Ep 13

Seharian Yuri tak melihat kekasihnya itu. Sejak pagi, biasanya Jimmy suka ke kelas Yuri. Tapi, ini tidak sama sekali. Ia juga tidak mengikuti ekskul Band.

Seharusnya kekasihnya itu sudah masuk sekolah seperti biasa. Di hubungi juga tidak bisa. Tidak ada kabar sama sekali darinya.

"What?! Jimmy tunangan?!" Teriak Gwen spontan.

Lily menyenggol Gwen, memberi kode untuk mengecilkan suaranya. Ia khawatir jika Yuri mendengar kabar tersebut.

"Apa kamu bilang? Tunangan sama siapa? Bukannya ~" Jihan ikut keceplosan.

Mereka secara perlahan melirik ke arah Yuri. Dengan perasaan bersalah dan takut jika Yuri mendengarnya. Untungnya, Yuri masih asik ngobrol dengan yang lain. Bahkan ia tertawa bersama yang lain.

"Jangan kencang-kencang ih! Untung Yuri gak dengar." Bisik Lily.

"Perasaan kemarin kita kesana, Jimmy gak ngomong apa-apa." Lanjutnya.

Pulang ekskul Yuri terlihat tidak baik-baik saja. Ia terus berjalan dengan menundukkan kepalanya. Tas tambahan yang ia pegang, ia tendang-tendang menggunakan dengkulnya.

"Tunangan? Dengan siapa? Kenapa begitu mendadak? Lalu aku? Apa dia mengkhianati aku? Kemarin juga biasa-biasa saja." Batinnya bertanya-tanya.

Saat itu, Yuri bersikap seolah-olah tidak mendengar pernyataan Gwen yang begitu kencang. Ia berpura-pura tertawa bersamaan dengan Sena, Mia, Cindy dan Nathan. Walau hatinya seketika terasa sakit dan hancur. Bagaikan petir di hari yang cerah.

***

Di tempat lain, Katherine dan Arnold kedua orangtua Jimmy sudah bersiap untuk menuju ke kediaman keluarga Davanka.

Keluarga Davanka dengan Arnold memang sudah dekat sejak mereka kecil. Istri mereka sudah lama ingin menjodohkan anak mereka. Sejak kecil, Jimmy dengan Prisa sudah sering main bersama.

Setiap liburan, mereka berlibur bersama. Hanya Prisa teman kecil Jimmy. Kedua orangtua Jimmy selalu melarang Jimmy untuk berteman dengan lawan jenis. Jimmy juga selalu di larang untuk main keluar rumah.

Berbeda dengan Jimmy, Prisa selalu mengumpat untuk berteman dengan teman sekolahnya. Usai pulang sekolah, ia menjauh dari teman-temannya. Seolah ia terlihat tidak memiliki teman.

Semakin besar, aturan tersebut semakin melonggar. Mereka sudah mulai memiliki banyak teman.

"Jimmy! Ayo kita berangkat!" Panggil Katherine.

Jimmy turun dengan menggunakan kemeja putih dan setelan jas berwarna putih gading. Dengan malasnya ia turun dari tangga.

Mereka pergi menuju kediaman Davanka. Jimmy menyetir mobil milik Papanya. Memasuki halaman yang megah, Papa dan Mamanya sibuk merapikan pakaian mereka.

Para pelayan mulai menyambut kedatangan mereka. Jimmy memberikan kunci mobilnya ke pelayan untuk di pindahkan.

Di dalam, Davanka dan Stefanny sudah menunggu untuk menyambut mereka. Sambutan hangat mereka berikan pada keluarga Arnold.

"Hei Arnold, gimana kabarmu?" Davanka menyapa Papanya Jimmy.

"Seperti yang kamu lihat Dav, aku sangat baik sekali." Balas Arnold.

"Lama sekali ya kita tidak berjumpa. Sekarang kamu sesukses ini." Lanjutnya.

Stefanny dan Katherine juga saling menyapa. Mereka duduk lebih dulu di sofa mewah yang berlapis emas.

Sedangkan Jimmy, hanya celingak-celinguk. Ia bingung harus mengikuti Papanya yang masih berdiri atau mengikuti Mamanya yang sudah duduk bersama Stefanny.

Puas bertegur sapa, Davanka mengajak Arnold dan Jimmy untuk duduk dan bergabung dengan istri mereka.

"Wah, Jimmy semakin tampan saja ya. Pasti banyak sekali kaum hawa yang mengejarnya." Sanjung Stefanny.

"Tentu saja Tante, bahkan aku pun~" Jawab Jimmy.

"Dia seperti Arnold, cuek dengan wanita." Sambung Katherine memutus pembicaraan Jimmy.

"Prisa juga seperti itu. Aku membebaskannya untuk berteman dengan yang lain. Tapi, anak itu sudah terbiasa sendiri." Balas Stefanny.

Mereka mulai bernostalgia saat anak-anak mereka masih kecil. Prisa selalu membuat Jimmy nangis. Apapun yang dimiliki Jimmy selalu di rebut oleh Prisa. Lama-lama Jimmy terbiasa dan mulai berbagi mainannya dengan Prisa. Jimmy sudah menganggap Prisa sebagai adiknya sendiri.

Keakraban mereka mulai membuat kedua orangtua mereka yakin untuk menjodohkan anak mereka. Selisih usia yang tidak terlalu jauh.

Awal mereka berniat untuk menjodohkan anak mereka, sejak Prisa masih berusia tiga bulan dan Jimmy sudah berusia satu tahun. Dulu, sebelum Arnold berhasil membangun perusahaan kecil. Arnold bekerja di perusahaan Davanka. Ia mendalami ilmu bisnis yang ia dapat dari Davanka. Sehingga ia bisa mendirikan perusahaan kecil.

Saat makan malam sudah tiba. Davanka dan Stefanny memanggil anak tunggal mereka untuk ikut makan malam bersama.

Prisa turun dengan pesonanya yang membuat siapapun yang menatapnya langsung jatuh hati padanya. Prisa di kenal sebagai primadona di sekolahnya. Bahkan namanya sudah di kenal di kalangan remaja. Di sosmed ia memiliki banyak pengikut. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang ideal, berkulit putih, senyuman maut yang membuat kaum Adam meleleh.

"Malam Om Arnold dan Tante Katherine." Prisa menyapa kedua orangtua Jimmy dengan anggun.

Dress berwarna putih gading yang menegaskan kecantikannya dan lekukan tubuhnya. Membuat Prisa terlihat elegan dan cantik.

"Ini Jimmy? Yang dulu suka nangis?" Tanya Prisa, mendekat ke Jimmy.

Meski Prisa memiliki ingatan yang lemah, ia masih mengingat masa kecilnya. Masa dimana ia selalu membuat Jimmy menangis.

Jimmy hanya membalasnya dengan satu sentuhan. Ia mendorong kepala Prisa dengan jari telunjuknya.

"Aku tidak pernah menangis. Kalau kau tidak mengambil mainanku." Jawab Jimmy.

***

Canda tawa di kediaman Davanka berbeda dengan suasana di kediaman keluarga Irawan.

Yuri hanya termenung di rumahnya sambil melihat adiknya belajar bersama Kenzie. Sementara Hani sibuk membuatkan makan malam untuk anak-anaknya.

"Kak! Kakak!" Panggil Keenan. Melihat kakaknya yang masih melamun. Keenan menepuk pipi kakaknya.

"Kamu siapa? Keluar dari tubuh kakakku!" Ucap Keenan. Yuri terbangun dari lamunannya.

"Kamu kira kakak kesurupan?" Tanya Yuri dengan kesal.

"Ya lagi bengong aja. Nanti ayam Pak Gito mati loh." Jawab Keenan.

"Perasaan Pak Gito gak punya ayam deh." Yuri mengingat-ingat.

"Memang Pak Gito gak punya ayam. Karena dia tahu tetangganya suka bengong. Jadi dia gak mau pelihara ayam." Balas Keenan.

Kenzie hanya melihat perdebatan kedua makhluk yang tidak pernah akur. Sama seperti dirinya yang selalu membuat keributan dengan Yuri.

"Sudah, sudah. Jangan ribut terus ah. Malu di lihat Kenzie tuh." Ucap Hani sambil mengajak anak-anaknya makan.

"Ken, makan dulu yuk." Ajak Hani.

"Terimakasih Tante, aku pulang saja." Kenzie menolak.

"Tidak ada penolakan! Makan dulu baru pulang. Kalau pulang naik motor dengan keadaan perut kosong yang ada nanti kamu sakit." Hani menarik tangan Kenzie.

Yuri selalu heran melihat tingkah Mamanya. Bukannya menarik anaknya untuk makan, ia malah menarik anak orang untuk makan dan membiarkan anaknya jalan sendiri ke meja makan.

"Ma! Aku kan anak mama. Seharusnya Mama menarik aku. Bukan narik Kenzie." Yuri merajuk pada Mamanya.

Selesai makan, Kenzie pamit untuk pulang. Yuri menemani Kenzie sampai pintu pagarnya.

Kenzie melihat Yuri yang tidak bersemangat membuat dirinya penasaran. Apa yang membuat Yuri murung.

"Kenapa? Putus? Kasian deh." Ejek Kenzie.

"Lebih menyakitkan dari putus cinta." Kenzie menelan saliva nya begitu mendengar jawaban dari Yuri.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!