Mirza masuk ke apartemen Alishia untuk memastikan keberadaan kekasihnya. Saat masuk ke kamar Mirza mendengar suara gemercik air dari kamar mandi.
Mirza mendekat ke arah pintu, ia mencoba menekan handle pintu, ternyata tidak di kunci. Dengan perlahan Mirza masuk di tatapnya tubuh Alishia yang duduk di lantai dengan air shower yang menyala membasahi tubuh rampingnya.
Mirza berjalan mendekat, ia berjongkok tepat di belakang Alishia. Tangan besarnya merengkuh tubuh Alishia ke dalam dekapannya dengan sangat erat.
Air shower yang dingin kini berhasil membasahi kemeja yang di kenakan Mirza.
Alishia hafal betul siapa yang mendekapnya dengan erat, di pandanginya tangan kekar Mirza. Rasa hangat mulai menyelimuti dirinya.
Sudah lima menit Mirza menunggu, tapi Alishia masih diam membisu di dalam dekapannya.
“Sudah ya, kita ganti baju,” ujar Mirza seraya membelai rambut Alishia yang basah.
Melihat anggukan kepala Alishia, Mirza membantu kekasihnya untuk bangun. Mirza menatap wajah Alishia yang tampak pucat, ada rasa sesal di hatinya membiarkan tubuh kekasihnya berada di bawah shower lebih lama.
Dengan telaten Mirza melepaskan pakaian basah Alishia. Mirza juga yang membantu mengeringkan tubuh Alishia.
Setelah memastikan tubuh Alishia hangat di balik piamanya, kini giliran dirinya untuk berganti pakaian.
Seperti sudah terlatih dengan kondisi seperti ini, Mirza berjalan ke dapur membuatkan susu hangat untuk Alishia.
Saat kembali ke kamar di pandanginya Alishia yang tengah mengeringkan rambutnya. Mirza menyimpan susu hangat di atas meja rias, ia mengambil alih hairdryer untuk membantu Alishia mengeringkan rambut.
“Jangan pernah berpikir untuk membatalkan rencana pernikahan kita. Karena aku tidak akan pernah membiarkan kamu membesarkan anak kita sendirian,” ucap Mirza dengan nada seriusnya.
***
Anggun berjalan dengan tergesa menuju ruangan Mirza. Wajahnya tampak merah menahan amarah, tanpa mengetuk pintu lebih dulu ia masuk ke ruangan suaminya tanpa permisi.
“Apa yang di katakan ibu benar Mas?” cecar Anggun saat berada di hadapan Mirza.
Mirza masih tampak santai membaca berkas yang sedang di pelajarinya. “Soal apa?”
“Pernikahanmu dengan Alishia,” jawab Anggun.
Mirza menurut berkas. Perhatiannya kini ia arahkan pada Anggun sepenuhnya. “Iya aku dan Alishia akan segera menikah!”
Anggun memberikan tatapan tajamnya pada Mirza, bibirnya terkatup tanpa suara. Ia mencoba menetralkan amarah dalam dirinya. “Kamu tega Mas. Kita baru saja menikah dan kamu mau menikahi wanita lain. Apa yang akan di katakan orang-orang tentang kita dan keluarga kita. Kalau hanya ingin bertanggung jawab aku rasa kamu cukup membiayai kehamilan Alishia.”
“Janin yang di kandung Alishia bukan Cuma membutuhkan uang, anak itu darah dagingku. Dia berhak mendapat perlakuan istimewa dari ayahnya,” tegas Mirza.
Anggun melayangkan sebuah tamparan di pipi Mirza. “Kamu egois hanya mementingkan janin itu. Aku ini istri kamu, selama ini aku diam saat kamu berselingkuh dengan wanita itu. Tapi kali ini aku tidak akan tinggal diam kebahagiaan rumah tanggaku di hancurkan olehnya,” ujar Anggun dengan nada berapi-api, serta tangannya yang mengepal erat.
Kesabaran Mirza sudah di ambang batas, kelakuan Anggun sudah di luar batas. “Kamu yang menghancurkan kebahagiaan aku dengan Alishia. Dari awal aku sudah menolak perjodohan ini, bukan aku yang egois. Tapi kamu!” jari Mirza menunjuk ke arah Anggun.
“Jadi kamu menyalahkan aku?” tanya Anggun. Ia menepis tangan Mirza yang lancang menunjuk dirinya.
“Kamu yang bersikukuh ingin menikah dengan aku, jadi jangan salahkan aku. Dari awal aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini terjadi!”
Anggun tersenyum masam, air matanya kini mengalir membasahi pipinya. “Apa kurangnya aku Mas. Aku tidak kalah cantik dari Alishia. Aku tidak seperti dia yang menjajakan tubuh demi uang, harga diriku lebih tinggi ketimbang dia yang seorang pemuas nafsu di atas tempat tidur.”
“Alishia lebih baik dari kamu!”
“Aku Isti kamu mas, tapi kamu malah membela pelacur itu!”
Mirza menghela nafas dengan kasar. “Keluar, aku sudah muak mendengar mulut busukmu itu!”
Anggun menatap manik Mirza. “Aku tidak akan pernah membiarkan orang lain merusak kebahagiaanku!”
“Keluar!” bentak Mirza.
Anggun berjalan meninggalkan Mirza, ia tidak akan tinggal diam. “Lihat saja Alishia kau akan hancur di tanganku,” batin Anggun.
Anggun merasakan angin segar di tengah panas yang melanda hatinya. Ia tersenyum sinis saat melihat keberadaan Alishia di lobby yang tampak ramai.
Anggun menghampiri Alishia dan memberikan sebuah tamparan keras di pipi mulus Alishia.
Alishia terkejut saat mendapat tamparan di pipinya. Tangannya menyentuh pipi kirinya yang terasa perih.
“Dasar pelacur tidak tahu diri. Kau pikir dengan kehamilanmu Mirza akan jatuh ke tanganmu?”
Dahi Alishia mengernyit mendengar ucapan Anggun, ia tidak menyangka Anggun akan secepat ini tahu tentang kehamilannya.
Anggun merasa menang saat dirinya dan Alishia menjadi pusat perhatian. “Kau butuh uang berapa? Aku bisa memberikan berapa pun yang kau minta, tapi aku mohon jangan merusak kebahagiaan rumah tanggaku!”
Alishia hanya diam membisu, pikirannya kalut. Bibirnya terasa kelu, rasa malu menyelimuti dirinya. Banyak pasangan mata yang menatapnya tidak suka.
“Jawab Alishia kau butuh uang berapa?” Anggun mengeluarkan cek dari tasnya, lalu melemparkannya tepat mengenai tubuh Alishia.
Alishia menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Ia berjongkok untuk mengambil cek yang jatuh tepat di kakinya.
Alishia tersenyum sinis memandang cek satu miliar di tangannya. Alishia mengembalikan cek tersebut ke tangan Anggun.
“Maaf Bu, saya tidak serendah itu!”
Alishia melangkah pergi meninggalkan Anggun, semua pasang mata yang berada di lobby mengiringi langkahnya menuju lift.
Di dalam hatinya Anggun tersenyum senang, ia berhasil merendahkan Alishia di hadapan banyak orang. Alishia akan menjadi bahan gunjingan orang-orang di kantor.
Alishia mengusap matanya yang hampir saja menjatuhkan pertahanan dirinya. Setelah pintu lift terbuka ia berjalan menuju ruangannya, dengan langkah tergesa.
Alishia menutup pintu ruangannya, tubuh lemahnya ia sandarkan pada pintu. Air matanya mengalir begitu deras. Ia menggigit bibirnya agar tidak ada suara tangis yang keluar dari mulutnya.
Ponsel yang berada di saku jasnya terus berdering. Alishia mengeluarkan ponselnya, dan mengecek notifikasi yang terus bermunculan. Banyak pesan yang masuk di akun media sosialnya, semuanya berisi hinaan untuk dirinya.
‘Dasar wanita pelacur!’
‘Pelakor seperti dirimu harusnya lenyap dari dunia ini, lebih baik kau bunuh diri saja!’
Alishia menggelengkan kepalanya, ia tidak sanggup membuka satu persatu pesan yang masuk. Tubuhnya luruh ke lantai, semua ketakutannya benar-benar terjadi.
Alishia menghapus air matanya, ia mencoba menelepon seseorang.
“Aku membutuhkan obat itu hari ini juga,” ucap Alishia saat panggilan tersebut tersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments