Aku tidak bisa menerima semua ini!
Itu adalah kalimat yang bisa menggambarkan rasa kesal yang ada di dalam hatiku saat ini.
Saat ini, aku sedang berada di sebuah gazebo, di tengah taman bunga.
Di tempat ini, aku bersama calon tunanganku, Tuan Flotte le Glaive, sedang membicarakan tentang pertunangan kami.
Namun, di tengah-tengah pembicaraan yang sedang berlangsung, ketika aku bertanya tentang apa yang membuat dirinya begitu keras kepala untuk tetap melaksanakan pertunangan ini...
Dia menjawab jika alasannya adalah karena dia menyukaiku.
A-apakah dia serius?
Jika melihat dari ekspresinya yang begitu yakin dan percaya diri dengan jawabannya, aku meragukan jika dia berbohong.
Akan tetapi, karena aku begitu terkejut dengan peryataan tak terduga yang keluar dari mulutnya, aku secara reflek menyangkal kata-katanya.
Lagipula, itu tidak mungkin.
Tidak mungkin ada seorang pun dari dunia ini yang akan menyukai penampilanku.
Dengan rambut hitam terkutuk yang menancap di kepalaku, semua orang sudah pasti akan menjauhiku.
Keberadaanku adalah sebuah hal ganjil yang tidak pada tempatnya, sebuah warna yang tidak cocok untuk seorang manusia di dunia ini.
Namun, semakin aku menyangkal pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menyukaiku, Tuan Flotte semakin lantang mengatakan bahwa dia benar-benar menyukaiku.
"... Aku menyukaimu, Nona Olivia."
"... aku benar-benar menyukaimu."
"... aku benar-benar menyukaimu, bahkan sebelum kita bertemu secara langsung."
"... aku telah terpesona oleh kecantikanmu."
Karena serangan bertubi-tubi darinya, aku yang merupakan seorang gadis tertutup, merasakan wajahku semakin memanas karena malu, tidak hanya itu saja, jantungku juga mulai berdegup kencang.
Aku mulai kewalahan dengan pujian yang terus dia keluarkan dari mulutnya, dan berakhir tidak bisa menahan rasa maluku.
Dengan segera, aku menutupi wajahku yang memerah dan memanas dengan kedua telapak tanganku.
Apakah dia berniat membuatku pingsan karena malu? Dan ada apa dengan pernyataan suka tanpa ampun darinya itu?
Tuan Flotte sangatlah berterus terang, dia tidak ragu untuk mengatakan bahwa dia telah menyukaiku bahkan sebelum kami bertemu.
"Kupikir rambutmu sangatlah indah, Nona Olivia, kamu terlihat cantik dengan rambut hitam milikmu."
Dia juga memuji rambutku, mengatakan jika mereka tampak indah dan membuatku terlihat cantik.
Cara bagaimana dia mengatakannya terdengar jujur, akan tetapi apa yang dia katakan sangatlah tidak masuk akal.
Apakah dia benar-benar mengatakan bahwa rambut hitam mengerikanku cantik? Apakah aku hanya salah dengar? Atau apakah anak ini memang punya selera yang buruk?
Aku tidak tahu bagaimana harus meresponnya, aku hanya menutup wajahku dalam diam, menahan rasa malu yang berkobar di seluruh sudut wajahku.
Dan ketika aku berkata bahwa meski mungkin itu adalah sebuah kebohongan, aku akan menganggap semua yang dia katakan adalah serius, Tuan Flotte segera ingin berusaha meyakinkanku lagi bahwa dia tidak berbohong.
Aku sudah tidak tahan, cukup!
"Kumohon, Tuan Flotte, kasihanilah aku... Jika kamu mengatakan sesuatu lagi, aku akan benar-benar mati... Tolong, ampunilah aku."
Dengan wajah tertutup oleh telapak tanganku, aku memotong perkataan Tuan Flotte dan memohon kepadanya untuk tidak melanjutkan pembelaannya.
Aku tidak bisa berteriak ataupun marah, aku hanya bisa merengek kepadanya agar dia mengampuniku.
Jika dia mengatakan lebih dari ini, aku akan benar-benar pingsan.
Wajahku terasa sangat terbakar, bahkan telapak tanganku yang menempel padanya bisa merasakan kehangatannya.
Tuan Flotte yang mendengar suara lemahku tampaknya mulai khawatir, aku bisa mendengar langkah kakinya mendekatiku.
Aku tidak tahu dimana tepatnya dia berada, tapi aku yakin jika dia sedang berada di depanku.
Tuan Flotte meminta maaf kepadaku, suaranya terdengar prihatin dan bersalah.
Yah, ini bukan sepenuhnya kesalahan Tuan Flotte, jika aku tidak menyangkal pernyataan darinya, dia mungkin tidak akan bertindak terlalu jauh.
Namun meski begitu, aku tidak bisa dengan begitu saja langsung percaya jika dia menyukaiku.
Aku kemudian meminta Tuan Flotte untuk tidak terlalu dekat denganku, karena bagaimanapun hatiku masih berdebar kencang karena mendengar pernyataan suka darinya, dan dia dengan patuh segera kembali ke tempat duduknya.
Lalu setelah keadaan kembali menjadi lebih kondusif, kami melanjutkan pembicaraan.
Meski wajahku sudah tidak memerah seperti sebelumnya, aku masih merasa sedikit malu jika membayangkan kejadian yang baru saja terjadi.
Namun meski begitu, aku mencoba untuk kembali ke percakapan.
"T-tuan Flotte... Bahkan meskipun kamu menyukaiku sejauh itu, tapi tidakkah kamu berpikir tentang nasib keluarga dan masa depanmu?"
Aku mencoba kembali membujuknya, membuatnya memikirkan kembali nasib masa depannya jika dia bertunangan denganku.
Namun melenceng dari dugaanku, Tuan Flotte menjawab tanpa ragu.
"Nona Olivia, aku sudah bertekad dengan keputusan yang telah kuambil."
Ah jadi begitu, tampaknya sudah tidak ada yang perlu dikatakan lagi.
"... Tapi, jika kamu memang ingin pertunangan ini tidak terjadi, aku bisa dengan mudah mengabulkan permintaanmu."
Ketika aku sudah berpikir untuk menyerah, Tuan Flotte mengatakan sesuatu yang membuatku penasaran.
"Huh? Maksudmu?"
Aku yang tidak benar-benar yakin tentang skenario apa yang sedang dia pikirkan, menuntut penjelasan darinya.
"Aku akan dengan senang hati menuruti permintaanmu untuk membatalkan pertunangan ini, namun kamu harus memenuhi persyaratanku."
"Huh? Persyaratan?"
Apakah dia berencana membuatku melakukan sesuatu untuknya agar kami tidak bertunangan?
Tidak, itu tidak masuk akal. Dialah yang seharusnya menghentikan pertunangan ini jika dia tidak menyukainya.
Keinginanku di sini hanyalah untuk membuatnya memikirkan kembali semua keputusannya dengan matang, aku tidak akan memaksanya melakukannya jika dia tidak mau.
Ketika banyak pemikiran berkecambuk di dalam kepalaku, Tuan Flotte mengatakan persyaratannya.
"Aku akan menerima pembatalan pertunangan ini asalkan kamu mengatakannya secara langsung padaku, Nona Olivia."
Huh!?
"E-eh!?"
Aku terkejut, aku berusaha mencerna apa yang Tuan Flotte katakan kepadaku dengan benar.
Tapi meski begitu, aku masih tidak mengerti dengan apa yang dia ingin capai dari pernyataannya.
"Pertama, bisakah aku bertanya padamu, Tuan Flotte? Kenapa kamu memilih tindakan ini sebagai persyaratan?"
Aku tidak yakin dengan alasannya, tapi kenapa aku yang harus meminta agar pertunangan ini dibatalkan?
Ketika aku bertanya padanya, Tuan Flotte segera menjawab.
"Aku memang sudah meneguhkan hatiku untuk menerima segala kemungkinan buruk yang akan terjadi jika aku bertunangan denganmu, Nona Olivia, bahkan sejak malam dimana aku menerima proposal pertunangan ini."
Tuan Flotte terlihat serius ketika menjelaskan, melihatnya memiliki ekspresi seperti itu, aku hanya dapat diam dan mendengarkan setiap kata-katanya.
"Namun, jika memang aku bukanlah pasangan yang cocok di matamu untuk dijadikan tunangan, aku akan dengan senang hati mengundurkan diri."
Dia terdengar sedikit kecewa ketika mengatakannya, tapi meski terdengar kecewa, dia dengan berat hati tersenyum lembut.
Apakah dia benar-benar menyukaiku?
Dia tampaknya sangat kecewa, setelah mengatakan semua itu, dia menunduk ke bawah dan tampak sedih.
Ugh, Tuan Flotte, kamu sangat kejam, jangan membuatku bimbang dengan memperlihatkan ekspresi seperti itu!
Ketika aku melihat anak laki-laki di depanku bertingkah seperti ini, membuatku mengingat ekspresi Ibuku yang kulihat di kereta sebelumnya.
Ketika aku melihat wajahnya di kereta, dia terlihat seolah sedang mempertaruhkan segalanya pada hari ini.
Ibuku tampaknya sangat percaya bahwa Tuan Flotte merupakan orang yang paling pantas untuk berada di sisiku.
Dan sejujurnya, aku mulai mengerti apa yang membuatnya berpikir demikian.
Dari sudut pandangku, Tuan Flotte adalah anak laki-laki yang kikuk.
Namun meski begitu, dia adalah anak laki-laki yang baik, berterus terang, dan jujur.
Aku masih mempertanyakan tentang bagaimana dan kenapa dia bisa menyukaiku, tapi sejauh yang telah kudengar, dia tidak berbohong.
Dia telah membulatkan tekadnya untuk bertunangan denganku, dan siap untuk menghadapi masa depan dari tindakan yang dia pilih.
Saat ini, terserah padaku untuk menentukan masa depan kami berdua.
Pikiranku bimbang, aku sungguh tidak ingin Tuan Flotte terjerumus ke dalam neraka yang menantiku di masa depan.
Tapi meskipun memiliki pemikiran seperti itu, di dalam hatiku aku mulai menginginkan dirinya menjadi tunanganku.
Bukankah akan nyaman untuk memiliki orang seperti dirinya di sisiku?
Tuan Flotte adalah anak laki-laki yang terlihat dapat dipercaya, meski dia kikuk, dia adalah orang yang berpendirian di dalam hatinya.
Jika aku menolaknya, apakah mungkin untuk diriku dapat bertemu orang lain seperti dirinya?
Walau aku masih tidak bisa mempercayai kata-katanya yang mengungkapkan bahwa dia menyukaiku, belum pasti aku akan dapat melihat orang lain selain dirinya mengatakan hal yang sama.
Tunggu, kenapa aku menjadi bimbang seperti ini?
"Nona Olivia?"
Ketika aku sedang terlarut dalam pikiranku, Tuan Flotte memanggilku.
"A-ah, um ya, ada apa, Tuan Flotte?"
Aku secara reflek tergagap menanggapi kata-katanya.
"Jadi, apa jawabanmu, Nona Olivia?"
Tampaknya Tuan Flotte sudah tidak sabar menunggu jawabanku, dia melihatku dengan tatapan penasaran.
"Tuan Flotte, bisakah aku menanyakan hal terakhir kepadamu?"
"Tentu, apa saja."
Jawaban darinya akan menentukan apa yang kupilih, dan meski aku mungkin akan menyesalinya di masa depan, aku sudah tidak peduli.
"Apakah kamu bersedia pergi ke neraka bersamaku, Tuan Flotte?"
Jika orang lain mendengar apa yang baru saja kukatakan, mereka mungkin akan berpikir bahwa itu hanyalah omong kosong yang tidak berarti, namun Tuan Flotte berbeda.
Tuan Flotte tersenyum, rambut biru gelap miliknya bergoyang, dan mata safirnya berkilau.
Lalu dengan ekspresi seperti itu, dia berkata padaku,
"Tentu, lagipula aku sudah siap untuk pergi ke sana sejak awal."
Senyum itu adalah senyuman jujur, tanpa sedikit penyesalan ataupun khawatir di dalamnya, senyum itu berbeda dengan senyumnya yang kikuk di pintu masuk.
Senyum yang indah, aku penasaran apakah aku dapat melakulannya juga.
Aku cukup iri melihatnya bisa tersenyum lepas seperti itu, tapi jika aku mengikuti keegoisan di dalam hatiku, aku mungkin bisa tersenyum seperti dirinya.
Hehe, aku mengerti, jika kamu bertindak egois seperti itu, Tuan Flotte, aku juga akan melakukan hal yang sama.
"Kalau begitu, tolong jaga aku mulai sekarang, Tuan Flotte. Ayo hadapi neraka yang menanti kita bersama, sebagai sepasang tunangan."
Aku tersenyum lepas setelah mengatakannya.
Aku tidak tahu seperti apa senyum yang ada di wajahku saat ini, tapi kuharap, senyumku bisa menunjukkan kepada Tuan Flotte betapa bahagianya diriku saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments