Adam baru selesai kuliah. Selama musim dingin, beberapa temannya tak mengambil jam kuliah karena tak tahan dengan suhu dibawa 0 derajat. Tapi, Adam tak ingin menyia-nyiakan waktunya di Belanda. Ia ingin secepatnya menyelesaikan kuliah dan pulang ke Indonesia. Bekerja di tanah kelahiran dan tidak jauh dari Najwa.
Walaupun saat ini juga tidak tahu di mana Najwa berada tapi Adam sudah bertekad bahwa ia akan mencari Najwa sampai ke belahan bumi manapun. Bagi Adam, Najwa sudah mengisi hatinya tanpa bisa tergantikan oleh siapapun.
"Ini jam berapa, Dam? Kok kamu baru pulang?" tanya Joko yang sedang bermalas malasan di atas ranjang tunggalnya.
"Jam 07.00 malam. Kebetulan, aku ada keperluan sebentar."
"Udaranya sangat dingin sekali. Aku tak mungkin mau keluar asrama kalau begini," ucap Adam dengan badan yang menggigil. Padahal, penghangat ruangan sudah dihidupkan sejak tadi.
"Namanya juga musim dingin, Jok."
"Oh iyo. Aku kok lali (Iya. Aku kok lupa)." Joko menepuk jidatnya dengan gaya yang konyol.
"Kamu mau cari makanan nggak, Dam?"
"Enggak. Tadi aku sudah makan sebelum pulang. Mending masak saja, Jok!"
"Males aku, Dam. Mendingan jajan. Lebih praktis dan enak."
Adam mencibir. "Lagakmu, Jok. Mentang-mentang baru dapat kiriman dari orang tua."
Adam menoyor kepala temannya. Ia dan Joko memang sudah sangat dekat. Sejak pertama tiba di Belanda, Joko adalah orang yang pertama kali berteman dengan Ada
"Ayolah, belikan makanan untukku! Katanya teman baik."
"Aku sedang males keluar rumah. Lebih baik duduk di sini dengan pengatur ruangan yang disetel secara penuh, sambil baca novel."
Joko tertawaan karena merasa sahabatnya itu rupanya sekarang sudah mulai ketagihan membaca novel seperti dirinya.
"Jadi, virus novelius sudah merasuk dalam dirimu, Dam?"
Adam tersenyum sinis. "Ya, begitulah. Tapi sejujurnya, aku tidak membaca semua novel. Kebetulan ada satu novel yang aku baca dan ceritanya entah mengapa aku merasa bahwa itu adalah kisah hidup Najwa."
"Najwa? Gadis yang kamu sukai itu?"
"Iya. Ceritanya benar-benar mirip. Aku sampai memberi komentar tentang hal itu," ucap Adam sambil meletakkan tubuhnya ke atas ranjang.
"Lalu, bagaimana tanggapan penulisnya?" Joko tiba tiba menjadi begitu tertarik dengan cerita Adam.
"Ia bilang itu hanya kebetulan. Tapi, aku juga masih tidak percaya." Pandangan Adam menerawang.
"Bisa saja kan? Namanya juga kehidupan. Pasti banyak yang mengalami cerita yang hampir sama walau liku likunya berbeda."
"Kamu benar. Tapi, sudahlah! Aku sungguh berharap itu Najwa."
Joko hanya mengedikkan bahu. "Yang terpenting sekarang adalah perutku lapar, Dam."
"Tapi, aku sedang balas keluar dan ingin bersantai. Kalau kau mau makan di kulkas ada mie instan. Masak mie saja kalau malas." Adam berkata sambil mencari cari novel Bintang Kejora.
"Aku kan sudah bilang, Dam. Sedang malas masak atau malas keluar. Lagipula, aku bosan makan mie terus."
"Terus maumu apa?"
"Aku ingin makan sesuatu yang panas, berkuah dan segar seperti bakso, soto atau semacamnya lah."
Adam terkekeh. Sahabatnya itu kadang memang suka nyeleneh.
"Kita ini di Belanda, Jok. Bukan di Jogja yang bisa dengan mudah menemukan jajanan seperti itu di pinggiran jalan."
"Aku jadi kangen sama rumah." Wajah Joko tiba tiba murung.
"Kalau masalah kangen sama saja. Aku juga kangen tapi sekarang kan kita harus belajar sungguh-sungguh agar kita tidak mengecewakan orang tua, Jok. Setidaknya, itu adalah hal yang bisa menjadi bukti bakti kita pada orang tua."
"Lama-lama kamu sudah seperti ustadz, Dam."
Adam memilih meninggalkan temannya yang masih berkata tidak karuan untuk berganti pakaian tanpa mandi. Udara hari ini benar-benar ekstrem. Adam menambah volume panas ruangan kemudian memilih rebahan sambil membaca novel.
Rupanya, novel bintang kejora sudah update bab baru. Sesekali dahinya mengernyit. Adam benar-benar merasa bahwa novel itu mengisahkan tentang Najwa. Apalagi sekarang Adam seolah membaca tentang kisah dirinya bernama Najwa.
"Jok!"
"Apalagi, Pak Ustadz?"
"Novel ini semakin lama semakin membuatku yakin bahwa penulisnya dalah Najwa."
"Memangnya ada apa lagi?"
"Ceritanya benar-benar mirip dengan cerita Najwa. Bahkan sekarang sepertinya aku membaca tentang cerita diriku di dalamnya."
Joko menggelengkan kepalanya pelan. "Aku kan sudah bilang tadi, dalam kehidupan itu pasti banyak yang mempunyai kisah hidup yang mirip dengan orang lain. Jadi belum tentu Novel yang kau baca itu adalah karangan Najwa. Lagipula, setahumu Najwa itu pandai menulis cerita?"
"Ya. Najwa sangat pintar mengarang cerita. Dulu saat kami sama-sama ada di bangku SD sampai SMA, dia sering menulis cerbung dan cerpen dan aku adalah orang pertama yang selalu ia beritahu dan dimintai komentar."
Joko terdiam. Sepertinya ia sedang berpikir keras tentang kemungkinan yang Adam katakan sedari tadi.
"Coba, sekarang kau katakan padaku beberapa alasan yang membuatmu berpikir bahwa novel Bintang kejora itu ditulis oleh Najwa mu!"
"Baiklah. Pertama novel itu menceritakan tentang perceraian orang tuanya female lade dan Najwa pun korban perceraian. Lalu, ibu dari tokoh utama menikah lagi. Tokoh utama seringkali merasa ayahnya tak suka pada dirinya. Bahkan walaupun mereka tinggal serumah tak pernah ada komunikasi. Hal itu jugalah yang paling yang sering diceritakan Najwa padaku. Dan satu hal yang menurutku paling mencolok. Novel itu menuliskan sesuatu yang pernah aku katakan pada Najwa."
Joko menatap sahabatnya dengan iba. Ia berpikir bahwa sahabatnya itu sedang begitu rindu pada sosok yang bernama Najwa, hingga segala sesuatu tentang Najwa seolah bisa ia baca pada novel.
"Saat itu, aku pernah berkata pada Najwa, (mau bagaimanapun kita tetap akan menjadi sahabat dan walaupun raga kita tak pernah bersisian tapi hati kita akan selalu terpaut sebagai seorang sahabat. Raga jauh tapi jiwa tetap menyatu)."
Joko tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang ada Adam ucapkan.
"Kamu kenapa malah tertawa? Aku sedang bicara serius," ucap Adam dengan kesal.
"Dam, harusnya kamu menyadari apa yang kamu katakan barusan itu bukan kata seorang sahabat pada, tapi itu adalah ucapan seorang kekasih yang diucapkan saat berpisah dengan kekasihnya."
"Benarkah?"
"Tentu saja. Coba sekarang kau kirimkan komentar komentar lagi."
"Komentar bagaimana?"
"Tulis saja, bahwa kata kata itu benar-benar mirip dengan kata-katamu."
Adam mengerti. Ia mengikuti apa yang dikatakan oleh Joko. Tapi tentu saja ia tidak langsung mendapat balasan.
"Seandainya benar memang penulis novel itu adalah Najwa, apa ya kan kau lakukan Adam?"
"Aku akan mengatakan perasaanku lewat kolom komentar."
"Apa? Jangan seperti itu. Wanita tidak akan suka kalau kamu menggunakan cara seperti. Kamu harus pulang ke Indonesia dan mencarinya sampai ketemu. Katakan langsung kepadanya."
Adam mengangguk. "Baiklah, Jok. Aku akan melakukan hal itu. Terima kasih atas sarannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments