Jal*ang Teriak Jal*ang

"Kalau aku hamil anak Mas, apa mereka mau menerimaku?" manik Mirza membulat mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Alishia.

"Jangan berbuat macam-macam, namaku bisa tercoreng jika kamu benar-benar hamil!" tegas Mirza. Dia tidak habis pikir dengan pikiran Alishia, dirinya baru saja menikah jika beredar berita tentang dirinya yang menghamili wanita yang tidak jelas asal-usulnya. Hancur! Bukan hanya nama baiknya, nama keluarga dan nama perusahaannya bisa tercoreng karena masalah ini.

"Kamu mau apa, rumah?"

Alishia menundukkan kepalanya. Sakit, bagaimana orang yang ia cintai hanya menganggapnya sebuah barang yang bisa di beli dengan semua uangnya.

"Aku sudah mendapatkan semuanya dari Mas Mirza, tapi...."

Seolah tahu apa yang ingin di katakan Alishia dengan cepat Mirza menyela. "Kamu tidak lupakan semua perjanjian awal kita?"

"Tapi aku cinta sama kamu Mas," lirih Alishia. Ia memberanikan diri menenggakkan kepalanya untuk melihat reaksi wajah Mirza. Sorot manik Mirza menatapnya, sayangnya Alishia tidak tahu apa artinya. Ini pertama kalinya ia membahas masalah hati dan ini juga pertama kalinya bagi Alsihia melihat sorot manik itu.

Mirza menghela nafasnya. Ia menarik telapak tangan Alishia untuk ia genggam. "Aku tidak melarang kamu untuk jatuh Cinta padaku. Bahkan yang kita lakukan melebihi hubungan suami istri tanpa ikatan. Hidup bukan soal perasaan, aku tidak pernah mau menikah dengan perempuan manapun dan kamu tahu itu."

"Tapi Mas Mirza menikah dengannya," satu butiran bening berhasil lolos dari kelopak Alishia.

Mirza melepaskan salah satu tangannya yang menggenggam Alisha, ia menghapus air mata Alisha menggunakan jarinya. "Kalau Ibu tidak mendesakku untuk menikah, aku tidak mau menikah dengannya."

"Lalu hubungan ini?"

"Kamu bahagia bersamaku?" Pertanyaan Mirza di jawab oleh Alishia dengan anggukan.

Mirza memberikan sebuah kecupan di kening Alishia. "Kita akan tetap bersama, seperti ini. Tidak akan pernah ada yang berubah, jangan pernah berpikir untuk pergi. Aku menyayangimu Alishia."

Kecupan serta ucapan manis dari Mirza berhasil memenangkan Alishia. Ia hanya menatap lekat-lekat manik pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

"Ini yang terakhir kali kita membahas masalah ini, jadi jangan di bahas lagi sayang. Aku tidak suka."

Alishia mengangguk. Ia menghambur ke dalam pelukan Mirza.

***

Pagi itu Mirza dan Alishia berangkat ke kantor bersama. Cuti menikah Mirza sudah selesai. Saat berjalan menuju ruangannya banyak yang berbisik membicarakan Mirza dan Alishia yang datang bersama. Bahkan di lift ada beberapa orang yang berbisik-bisik.

Mirza tidak ambil pusing, begitu pun Alishia. Ia berjalan di samping Mirza tanpa ragu dan mereka berpisah saat Mirza lebih dulu masuk ke ruangannya. Dan Alishia masuk ke ruangannya yang berada tepat di samping ruangan Mirza.

Alishia mulai fokus mengerjakan pekerjaannya. Hingga jam istirahat ia mendapat pesan dari Jihan berisi ajakan untuk makan siang bersama di kantin. Alishia dengan cepat membalasnya, lalu ia merapikan mejanya dan berjalan menuju ruangan Jihan.

Siapa yang tidak kenal dengan Alishia? Bahkan para pria genit melempar senyum pada Alishia. Bukan hanya itu hampir seluruh staf di perusahaan tahu bahwa Mirza dan Alishia adalah partner di atas ranjang. Tapi mereka tidak menyangka setelah Mirza menikah Alishia masih terlihat bersama. Apalagi pergi ke kantor bersama di hari pertama Mirza masuk, pasca cuti menikah.

"Kapan aku boleh main ke apartemenmu?" tanya pria dengan tubuh tegap menodong Alishia dengan sebuah pertanyaan.

Alishia hanya melirik dan tersenyum singkat. Beruntung kehadiran Jihan menyelamatkannya dari pertanyaan tidak bermutu yang di lemparkan lelaki hidung belang beranak satu.

"Ayok, Ta," ucap Jihan seraya menarik Alishia menuju lift untuk turun ke kantin.

"Gila ya itu bapak-bapak masih aja godain Lo," gerutu Jihan.

Alishia hanya membalas dengan senyuman. Netranya menangkap siluet istri Mirza yang berada di depan lift saat mereka keluar.

Jihan tersenyum dan membungkuk hormat melihat istri Mirza. Lirikan matanya ke arah Alishia di tanggapi Alishia dengan mengangkat kedua bahunya.

"Lo jangan ngibarin bendera perang kayak gitu. Bahkan sekarang seisi kantor tahu kalau Lo masih hubungan sama Mirza. Gak lucu kan kalau jabatan Lo di cabut gara-gara istrinya Mirza gak mau suaminya selingkuh sama sekretarisnya."

"Perempuan itu yang rebut Mirza dari gue."

Jihan sedikit terkejut mendengar jawaban yang keluar dari mulut sahabatnya. Ia menarik Alishia masuk ke dalam toilet, beruntung di dalam toilet tidak ada siapa pun.

"Jangan main-main Ta, di luar sana masih banyak cowok yang lebih baik dari Mirza."

Alishia memandang Jihan dengan tidak suka. "Kenapansih Lo gak bisa support gue, gue sahabat lo Jihan."

Jihan menarik tangan Alishia ke dalam genggamannya. "Ta jalan yang lo pilih memang tidak sepenuhnya salah lo. Tapi lo pernah berpikir gak gimana perasaan istrinya Mirza?"

"Mirza gak tertekan sama hubungan kita, dan kita sama-sama bahagia."

Jihan tidak tahu harus berbicara apalagi untuk menyadarkan sahabatnya. Jelas-jelas menjadi simpanan dan merusak rumah tangga orang lain itu salah.

"Semoga Tuhan kasih jalan yang terbaik buat hidup lo Ta."

Alishia hanya mengangguk. "Ayok nanti meja kantinnya keburu penuh."

Mereka memilih meja makan yang berada di pojokan yang masih kosong. Meja yang tersedia di kantin berjejer rapi dengan empat kursi di setiap mejanya.

Setelah memesan makanan dan mereka mulai menyantap makan siangnya. Dua orang wanita menghampiri meja kerja Alishia dan Jihan.

"Gue ikut gabung ya."

Alishia menoleh dan mengangguk kecil. Tidak ingin banyak berdebat meskipun Alishia tahu wanita yang duduk di sampingnya adalah musuh bebuyutannya, namanya Rumi. Dia adalah mantan sekretaris Mirza yang di turunkan jabatannya karena tidak becus mengurus pekerjaan dan malah sibuk meminta jatah ranjang pada Mirza. Begitu berita yang beredar. Alishia tahu gosip yang beredar bahwa Rumi pernah menjadi friends with benefits bersama Mirza dan Mirza pun mengakui itu pada Alishia.

"Kamu tahu gak kalau ada cewek gak tahu diri masih deketin suami orang."

Sindiran itu terdengar jelas di kuping Alishia, karena Rumi berbicara dengan mendekatkan bibirnya ke arah telinga Alishia.

Alishia menoleh dan menatapnya tajam. "Gak usah urusin hidup orang, urus aja hidup lo sendiri!" ucap Alishia dengan nada pelan penuh penekanan.

"Beritanya heboh banget tahu, jadi tranding topik. Gak tahu malu banget sih ceweknya ganggu suami orang."

Jihan menghentikan acara makannya. "Ta, gue udah kenyang."

Alishia mengerti kode Jihan, sahabatnya itu memang tidak suka dengan kerusuhan.

"Ayok," ucap Alishia. Ia bangkit dari duduknya hendak berjalan namun dinginnya air yang membasahi kepalanya membuat Kemarahan Alishia tidak terelakkan. Satu tamparan keras ia berikan pada pipi Rumi yang lancang menumpahkan minuman dingin.

Tidak tinggal diam Rumi balik menampar, namun tangannya di tepis oleh Alishia. Satu tangan Rumi berhasil menjambak rambut Alishia. "Dasar ******, berani banget Lo nampar gue!"

Alishia membalas Rumi dengan menjambak rambut pirang Rumi. "Dasar ****** gak laku, Lo masih dendam karena Mirza lebih milih gue dari pada Lo?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!