pintar, semua gadis selalu merasa bahwa kau adalah pria sempurna. Tapi, kau bahkan tak mau melirik pada mereka. Jangan jangan, kau ini gay ya?" tanya Joko dengan wajah menggoda.

"Pletak!"

"Awww! Sakit!" Joko meringis sambil memegangi puncak kepalanya.

"Kamu ini, kalau bicara ngawur. Aku ini pria sejati. Kalau aku mau, aku bisa memilih salah satu diantara mereka semua. Tapi, hatiku sudah terpaut pada seorang gadis. Namanya Najwa."

Joko termangu. Sejak sebulan ini, Adam memang selalu menatap ponselnya. Tapi, Joko tahu, Adam tidak sedang tidak saling mengirim pesan. Ia seperti sedang menatap foto seseorang.

"Pantas saja. Kau selalu fokus pada ponselmu. Rupanya, gadis bernama Najwa itu yang selalu kau pandangi. Kalau kau memang menyukainya, kenapa kau tak mengajaknya kemari?" Joko tampak serius saat mengatakan ini.

Pandangan mata Adam menerawang. Ia tersenyum pedih saat mengingat hal itu. "Aku sudah melakukan itu, Jok. Tapi, ibunya menyuruh Najwa untuk bekerja guna melunasi hutang hutang keluarga. Pada akhirnya, aku hanya bisa menatap fotonya saja."

"Setidaknya kau masih bisa berhubungan dengannya lewat ponsel, bukan?"

Adam menggeleng lemah. "Tidak, Jok. Dia mengganti nomornya tanpa pernah memberi tahu aku. Hingga akhirnya, sampai saat ini aku hanya bisa menatap fotonya saja."

Joko melihat kesedihan yang dalam di mata Adam. Ia seolah tahu bahwa temannya itu sudah sejak lama memendam rasa pada gadis bernama Najwa.

"Wes to! Nek pancen jodoh Ra bakal ilang. (Sudahlah! Jika memang berjodoh, pasti tak bakal hilang)," ucap Joko sambil menepuk nepuk punggung Adam.

"Ya, aku juga berpikir begitu. Tapi, kau tak tahu apa yang jadi masalahnya. Selama ini, kami bersahabat baik. Jadi, aku tak bisa mengungkapkan perasaanku."

"Aduh, kalau begitu. Bagaimana kau tahu perasaannya, Dam? Dia bisa saja lebih dulu ditembak oleh orang lain." Joko ikut merasa jengkel saat mendengar ucapan Adam.

"Tidak semudah itu, Jok. Aku dan dia adala sahabat baikku. Aku takut, jika aku mengatakan perasaanku padanya, maka ia akan menjauh dariku. Aku tak mau kehilangan dia, Jok. Tak akan pernah." Adam menyugar rambutnya dengan frustasi.

"Lalu, kau akan membiarkan saja dia tak tahu perasaanmu sampai akhirnya dia dimiliki orang lain?"

Joko merasa sangat geram. Dia merasa bahwa Adam terlalu naif. Baru kali ini ia mendengar ada kisah cinta dalam dia seperti yang Adam alami. Ia kira, itu semua hanya ada dalam cerita saja.

"Aku tak tahu. Rasa takut kehilangan membuat aku merasa memendam cinta ini lebih baik."

"Bodoh! Jangan seperti itu, Dam! Kau harus bisa menyatakan perasaan mu pada Najwa. Entah bagaimana nanti tanggapannya, itu tak masalah. Yang pasti, dia sudah tahu perasaan mu."

Adam diam. Ia merasa bahwa ucapan Joko memang benar, karena itu ia berjanji jika ke Indonesia saat liburan nanti, ia akan mengungkapkan perasaannya. Ia tak akan pedulia apapun tanggapan Najwa nantinya. Satu hal yang Adam inginkan adalah bahwa ia hanya ingin Najwa tahu perasaannya.

"Kamu benar, Jok. Aku akan mengatakan itu jika aku pulang ke Indonesia. Terima kasih. Aku tak menyangka kau bisa mengatakan hal hal seindah ini tentang cinta. Aku kira, kau hanya peduli pada cewek bule berbaju seksi." Adam terkekeh. Terlebih saat melihat reaksi Joko yang mendelik padanya.

"Aku tahu semua ini karena banyak membaca novel online. Banyak hal yang bisa aku pelajari di sana. Cobalah, Dam! Siapa tau kau bisa punya ilham dari salah satu cerita yang ada di sana."

"Novel online?" Adam mengerutkan dahi. Selama ini, ia bukan tipe orang yang peduli pada hal seperti itu.

"Iya. Aku membaca novel di sebuah platform novel internasional. Jadi, kita bisa menemukan novel karangan orang Indonesia juga. Coba saja, Dam!"

Adam tertawa sambil menggeleng pelan. "Apa aku tak salah dengar? Bukankah rerata yang pembaca novel itu hanya para gadis gadis?"

"Ketinggalan zaman kamu, Dam. Pengarang novel sekarang buka cuma gadis. Pengarang pria juga ada. Kau bisa mencarinya di novel itu. Tinggal tentukan selera. Sudahlah! Aku mau tidur. Udaranya mulai terasa dingin. Aku akan menghidupkan penghangat ruangan dan menambah volume panasnya."

Adam tak lagi menanggapi ucapan Joko. Ia memilih mandi dengan air hangat dan membersihkan diri. Saat ia kembali ke kamar, Joko sudah terlelap dala mimpi.

Ternyata, Adam penasaran juga dengan apa yang Joko katakan tentang novel online. Ia mulai mencari aplikasi novel online yang Joko katakan. Setelah mendownload dan mendaftar sebagai raeder, Adam mulai melihat lihat apa ada novel yang membuatnya tertarik.

Tiba tiba, Adam menemukan sebuah novel berjudul "Lembar Kehidupan Sang Anak Tiri" dengan nama pena Bintang Kejora.

Adam mulai membacanya dan merasa sangat tertarik karena ternyata, cerita dalam novel itu sangat mirip dengan kisah Najwa. Membaca Novel itu seolah bisa mengobati rindunya lada Najwa.

Sejak saat itu, Adam menjadi pembaca setia novel milik Bintang Kejora dan ratusan kali membagikan cerita itu ke dunia Maya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!