Najwa baru meladeni pembayaran beberapa pembeli. Ia selalu berusaha terlihat ramah dan menyenangkan. Najwa tak ingin sampai ada orang yang tak puas dengan pelayanannya. Karena itu, Najwa pasti tersenyum saat meladeni para pembeli.
Seorang pembeli yang antri diurutan terakhir tampak menyita perhatian Najwa. Gadis manis dengan pakaian gamis dan jilbab besar tampak begitu anggun di mata Najwa. Bagi orang yang pakaiannya masih serampangan seperti Najwa, penampilan gadis itu sungguh membuat hati adem.
"Silahkan، Mbak!" sapa Najwa dengan nada ramah.
"Ya, Mbak. Ini belanjaan saya." Wanita itu menyodorkan beberapa potong gamis dengan model yang sederhana.
"Oke, Mbak. Saya hitung ya!" Najwa berkata dengan senyum melebar.
"Ya, Mbak. Silakan!"
Najwa mulai memasukkan angka angka di mesin kasir untuk beberapa saat. Kemudian, saat semua gamis sudah selesai dihitung, Najwa memasukkannya ke dalam paper bag bertuliskan Beauty Boutique dan memberikannya pada wanita itu.
"Totalnya, tiga juta sembilan ratus tujuh puluh ribu rupiah, Mbak."
"Ya, Mbak. Ini uangnya. Kembaliannya buat Mbak saja."
Najwa tersenyum. Kadang, memang ada pembeli yang memberikan sisa uang belanja pada Najwa, dan Bu Lita yang sering tahu itu slalu minta Najwa untuk mengambil jatahnya.
"Ya, Mbak. Terima kasih banyak."
"Sama sama."
Jam kerja telah usai. Najwa segera berkemas setelah selesai menghitung semua uang masuk dan mengecek pakaian yang sudah terjual. Malam ini, rencananya Najwa dan Rasya akan makan di luar karena ini adalah akhir bulan dan mereka gajian.
"Mau makan sekarang apa nanti, Wa? Ini sudah mulai gelap?" tanya Rasya sambil menghampiri Najwa yang masih ada di depan mesin kasir.
"Sekarang aja, Sya. Kamu bilang, nggak boleh keluar mess kalau sudah terlalu malam."
"Memang iya. Ya sudah, kita langsung keluar aja yuk!"
Najwa dan Rasya berjalan beriringan menuju sebuah restauran yang tempatnya tak jauh dari butik. Mereka sengaja memilih tempat yang dekat karena kebetulan motor Rasya sedang bermasalah.
"Mau pesan apa, Wa?" tanya Rasya yang rencananya akan mentraktir Najwa hari ini.
"Terserah kamu saja!"
Rasya mengangguk dan segera memesan beberapa makanan yang menurutnya menarik.
"Boleh saya duduk di sini? Kebetulan semua kursi sudah penuh dan hanya tempat ini yang masih kosong," sapa sebuah suara lembut yang belum lama juga berbicara dengan Najwa di butik.
"Eh, Mbak, kan?" tanya Najwa sambil menatap gadis berjilbab lebar itu dengan mata berbinar.
"Iya. Kita ketemu lagi ya, Mbak."
"Iya. Silakan duduk, Mbak!"
"Nama saja Najwa, nama Mbak siapa?" tanya Najwa sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan gadis itu.
"Saya Zahra, Mbak."
"Namanya cantik ya?" Rasya yang sedari tadi mengamati Zahra mulai ikut bicara.
"Nama Mbak Rasya juga cantik."
"Jangan panggil Mbak. Kita kan seumuran sepertinya. Panggil Rasya saja."
"Baik, Sya."
Mereka kemudian mengobrol tentang hal hal yang ringan. Hingga tiba tiba Rasya ingin pulang duluan karena ia lupa ada tugas kuliah yang belum ia kerjakan. Sementara Najwa memilih tetap berada di sana untuk beberapa saat. Ia ingin sekali bertanya banyak hal pada Zahra.
"Maaf ya, Wa. Aku tinggal duluan. Ini semua makanannya sudah aku bayarin kok."
"Ya nggak apa. Makasih banyak ya, Sya."
"Aku juga makasih ya, Rasya. Malah ikut dibayarin," ucap Zahra sambil tersenyum manis.
"Sama sama. Aku duluan ya!"
"Kok belum pulang Zahra? Padahal, sepertinya tadi belanja sudah agak lama?" tanya Najwa sambil menatap wajah Zahra yang tampak bersinar.
"Iya, aku baru saja dari masjid di depan restauran ini. Jadi, sekalian sholat Maghrib terus makan di sini."
Najwa terhenyak. Entah berapa ia tak terkena air wudhu. Sejak ayahnya bercerai Najwa menjadi pribadi yang tak lagi bisa percaya pada Yang Maha Kuasa. Ia seolah kecewa pada takdir yang terjadi pada dirinya.
"Najwa sudah sholat?" tanya Rasya jangan ada lembut.
"A-apa? Sholat?" Najwa tergagap. Ia tiba tiba merasa malu sendiri saat mengingat bahwa dirinya sudah tak pernah melakukan ibadah sejak lama.
"Kok malah kaget seperti itu? Najwa Islam kan?" Kini giliran Zahra yang seolah kaget mendengar ucapan Najwa.
"Aku sudah lama sekali tidak sholat," ucap Najwa dengan air mata yang entah kenapa sudah mengalir dan tak bisa ia tahan.
"Astaghfirullah Al adzim." Zahra mengelus dadanya. Matanya pun ikut berkaca kaca saat menatap Najwa.
"Apa yang menyebabkan itu, Najwa? Sholat adalah kewajiban paling utama bagi orang Islam. Mengapa kamu meninggalkannya?" Zahra bertanya dengan nada sedih.
"Ayah dan ibuku bercerai, Zahra. Setelah itu, ibu menikah lagi dengan orang yang sama sekali tak punya rasa kasih sayang padaku. Nasib seolah membuat hidupku terombang ambing. Sejak itu, aku meninggalkan Tuhanku." Air mata Najwa semakin menderas.
"Tapi, Tuhan Yang Maha Esa tak pernah meninggalkan mu."
Mata Najwa terus menerus mengeluarkan air mata. Ia merasa terharu mendengar perkataan terakhir Zahra.
"Benarkah? Walaupun aku sudah meninggalkan ibadah padanya selama beberapa tahun?"
Zahra mengangguk. Tangannya menyentuh tangan Najwa. "Alloh itu maha pengampun. Kalau kau mau bertaubat, sebesar apapun dosamu, Dia pasti akan mengampuni mu. Bertaubatlah, Najwa!"
Najwa tergugu. Ia sungguh tak bisa menahan gejolak rasa takut dan bersalah dalam hatinya. Ia tak bisa membayangkan betapa besar dosa yang ia punya karena sudah meninggalkan ibadah pada Alloh selama beberapa tahun.
"Najwa, Alloh memberi itu semua sebagai bentuk sebuah cobaan untukmu. Dan Alloh Maha Tahu bahwa kau mampu menghadapi semua kui. Percayalah, Najwa! Selalu ada hikmah dalam setiap peristiwa."
"Tapi, dosaku sudah terlalu banyak, Zahra. Apa Alloh akan mengampuni ku?"
"Sebanyak apapun dosa yang kau lakukan, ampunan Alloh lebih besar daripada itu. Asal kamu taubat dengan taubatan nasuha. Taubat yang sungguh sungguh dan berjanji tak kan mengulangi semua itu."
Najwa tergugu. Saat itu, suara adzan menggema dari masjid yang ada di depan restauran. Hati Najwa seolah disiram air yang sejuk dan menyegarkan. Najwa yang biasanya tidak peduli dengan suara adzan. Hati Najwa sebenarnya selalu merasa terpanggil, tapi egonya berusaha mengalihkan perhatian Najwa pada hal lain.
"Sudah adzan isya', Najwa. Kita sholat berjamaah di masjid yuk!" ajak Zahra yang langsung disetujui oleh Najwa.
Kemudian, mereka berdua pergi ke masjid dan sholat di sana. Najwa menangis sampai lama. Hatinya benar benar menyesali semua dosa yang sudah ia lakukan. Ia sungguh berniat untuk membuka lembaran baru dalam hidupnya.
"Zahra, aku ingin bertaubat." Najwa berkata sambil menunduk. Air matanya terus menerus mengalir tanpa bisa ia hentikan.
"Alhamdulillah, Najwa. Aku akan membantumu semampuku." Zahra berkata sambil memeluk erat Najwa.
Ia kemudian berjanji akan berhijrah dengan bimbingan Zahra yang sudah bersedia untuk membantunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments