"Itu karena aku menyukaimu, Nona Olivia."
Meskipun aku mengatakannya dengan ringan seolah tidak ada yang terjadi, akan tetapi tubuhku sama sekali tidak bisa berbohong.
Jantungku berdebar begitu kencang, wajahku memanas dan memerah, serta suaraku juga menjadi serak ketika aku mengucapkan kalimatku.
Aku entah bagaimana berhasil mengatakannya meski aku merasa sangat malu seperti itu.
Di sisi lain, Nona Olivia juga mengalami ledakan emosi yang sama.
"E-eh...! T-tunggu sebentar, apakah kamu baru saja mengatakan jika kamu menyukaiku!? A-apa?!"
Aku tidak tahu dengan pasti bagaimana perasaan Nona Olivia yang sebenarnya terhadap kalimatku, tapi jika memperhatikan perilakunya saat ini, dia tampaknya merasa sangat malu dan terkejut.
Pipinya yang putin bersih memerah, menunjukkan bahwa dia sangat malu ketika mendengar pernyataanku.
Dia juga kembali mengubah suaranya menjadi kencang agar suaranya tidak terdengar serak.
"T-tapi... Itu tidak mungkin, bagaimana mungkin kamu bisa menyukaiku, aku adalah seorang gadis dengan rambut hitam yang mengerikan? Kamu pasti hanya bercanda, ya kan?"
Mengabaikan senyum malu di wajahnya dan pipinya yang memerah, Nona Olivia mencoba menyangkal kata-kataku sambil mengoyangkan pergelangan tangannya ke kiri dan ke kanan.
Tingkah Nona Olivia saat ini jauh berbeda dari dirinya yang sebelumnya, dia saat ini bertingkah selayaknya anak perempuan normal yang beranjak dewasa, buka lagi seorang gadis bangsawan terhormat.
Kurasa ini adalah gambaran nyata dari adegan dimana seorang wanita akan merasa sangat malu ketika dipuji oleh seorang lelaki tampan di beberapa novel romansa.
Tapi yah, aku tidak tampan, jadi anggap saja alasan Nona Olivia bertingkah seperti itu adalah karena aku mengatakan perasaaanku secara tiba-tiba.
Meski aku sebenarnya ingin menikmati pemandangan Nona Olivia yang malu dan tak berdaya lebih lama, aku memutuskan untuk menenangkan pikiranku dan menegaskan kembali pernyataanku terhadap Nona Olivia.
"Sayang sekali tidak, Nona Olivia, ini bukanlah lelucon. Aku benar-benar menyukaimu."
Sambil menatap ke arah wajahnya, aku menegaskan kata-kataku.
Dan meski itu hanyalah ucapan biasa dariku, itu ternyata membuat dampak yang lebih besar dari yang kukira.
"Tidak mungkin! Itu mustahil! Kamu pasti sedang berusaha menipuku!"
Nona Olivia berteriak padaku dengan wajah merah padam, aku tidak tahu kenapa dia bisa begitu marah hanya karena aku mengatakan jika aku tidak berbohong.
Tapi, aku bisa melihat jika dia benar-benar menyangkal fakta bahwa aku menyukainya.
"Tentu saja tidak, aku benar-benar menyukaimu, bahkan sebelum kita bertemu secara langsung."
"Huh...!?"
Pembicaraan ini tidak akan pernah berakhir jika aku hanya memberika pernyataan kosong tanpa arti. Maka dari itu, aku akan menunjukkan keseriusanku.
"Nona Olivia, sebelum kita bertemu, aku telah melihat foto dirimu yang kudapatkan dari ayahku."
"A-apa!?"
Aku tidak yakin akan hal ini, tapi tampaknya Nona Olivia tidak diberitahu jika keluarganya menyertakan foto dirinya di dalam surat lamaran.
"Ketika pertama kali aku melihat foto dirimu, aku telah terpesona oleh kecantikanmu."
Ketika aku pertama kali melihat fotonya, aku sama sekali tidak terganggu dengan rambutnya yang bewarna hitam.
Bahkan sebaliknya, aku malah terpesona kepada sosoknya yang terpotret di foto. Aku jatuh cinta padanya dalam hitungan detik.
"Dan hari ini, ketika kita akhirnya dapat bertemu secara langsung, aku semakin terpesona oleh dirimu yang bahkan lebih cantik dari bayanganku."
Ketika aku melihatnya di foto, dia tampak seperti seorang gadis kecil yang periang dan cantik.
Namun pada hari ini, aku melihatnya sebagai seorang gadis bangsawan yang elegan dan baik hati.
Wajahnya jauh lebih dewasa daripada di foto, menggantikan ekspresi lucunya yang sebelumnya menjadi sebuah kecantikan bunga yang elegan.
Tapi kurasa, dia yang saat ini sangat imut dan menggemaskan.
Wajahnya yang merah padam karena perasaan malunya membuatnya mirip seperti gadis kecil yang kulihat di foto, menggemaskan dan polos.
"T-tapi... A-apakah kamu tidak takut, dengan rambut hitamku!?"
Meski Nona Olivia tampaknya sudah mencapai batasannya, dia masih dapat berbicara dengan lancar mengesampingkan wajahnya yang merah padam.
"Huh? Tentu tidak, aku sama sekali tidak takut dengan rambut hitam milikmu."
Jika aku memikirkannya sekali lagi, aku sama sekali tidak takut ataupun merasa janggal dengan rambut hitamnya bahkan setelah melihatnya dari foto.
Aku melihat rambutnya seolah itu adalah hal biasa, dan malahan...
"Kupikir rambutmu sangatlah indah, Nona Olivia, kamu terlihat cantik dengan rambut hitam milikmu."
"Eh...!?"
Nona Olivia sekali tergagap, tidak mampu menanggapi pujian yang kuberikan padanya.
Dia sangat tidak berdaya, wajahnya semakin memerah dan memerah seolah itu akan meledak.
Lalu, karena mungkin dia tidak tahan dengan rasa malu yang semakin bergejolak di dalam dirinya, Nona Olivia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Dan dalam posisi tidak berdaya seperti itu, Nona Olivia berkata dengan nada lirih kepadaku,
"B-baiklah... A-aku mengerti... T-tuan Flotte, bahkan meskipun pujianmu itu mungkin saja hanyalah sebuah kata-kata. T-tapi aku akan tetap menganggapmu benar-benar menyukaiku."
Dia tampak sangat putus asa.
"Tapi aku tidak berbohong, aku..."
"Kumohon, Tuan Flotte, kasihanilah aku... Jika kamu mengatakan sesuatu lagi, aku akan benar-benar mati... Tolong, ampunilah aku."
"Eh..."
Aku terkejut mendengar suaranya, ketika Nona Olivia berbicara, suaranya terdengar lemah, seolah-olah dia akan segera pingsan.
Dengan wajahnya masih tertutup oleh kedua tangannya, dia memohon kepadaku untuk tidak berkata lebih jauh.
Apakah aku terlalu berlebihan?
"N-nona Olivia, apakah kamu tidak apa-apa?"
Aku yang khawatir mencoba mendekat ke arahnya, berjongkok di dekat tempat duduknya dan mencoba memeriksa keadaannya.
"Tentu saja tidak... kamu sangat kejam, Tuan Flotte."
Suaranya serak, dia terdengar seperti akan menangis jika aku berbicara lebih banyak kepadanya.
Sebelum dia benar-benar menangis, aku dengan panik aku berusaha meminta maaf kepadanya.
"M-maafkan aku, Nona Olivia, aku bertindak terlalu berlebihan."
Aku mencoba yang terbaik untuk meminta maaf kepadanya, tapi sebagai balasannya, dia sama sekali tidak meresponku.
Terlebih lagi, warna merah apel diwajahnya saat ini merembet hingga ke telinganya.
"T-tuan Flotte..."
Dengan tergagap, Nona Olivia memanggil namaku.
"Ya? Apakah ada sesuatu?"
Aku bertanya kepadanya, mendekatkan diriku semakin dekat ke arahnya.
"K-kamu... T-terlalu... D-dekat."
Sebuah saklar terbalik, aku akhirnya menyadari bahwa tubuhku dan Nona Olivia begitu dekat.
"Ah! M-maafkan aku!"
Dengan terburu-buru, aku menarik diriku menjauh dari Nona Olivia, kembali duduk ke tempat dudukku.
Lalu setelah beberapa menit berjalan, Nona Olivia akhirnya menampakkan kembali wajahnya yang sebelumnya tertutup telapak tangan miliknya.
Wajahnya masih sedikit merah, tapi warnanya tidak separah sebelumnya.
Saat ini sepertinya dia sudah bisa sedikit mengkondisikan emosinya dan menghilangkan sedikit rasa malu miliknya.
"M-maafkan aku, Nona Olivia, apakah kamu sudah tidak apa-apa sekarang?"
"Uhm..."
Dia tidak menjawab langsung, dia hanya mengangguk dan bergumam padaku.
Dia tampaknya masih kewalahan dengan apa yang baru saja terjadi, tapi meski begitu, dia akhirnya mencoba untuk berbicara lagi padaku.
"T-tuan Flotte... Bahkan meskipun kamu menyukaiku sejauh itu, tapi tidakkah kamu berpikir tentang nasib keluarga dan masa depanmu?"
Meski kata-katanya terbata-bata, dengan tatapan percaya diri di wajahnya, Nona Olivia berusaha membujukku untuk mempertimbangkan keputusanku.
Tapi saat ini, Nona Olivia, semua hal itu tidak perlu lagi kupertimbangkan atau pikirkan.
Semua anggota keluargaku sepenuhnya mendukungku, dan aku juga memiliki keinginan untuk melaksanakan pertunangan ini, jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan
Lalu, karena orang tua Nona Olivia, Duke dan Duchess Fleur, adalah orang yang mengirimkan proposal pertunangan ini, aku bisa mengambil kesimpulan jika mereka menginginkanku untuk menjadi tunangan putri mereka (dengan alasan yang tidak diletahui).
Dan dengan pemikiran seperti itu, aku bisa menarik kesimpulan bahwa hampir semua orang yang terlibat langsung dalam urusan pertunangan ini bisa dipastikan telah setuju.
Yah, kecuali satu orang.
Satu-satunya orang yang tampaknya masih bermasalah dengan pertunangan ini hanyalah Nona Olivia.
Namun meski begitu, aku tidak bisa berpaling setelah mengambil keputusan seperti ini.
Jika aku memang ditolak olehnya karena diriku tidak pantas, aku ingin dia mengatakannya secara jelas.
"Nona Olivia, aku sudah bertekad dengan keputusan yang telah kuambil, tapi jika kamu memang ingin pertunangan ini tidak terjadi, aku bisa dengan mudah mengabulkan permintaanmu."
"Huh? Maksudmu?"
Nona Olivia bertanya dengan penasaran, wajahnya sudah kembali ke ekspresi seriusnya yang biasa.
"Aku akan dengan senang hati menuruti permintaanmu untuk membatalkan pertunangan ini, namun kamu harus memenuhi persyaratanku."
"Huh? Persyaratan?"
Nona Olivia memiringkan kepalanya ke samping seperti anak kecil, dia tampaknya tidak mengerti dengan apa yang kubicarakan di sini.
Mari katakan saja langsung.
"Aku akan menerima pembatalan pertunangan ini asalkan kamu mengatakannya secara langsung padaku, Nona Olivia."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments