Daftar Kuliah

Najwa bersiap untuk pulang ke tempat mess. Dia sudah tak sabar ingin segera pulang. Hari ini adalah hari pertamanya kuliah. Najwa tak ingin terlambat di hari pertamanya kuliah.

"Sya, kamu hari ini kuliah nggak?" tanya Najwa pada Rasya yang baru saja selesai berkemas di butik.

"Ada. Kita berangkat bareng ya!"

"Oke."

Najwa segera menyelesaikan rekapan hasil penjualan hari ini. Ia mentotal semuanya kemudian memasukkan ke brangkas khusus.

"Najwa, kamu sudah selesai?" tanya Bu Lita yang tiba tiba masuk ke butik dan mendekati mesin kasir.

"Oh, Bu Lita. Iya, Bu. Saya baru saja selesai. Ini mau kembali ke mess." Najwa menjawab dengan sopan.

"Berarti hari ini mulai kuliah ya?"

"Iya, Bu. Saya ambil kuliah sore sama malam agar bisa tetap bekerja dengan tenang."

Bu Lita manggut manggut. Ia memikirkan sesuatu tentang Najwa. Ternyata, Bu Lita sering mengamati Najwa. Ia merasa sayang jika sampai Najwa tidak melanjutkan kuliah. Karena itu, ia mau mengizinkan Najwa dengan mudah saat ia izin akan daftar kuliah.

"Apa aku boleh memberi saran?" tanya Bu Lita dengan nada lembut. Wanita dengan jilbab instan namun agak besar itu tampak berwajah teduh dan tenang.

"Iya, Bu. Silahkan! Saya pasti akan senang menerima saran dari ibu."

"Jadi begini, Najwa. Bagiamana kalau kamu ganti shift malam?" Bu Lita berkata dengan nada lembut yang langsung dijawab dengan senyuman lebar oleh Najwa.

"Tentu saja saya mau, Bu."

"Baiklah. Kalai begitu mulai besok kamu akan masuk jam malam ya. Mulai jam 3 sore sampai jam 11 malam. Apa kamu sanggup?"

"Saya sanggup, Bu. Terima kasih banyak."

"Sama sama, Najwa. Semoga ini membuat mu lebih nyaman bekerja di sini."

"Amin, Bu."

"Dan satu hal lagi," ucap Bu Lita saat ia sudah hampir meninggalkan butik.

"Apa ya, Bu?"

"Kamu tampak lebih cantik dan anggun mengenakan hijab seperti ini."

Najwa tersenyum malu. Ia merasa senang bukan karena pujian itu, tapi karena ternyata Bu Lita tidak bermasalah dengan pakaiannya saat ini.

"Yuk, Sya. Kita pulang ke mess!"

"Yuk! Eh kamu mau pindah shift malam kerjanya?"

"Iya, Sya. Biar lebih fokus saat kuliah nanti. Soalnya, kalau kerja shift siang terus kuliahnya shift malam, pasti aku akan mengantuk. Tapi, kalau aku kerja shift malam nggak akan mengantuk karena ada pergerakan tubuh."

"Kamu benar."

Mereka lalu kembali ke mes dan siap siap kuliah. Najwa yang sudah bertekad untuk berhijrah kini tak mau lagi memakai pakaian yang terbuka. Ia mengenakan gamis dan jilbab syar'i.

Setelah siap, keduanya berangkat kuliah. Kebetulan, tempat kuliah sangat dekat dengan butik jadi Najwa memutuskan jika nanti sedang tidak berangkat bersama Rasya, ia akan berjalan kaki.

Najwa sudah sampai di kampus. Ia berpisah dengan Rasya yang mengambil jurusan hukum. Najwa mengikuti jam kuliah dengan baik. Otaknya yang memang cerdas tak perlu bekerja terlalu keras untuk menyerap mata kuliah yang ia ikuti.

Setelah berkutat dengan angka dan huruf selama 2 jam, akhirnya Najwa bisa beristirahat. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 sore. Najwa segera pergi ke mushola kampus untuk melaksanakan sholat Maghrib. Ia tahu bahwa Rasya belum kelar kuliah, jadi, Najwa memutuskan untuk menunggunya di perpustakaan.

Najwa memilih untuk membaca buku buku agama. Ia ingin belajar lebih banyak lagi tentang islam. Najwa ingin benar benar berhijrah secara total.

Najwa tertarik saat melihat buku berjudul 'Bagaimana kedudukan Wanita Dalam Agama Islam'. Tangannya sudah memegang sampul buku bagian atas saat ada tangan lain yang memegang sampul buku bagian bawah.

Secara spontan, Najwa menoleh ke arah pemegang buku di samping nya. Untuk beberapa detik, Najwa terkesima. Mata teduh yang ada di depannya tak mungkin bisa ia lupakan. Pemilik bulu mata yang lentik dan panjang itu adalah orang yang sudah membuatnya betah drastis seperti sekarang ini.

"Zahra!" desis Najwa dengan hati yang teramat senang.

"Siapa ya? Sepertinya tidak asing." Wajah Zahra tampak berkerut. Sepertinya, ia sedang berpikir keras.

"Aku Najwa."

Begitu mendengar ucapan Najwa, Zahra langsung memeluknya dengan erat. Ha sangat senang saat melihat penampilan Najwa yang berubah total. Ia tak menyangka bahwa Najwa akan merubah penampilannya secepat ini.

"MasyaAlloh, Najwa. Aku sampai pangling sama kamu. Cantik dan terlihat sangat berbeda."

Zahra melepas pelukannya. Najwa juga merasa sangat senang karena bisa bertemu dengan Zahra di universitas ini. Najwa sudah merasa nyaman berkonsultasi dengan Zahra.

"Tidak, Zahra. Biasa saja."

"Ini, bukunya buat kamu saja. Aku bisa baca nanti." Zahra menyerahkan buku yang tadi sama sama ia pegang bersama Najwa.

"Terima kasih, Zahra. Aku memang sedang ingin menggali banyak hal tentang Islam. Aku ingin benar benar berhijrah," ucap Najwa sambil mengikuti Zahra yang duduk di kursi perpustakaan. Zahra sengaja memilih kursi yang ada di pojok dekat tembok agar tidak mengganggu pengunjung yang lain.

"Aku sanga senang melihat penampilan kamu, Najwa. Inilah seharusnya yang harus perempuan Islam pakai. Fitrah sebagai seorang perempuan adalah terjaga dan tertutup. Tidak diumbar sembarangan. Hanya orang yang terdekat yang boleh melihat kita."

Najwa mendengarkan dengan seksama. Ia tahu apa yang dimaksud dengan ucapan Zahra. Bahwa sesungguhnya, seorang wanita memang harus menutup auratnya.

"Tapi, Zahra. Mengapa kita harus menutup aurat? Apa alasan Islam sesungguhnya? Aku masih belum mengerti," tanya Najwa mulai mengungkapkan unek unek hatinya.

"Sebentar!" Zahra membuka tasnya dan mengambil 2 bungkus permen. Ia kemudian mengupas salah satunya dan menunjukkan pada Najwa.

"Kamu lihat ini?"

"Iya. Lalu kenapa?"

"Kamu milih yang mana?"

Najwa mengambil permen yang masih dibungkus. Tentu saja, ini langsung membuat Najwa mengerti. Bahwa yang terbungkus rapat tentu akan lebih terjaga dan lebih berharga.

"Kamu sudah mengerti kan?" tanya Zahra tanpa memberi kesempatan pada Najwa untuk bicara.

"Iya, Zahra. Terima kasih banyak ya sudah memberi pelajaran yang begitu berharga dan mudah dimengerti."

"Iya, Najwa. Sama sama."

"Mulai sekarang, kalau aku ada pertanyaan atau unek unek tentang Islam, aku akan bertanya padamu. Boleh kan?"

"Tentu saja. Kenapa tidak? Bertanyalah apa saja yang kamu mau."

Najwa tersenyum senang. Ia merasa menemukan tempat berkeluh kesah tentang Islam. Mungkin, suatu saat nanti ia akan mencoba untuk mengajak Rasya berhijrah. Untuk saat ini, Najwa hanya ingin fokus pada dirinya sendiri.

"Oh ya, kamu mau ikut nggak? Habis ini ada pengajian di aula kampus. Kebetulan tema yang sekarang tentang wanita dan Islam."

"Mau banget, Zahra."

"Biasanya pemateri diisi oleh Kyai Abdul Hamid, tapi sekarang karena sedang sakit, pemateri di isi oleh putranya. Masih muda dan tampan."

"Oh ya. Kenapa kalau muda dan tampan?" tanya Najwa yang tahu kalau ia sedang digoda oleh Zahra.

"Nggak apa. Cuma aku ingin kasih tahu kalau namanya Ustadz Ibrahim."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!