Bibir tipis Anggun tersenyum saat melihat kedatangan Mirza. Ia senang karena rencananya berhasil. Mirza bagaikan kucing yang takut kehilangan majikannya.
Saat pintu kamarnya terbuka Anggun kembali menunjukkan wajah lesu. Dari pengamatannya melihat wajah Mirza yang muram, sepertinya Mirza dan Alishia habis bertengkar. Hati Anggun semakin bersorak-sorai karena berhasil memenangkan peperangan malam ini.
Mirza menyerahkan paper bag berisi makanan yang di minta Anggun.
Tidak ingin menghilangkan kesempatan emasnya, Anggun memasang wajah memohon. “Suapi aku Mas.”
Mirza memicingkan matanya. “Aku rasa tanganmu masih kuat untuk sekedar menyendok makanan,” jawab Mirza.
“Tubuh aku lemes banget Mas ... Mas enggak lupa kan kalau kata dokter aku tidak boleh kelelahan,” rengek Anggun dengan nada manja.
Tuhan andai saja dia tidak sedang mengandung keturunanku, rasanya ingin ku cabik-cabik wajah menggelikannya!
Dengan sangat terpaksa Mirza menyuapi Anggun.
Meskipun Mirza terlihat malas menyuapi dirinya, Anggun semakin merasa di atas angin. Bahkan ia meminta minum, atau sekedar mengambilkan kotak tisu untuk mengelap bibirnya yang belepotan.
Setelah suapan terakhirnya Mirza bangkit dari duduknya hendak menyimpan piring kotor yang di pegangnya. Namun ia teringat sesuatu lalu membalikkan tubuhnya menghadap Anggun.
“Besok Ibu akan kemari untuk menemani kamu, jangan sungkan meminta tolong pada ibu agar menyuapi makanmu seperti barusan,” sindir Mirza dengan wajah datarnya.
“Baik Mas, terima kasih atas perhatiannya,” jawab Anggun.
***
Siang itu Mirza masuk ke ruangan Alishia dengan membawa bekal yang sudah ia siapkan khusus untuk Alishia sebagai permintaan maaf, karena semalam Mirza tidak bisa mengabulkan keinginan Alishia.
“Sayang.”
Alishia memasang wajah cuek saat Mirza menyapa, ia hanya melirik dan kembali fokus pada pekerjaannya.
“Marahnya sudah ya, aku minta maaf,” ucap Mirza. Ia menghampiri Alishia dan berdiri tepat di samping tubuh Alishia yang masih duduk di kursi kerjanya.
Alishia menyandarkan kepalanya pada perut Mirza. “Aku cemburu kamu lebih mementingkan Anggun, aku juga sedang hamil sama seperti Anggun. Tapi kamu memperlakukan Anggun lebih istimewa dari pada aku,” keluh Alishia mengungkapkan pendapatnya.
Mirza mengelus kepala Alishia. “Aku tidak mengistimewakan Anggun, aku hanya berusaha menjaga kandungan Anggun. Kandungannya lemah dan aku tidak ingin sesuatu terjadi pada calon anak-anakku. Termasuk janin kamu, sayang.”
“Hmmm,” jawab Alishia.
“Sudah yuk makan, aku rela bangun pagi untuk masak buat makan siang kita,” ajak Mirza. Ia mengeluarkan kotak makan yang sudah ia siapkan.
Melihat makanan yang di masak Mirza saliva Alishia terkumpul di dalam mulutnya. Ia sudah tidak sabar untuk melahap masakan Mirza.
Melihat Alishia yang tampak tidak sabar, Mirza segera menyendok nasi serta ayam yang di masaknya lalu menyuapi Alishia.
Alishia menerima siapa Mirza. Rasanya selalu luar biasa, Alishia tidak pernah melewatkan masakan Mirza yang menurutnya lezat.
“Kapan jadwal cek kehamilan?” tanya Mirza.
“Sudah saat Mas honeymoon,” jawab Alishia sambil membuka mulutnya kembali.
“Kenapa tidak menunggu aku pulang, kita bisa cek bersama. Aku juga ingin lihat perkembangan kehamilanmu,” Mirza menyuapi Alishia kembali.
Alishia mengunyah makanannya, lalu menelan sisa makanan yang ada di mulutnya sebelum menjawab ucapan Mirza. “Kandunganku baik-baik saja, usia janinnya baru delapan Minggu. KB spiralnya sudah di ambil kemarin karena posisinya tidak berisiko untuk kehamilanku. Nanti jadwal periksa selanjutnya bulan depan.”
“Syukurlah, kalau kehamilanmu baik-baik saja. Jangan lupa di minum susu dan vitaminnya,” ucap Mirza mengingatkan, ia tidak ingin terjadi sesuatu pada kandungan Alishia.
“Oh iya Mas, pulang kantor nanti aku ingin ikut Jihan berbelanja, boleh?”
“Iya, tapi jaga diri baik-baik. Aku tidak bisa menemani, liburan kemarin membuat pekerjaanku sedikit menumpuk.”
Alishia memberikan kecupan di pipi Mirza. “Terima kasih,” ucap Alishia sambil tersenyum manis.
***
Beberapa toko di mall sudah mulai tutup. Alishia dan Jihan sudah selesai belanja. Mereka menentang beberapa paper bag hasil shopping mereka malam ini.
Alishia cukup lelah karena terlalu bersemangat untuk berkeliling mencari barang yang ingin ia beli, belanjaan yang di bawanya pun lebih banyak dari milik Jihan.
“Ta sini aku bantu bawa deh, aku takut kamu kenapa-napa,” usul Jihan.
“Ini enggak berat ko cuma baju sama sepatu doang,” elak Alishia. Ia merasa masih sanggup membawa barang-barang miliknya sendiri.
Saat hendak turun menggunakan eskalator, Jihan mendadak ingin buang air kecil. “Aduh Ta, aku kebelet pipis nih,” keluh Jihan.
“Yah gimana dong, taksi online aku udah nunggu di depan?”
“Kamu duluan aja, aku bisa sendiri kok. Kamu hati-hati ya,” ucap Jihan. Setelah mendapat jawaban berupa anggukan kepala Jihan berjalan dengan setengah berlari menuju toilet.
Kaki Alishia baru saja hendak menginjak eskalator, namun dorongan dari belakang membuatnya jatuh terguling-guling ke bawah.
Alishia merasakan sakit di seluruh badannya, pandangannya pun mulai mengabur. Rasa sakit di perutnya, membuat rasa cemas di hatinya. Ia takut terjadi sesuatu pada janinnya.
“Alishia,” teriakan Anggun menggema di mall tersebut karena sudah sepi pengunjung.
Dengan pandangan sedikit mengabur samar-samar Alishia melihat Anggun yang berjongkok di sampingnya. “A-anggun, to-tolong,” ucap Alishia sebelum pandangannya berubah menjadi hitam pekat.
Anggun terkejut saat mendapati paha Alishia yang tampak mengalir darah segar. “Astaga, tuhan,” ucapannya seraya menutup mulut.
“Tolong ... Tolong,” teriak Anggun.
Dua orang penjaga yang hendak mengecek keadaan mall menghampiri Anggun yang berteriak minta tolong.
“Pak tolong bantu teman saya jatuh dari eskalator,” ujar Anggun.
Mereka membawa Alishia ke rumah sakit yang jaraknya tidak jauh dari Mall. Anggun segera menghubungi Mirza tentang keadaan Alishia.
Mirza yang tengah fokus pada pekerjaannya segera pergi ke rumah sakit. Di perjalanan Mirza membawa mobilnya dengan membabi buta, ia sangat menghawatirkan keadaan Alishia dan janinnya.
Sesampainya di rumah sakit Mirza menghampiri Anggun yang sedang duduk di depan ruang rawat Alishia. “Mas,” panggil Anggun.
“Bagaimana keadaan Alishia?” cecar Mirza.
“Alishia di dalam, dia masih belum sadar. Dokter menunggu Mas, ada yang harus di bicarakan dengan keluarganya,” jawab Anggun.
Setelah kepergian Mirza, Anggun kembali duduk. Tubuhnya lemas, ia menenggak air putih miliknya hingga tandas tak bersisa.
Sepatu yang di kenakan Anggun menimbulkan bunyi karena pemiliknya yang tidak diam. Ya, Anggun sangat cemas tentang keadaan Alishia.
Setelah menunggu beberapa menit Anggun bangkit dari duduknya saat melihat Mirza menghampirinya. “Ba-“ baru saja Anggun ingin berbicara namun ucapannya terpotong karena sebuah tamparan mendarat di pipi mulusnya. Rasa panas menjalar di pipi Anggun, tangannya menyentuh bagian pipinya yang terasa perih.
“Karena ulahmu, Alishia kehilangan janinnya!” ucap Mirza dengan nada setengah berteriak menahan amarahnya.
“A-alishia kehilangan janinnya?” Tanya Anggun dengan nada tidak percaya.
“Pergi! Sebelum aku kehilangan kendali,” tegas Mirza dengan tatapan tajamnya.
Anggun menggelengkan kepalanya. “Enggak Mas, bukan aku yang menghilangkan janin Alishia,” ucap Anggun berusaha meyakinkan Mirza.
“Aku bilang Pergi!”
Anggun tidak pernah melihat Mirza semarah ini padanya. Ia sebenarnya takut namun Anggun merasa harus menjelaskan semuanya. Ia tidak melakukan apa pun pada Alishia.
“Mas tolong dengar penjelasan aku dulu,” ucap Anggun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Umisah Asther
alin anak mu udah pergi... sebaiknya km juga pergi dar miza..percuma mempertahan hubungan mu...semetara miza aja GK perjuangin km supaya di terima mamanya
2022-12-11
3