Hari ini, Najwa sedang harap harap cemas. Pasalnya, novel yang Najwa rilis sudah genap satu bulan. Itu berarti akan ia akan segera tahu bisa menerima gaji berapa dari tulisan yang ia buat.
Najwa berharap bahwa dengan cara itu ia bisa menghasilkan uang untuk biaya kuliah. Jika hanya mengharapkan dari butik, jelas tak mungkin Najwa bisa mendaftar kuliah. Karena mamanya sudah berpesan bahwa ia hanya boleh menggunakan uang itu secukup saja.
Najwa masih menunggu. Sementara itu, ia mengecek kembali kolom komentar untuk melihat apa ada komentar yang baru atau tidak. Tentu saja, nama Adam-lah yang Najwa cari.
Mata Najwa berbinar saat menemukan nama Adam yang berkomentar dengan aneh. Najwa sempat kaget rupanya Adam semakin lama semakin menyadari bahwa apa yang ia tulis itu adalah kisah nyata. Adam juga menyimpulkan bahwa bintang kejora dan Najwa adalah orang yang sama.
Najwa sebenarnya juga ingin berkomunikasi dengan Adam sebagai Najwa, bukan Bintang Kejora. Tapi, Najwa tahu ini belum saat yang tepat untuk itu.
"Najwa, kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri. Seperti itu orang yang baru gajian," sapa Rasya yang baru saja pergi pulang makan malam dengan kekasihnya.
"Nggak kok. Kamu deh kayaknya yang lagi seneng karena baru saja makan di luar bareng sama sang pujaan hati."
"Ah, nggak juga. Pacarku nyebelin."
"Nyebelin kenapa?" Najwa mengernyitkan dahi. Ia jarang sekali membicarakan masalah kekasih Rasya.
"Masa tadi aku mau beli kembang gula dia malah bilang aku kaya anak kecil."
Bibir Rasya sepertinya ia benar-benar sebel karena dikatakan seperti anak kecil oleh kekasihnya. Mendengar ini Najwa yang tadinya ingin ikut prihatin justru menjadi tertawa. Ditambah ekspresi wajah Najwa yang seperti kertas diremas semakin membuat Najwa geli.
"Mengapa kamu harus marah? Kasihmu itu memang benar. Masa iya kamu sudah umur segitu ingin kembang gula," ucap Najwa sambil menyentil hidung sahabatnya.
"Ih, kamu ini. Bukannya bela aku malah bela temanku. Tapi sudahlah! Itu bukan hal yang penting. Sekarang, katakan kepadaku mengapa kau dari tadi senyum-senyum sendiri."
"Nggak papa kok. Aku cuma lagi keingat hal-hal yang lucu."
Rasya kemudian mencebik. Ia langsung punya ide untuk mengambil laptopnya. Kemudian ia mulai memeriksa novel yang Najwa tulis. Tak butuh waktu lama, Rasya sudah menemukan apa yang membuat Najwa terus-menerus tersenyum.
"Oh, jadi ini yang bikin kamu senyum-senyum sendiri. Ternyata orang yang kamu cintai sudah menyadari bahwa penulis novel ini tak lain tak bukan adalah orang yang selama ini dia cari," ucap Rasya sambil menculik dagu Najwa.
"Siapa yang bilang kalau Adam mencari-cari aku?"
Najwa pura-pura bertanya. Padahal, ia yakin bawa Adam pasti akan mencarinya. Walau hanya sebatas sahabat. Hanya saja Najwa merasa ragu karena selama ini Adam selalu bergonta-ganti pacar. Ia jadi berpikir bahwa Adam tak mungkin menganggapnya lebih dari seorang sahabat. Walaupun, kadang ia merasa bahwa ada memperlakukannya dengan begitu istimewa.
"Semua orang juga pasti akan tahu kalau Adam mencarimu. Lihat saja! Dia sampai mencari-cari dirimu lewat novel. Dan hasilnya, dia bisa menemukanmu walaupun belum begitu gamblang."
Najwa hanya tersenyum. Masa-masa manis bersama Adam merupakan hal yang takkan pernah ia lupakan.
"Eh, Wa. Lihat gajimu sudah masuk dan sudah bisa ditarik." Rasya berkata dengan nada histeris sambil melihat laptopnya.
"Benarkah?" Najwa merebut laptop dari tangan Rasya dan menatap deretan angka yang cukup banyak bagi Najwa. Bahkan, melebihi dari gaji ia bekerja di butik selama sebulan.
"Alhamdulillah, ini bisa untuk mendaftar kuliah."
Mata Najwa berbinar. Harapan untuk melanjutkan kuliah terpampang di depan mata. Ia tak menyangka akan bisa mendapatkan hasil yang lumayan dari menulis.
"Syukurlah! Aku ikut senang Najwa. Besok, pas lagi libur kerja aku antar ya! Atau kalau tidak kamu bisa izin pada Bu Lita. Dia pasti akan memperbolehkan kalau ini menyangkut masalah pendidikan."
Najwa mengangguk. Ia bertekad untuk segera mendaftar kuliah. Kemarin, gaji dari butik sudah ia kirimkan pada ibunya. Ia hanya menyisakan sedikit untuk keperluan sehari hari saja.
"Baiklah. Aku akan bicara sekarang juga pada Bu Lita. Sepertinya, dia masih berada di butik."
"Sebaiknya, gaji ini kau tarik lebih dulu. Yang aku dengar, platform novel ini memberi batasan hanya sehari untuk penarikan gaji."
Najwa kemudian melakukan penarikan gaji langsung ke rekening pribadinya. Najwa tersenyum puas. Ia melambai ke arah Rasya dan langsung menuju ke butik.
Benar dugaan Najwa. Bu Lita sedang memeriksa stok pakaian yang sudah habis. Najwa berjalan dengan agak agak takut. Ia masih belum punya banyak keberanian.
"Eh, Najwa. Ada apa? Apa ada yang bisa aku bantu?" tanya Bu Lita dengan senyum ramah.
"Eh, iya, Bu. Maaf sebelumnya. Apakah saya beosk boleh libur?" kata Najwa dengan nada takut dan lirih.
"Memangnya mau ke mana?" Bu Lita agak sedikit heran.
"Besok rencananya saya mau daftar kuliah di universitas terbuka, Bu."
Bu Lita langsung kembali tersenyum. Ia memang selalu mengutamakan pendidikan. Apalagi, jika ada anak yang punya semangat mengenyam pendidikan, Buk Lita pasti akan sangat senang.
"Tentu saja boleh. Mengapa tidak. Besok kamu bisa ambil libur 1 atau 2 hari. Tapi ingat, kalau keperluannya sudah selesai harus kembali bekerja ya. Sementara, kasir akan aku handle."
"Baik, Bu. Terimakasih banyak."
Najwa keluar dari butik dengan wajah sumringah. Ia sungguh merasa lega karena mendapatkan izin dari Bu Lita. Ternyata tak sesulit yang ia bayangkan.
Najwa baru saja akan masuk ke dalam kamar saat ponsel miliknya berbunyi. Najwa melihat nama ibu tertera di laya ponsel.
"Ya, Bu. Ada apa?"
"Uang yang kemarin sudah habis. Kamu bisa kirim lagi nggak?" tanya Mila dengan nada lembut.
"Apa? Kirim lagi? Aku sudah tidak ada uang, Bu.uang yang ada akan anu gunakan untuk keperluan sehari hari. Maaf ya, Bu!"
"Masak baru kirim segitu sudah habis. Memangnya kamu sisain berapa?" Nada suara Mila berubah kasar.
Mata Najwa sudah berkaca -kaca. Tapi ia tak mau ibunya tahu kalau dirinya menangis. Ibunya pasti akan semakin marah.
Sebenarnya, sisa dari gaji menulis novel masih ada lumayan. Tapi, Najwa tak mau jika nanti ibunya jadi mengharapkan lebih darinya.
Uang hasil menulis akan Najwa gunakan secara khusus untuk biaya kuliah. Ibunya pasti akan meminta semuanya kalau sampai tahu Najwa punya penghasilan lain.
"Najwa cuma sisakan sedikit untuk biaya kehidupan Najwa sehari hari, Bu."
"Masa kamu cuma ngirim segitu. Itu belum bisa buat bayar hutang. Baru habis buat bangun kebutuhan ibu. Mulai besok, kamu harus kirim lebih. Biar hutang kita segera terbayar."
"Tapi, Bu ...,"
"Kalau tidak, rumah peninggalan ayahmu akan aku jual."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments