“Untuk apa mencariku? Bukankah kamu sudah puas melakukan itu dengan istrimu!”
Manik Mirza memicing dengan senyum tipis, ada rasa yang membuncah mendengar Alishia cemburu padanya.
“Aku ingin mengajakmu makan siang, bukan mencari kepuasan,” jawab Mirza sambil melangkah pelan menuju meja kerja Alishia.
Alishia segera bangkit dari duduknya, dia berdiri tegak dan menatap Mirza tajam. “Maaf Pak, tapi saya sudah ada janji makan siang bersama teman saya.”
“Alishia, jangan seperti ini. Ayo kita makan perutku lapar, aku menolak ajakan Anggun demi makan siang bersamamu.”
Mendengar ucapan Mirza hati Alishia sedikit luluh, namun bisikan di hatinya tentang video semalam membuat kepalanya mendidih dalam sekejap.
Pandangan Mirza dan Alishia menuju ke arah pintu yang di ketuk. Jihan tersenyum dan menunduk hormat. “Selamat siang Pak, maaf mengganggu saya ada janji makan siang bersama Alishia.”
Tanpa menunggu Mirza membuka suara, Alishia berjalan melewati Mirza. Saat berpapasan dengan tubuh Mirza, tangan Alishia di tarik namun dengan cepat Alishia menepisnya dan berjalan menuju Jihan tanpa menatap Mirza sedikit pun.
“Saya permisi Pak,” pamit Jihan pada Mirza.
Setelah kepergian Alishia dan Anggun. Mirza sedikit melonggarkan dasinya, tidak biasanya Alishia menolak dirinya. Bahkan seperti malas berbicara dengannya, tidak ingin terlalu mempermasalahkan sikap Alishia yang berubah Mirza hanya menganggap bahwa kekasihnya itu tengah datang bulan.
***
Jihan memperhatikan Alishia dengan pandangan kosong, yang mengaduk makan siangnya dengan asal.
“Ta,” panggil Jihan seraya mengusap pelan tangan Alishia yang tengah mengaduk makanan.
Alishia sedikit tersentak mendapat sentuhan dari Jihan. Pandangannya tertuju pada Jihan yang kini menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Berantem sama pak Mirza?” Jihan kembali bersuara.
Alishia mengangguk, “Anggun kirim video hubungan ranjang mereka.”
Jihan menghela nafas, lalu mengusap pelan punggung tangan sahabatnya. “Kamu tahu Mirza sudah menikah, dan dia tidak salah melakukan itu dengan istrinya.”
“Tapi aku sakit hati Jihan,” ujar Alishia dengan nada yang hampir menangis.
“Anggun pun sama sakit hatinya seperti kamu, di sini yang senang hanya Mirza. Memiliki dua wanita yang bisa ia pakai untuk senang-senang ... Aku sudah berapa Kali bilang padamu tinggalkan Mirza, karena pada akhirnya wanita yang akan tersakiti.”
Alishia melihat kemarahan bercampur rasa iba dari mata Jihan yang menggenang. “Aku pun tidak akan pernah rela kamu tersakiti seperti ini, jadi aku mohon lupakan Mirza demi kebaikanmu sendiri.”
Air mata Alishia berhasil lolos mendengar ucapan Jihan. “Kalau aku bisa melupakannya, tidak mungkin aku bertahan di tengah rasa sakit ini.”
Jihan meremas tangan Alishia yang berbeda di dalam genggamannya. “Kamu bisa Ta, ada aku di sini.”
Jam makan siang sudah berakhir, makanan Alishia tidak tersentuh sedikit pun. Jihan memesankan makanan untuk Alishia, ia takut sahabatnya itu kelaparan. Mereka berpisah setelah makan siang, Alishia berjalan menuju ruangannya.
Ada perasaan kasihan karena menolak ajakan Mirza, Alishia menatap makanan yang di pesan Jihan. Hati kecilnya menyuruh Alishia memberikan makanan itu untuk Mirza karena dirinya tidak lapar.
Dengan perlahan Alishia berjalan menuju pintu ruangan Mirza tangannya terangkat hendak mengetuk, namun di tariknya kembali tangan itu saat bisikan di telinganya yang mengingatkan Alishia agar berusaha menjauh dari Mirza dan tidak perlu memedulikan pria itu lagi.
Alishia memilih kembali ke ruangannya, di simpannya kotak makan tersebut di pojok meja kerjanya. Sementara ia berusaha fokus mengerjakan pekerjaannya, namun tidak lama pintu ruangannya di buka tanpa suara ketukan.
Tanpa menengok pun Alishia tahu siapa orang yang berani masuk tanpa mengetuk pintu selain Mirza. Saat langkah Mirza mendekat bahkan duduk di hadapannya, Alishia tetap acuh dan berusaha tidak peduli meski hatinya bergetar.
Mirza tersenyum ia senang melihat Alishia lewat CCTV yang ingin masuk ke ruangannya tapi di urungkan. Di tatapnya kotak makan dengan logo Restoran bergambar ayam.
Tanpa bersuara Mirza mengambil kotak tersebut dan membukanya, ia menatap potongan ayam goreng dengan nasi. Bukan seleranya tapi ia menghargai Alishia yang perhatian padanya, baru saja ia ingin menyuapkan satu potong ayam tersebut ke mulutnya suara Alishia berhasil menginterupsi.
“Saya rasa bapak masih bisa membeli ayam goreng sendiri, perusahaan yang di pegang bapak tidak mungkin bangkrut hanya karena membeli ayam goreng,” ketus Alishia sambil menatap tajam Mirza.
Dengan santainya Mirza memakan ayam goreng tersebut, rasanya lumayan tidak terlalu buruk. “Aku memang tidak akan bangkrut, meskipun harus membeli puluhan potong ayam goreng. Tapi ini wujud menghargai pemberian kekasihku.”
“Saya tidak memberikan untuk bapak,” sanggah Alishia.
“Tadi saya melihat kamu ingin mengetuk pintu ruanganku, dan membawa kotak ini.”
Alishia kalah kali ini, dia malu. Bagaimana bisa Mirza mengetahui itu. Ia memilih kembali fokus pada pekerjaannya dan tidak memedulikan Mirza.
Mirza menghabiskan kotak makan tersebut. Ia menatap Alishia yang masih saja mengacuhkannya. “Jangan terlalu lama cemburunya, aku tidak suka kamu mendiamkan aku.”
Alishia menatap Mirza sejenak lalu kembali fokus pada pekerjaannya.
“Kita makan malam bersama ya,” bujuk Mirza. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah belakang Alishia. Melihat Alishia yang masih diam, Mirza memeluk leher kekasihnya. Menyimpan dagunya di pundak Alishia. Menghirup aroma yang sudah jadi candu baginya.
“Kamu cemburu karena tadi siang, aku minta maaf. Anggun menemuiku untuk meminta izin, dia ingin membuka usaha butik.”
Sentuhan serta ucapan Mirza berhasil menggoyahkan hatinya. Tapi penampilan acak-acakan Anggun sangat membuatnya yakin mereka melakukan itu.
Suara ketukan di pintu menyelamatkan hidup Alishia, karena Mirza melepaskan pelukannya dan menjauh darinya.
“Masuk!” perintah Alishia.
Mirza tidak ingin mengganggu kegiatan kerja Alishia, ia berjalan ke luar ruangan. Namun ia berhenti sejenak saat melihat Adam, karyawan bagian HRD. Selain itu dia sering melihat Adam yang berusaha menggoda Alishia. Aura dingin Mirza layangkan saat Adam menunduk hormat pada Mirza.
Sebetulnya kedatangan Adam bukanlah penyelamat, Alishia malas mendengar gombalan yang di lakukan pria itu setelah kepergian Mirza.
“Kamu makin cantik, gak ingin gitu gandeng sama aku di pelaminan?” ujar Adam dengan senyum jahil menggoda Alishia.
“Adam,” panggil Alishia dengan suara sedikit meninggi serta sorot mata tajam. Kali ini ia malas berbasa-basi dengan siapa pun.
“Perasaan tiap ketemu aku, kamu PMS terus Sha,” keluh Adam dengan wajah yang di buat sedih.
“Ada perlu apa?” Tanya Alishia tanpa memedulikan ucapan Adam.
Adam menghela nafas, dia tidak akan pernah bisa merayu wanita yang diam-diam muncul di hati kecilnya.
***
Alishia bernafas lega setelah sampai di apartemennya. Ia membersihkan tubuhnya yang lengket, setelah selesai mandi ia memakai pakaian tidurnya.
Di tatapnya tempat tidur yang menjadi saksi bisu setiap hubungan badannya bersama Mirza. Ada perasaan perih kala mengingat video sialan itu kembali.
Tubuh Alishia menegang saat merasakan seseorang yang memeluknya dari belakang. “Ko kamu pakai baju tidur, malam ini aku mengajakmu makan di luar, lupa?”
Alishia berusaha melepaskan tangan Mirza yang berada di atas perutnya. “Lepaskan!”
Mirza hanya menuruti ucapan Alishia untuk melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Alishia yang tampak lelah.
“Kalau kamu lelah, kita makan di apartemen saja. Biar aku yang memasak,” usul Mirza.
“Pergi!”
Mirza mendekat ke arah Alishia, lalu mengulurkan tangannya membelai pipi kekasihnya dengan penuh kasih sayang.
“Kamu siap-siap, aku tunggu di luar,” ujar Mirza dengan senyuman tipis di bibirnya.
Alishia memandang kepergian Mirza dari kamarnya, ia sudah bertekad untuk menjauh dari Mirza tetapi rasanya sulit. Ia duduk di atas tempat tidur yang menghadap cermin lemarinya.
Di sana tampak wajah Alishia yang lesu, di pandanginya tubuh Alishia dari atas hingga ke bawah. Rasanya tidak ada yang salah dengan dirinya, mengapa ibu Mirza tidak suka kepadanya. Padahal ia tidak pernah berbuat salah sedikit pun, mungkin ibu Mirza tidak merestui hubungannya hanya karena ia seorang yatim piatu. Senyum sinis muncul di bibir Alishia.
Mirza menunggu dengan tidak sabar, ia sudah satu jam menunggu Alishia. Tapi kekasihnya itu tidak keluar juga dari kamarnya.
Mirza bangkit dari duduknya, saat tangannya hendak membuka pintu namun terhenti karena pintu tersebut lebih dulu di buka oleh Alishia.
Tidak ada senyum atau wajah bahagia yang biasa di tunjukkan Alishia. Tapi sampai saat ini Mirza tidak mengerti kenapa kekasihnya itu seperti marah besar padanya, padahal Mirza merasa bahwa ia tidak melakukan kesalahan yang fatal.
Makan malam itu terasa berbeda. Sesekali Mirza melirik Alishia yang tampak sibuk memakan makanannya dengan serius. Mirza meletakan garpu yang di pegannya.
“Apa aku berbuat salah, sayang?” Tanya Mirza dengan suara lembut dan panggilan sayang. Berharap bahwa Alishia luluh.
Wajah Alishia yang semula menunduk menatap makannya terangkat menatap Mirza serius. “Mas pilih Anggun atau aku?”
Alis Mirza terangkat kala mendengar pertanyaan yang terlontar dari Alishia. “Sayang, kamu sudah berjanji kita tidak akan membahas itu lagi.”
“Kalau mas pilih Anggun biar aku yang pergi menjauh dari kehidupan kalian.”
Ucapan tegas dari mulut Alishia berhasil membuat jantung Mirza sedikit berdebar. Ia menarik jemari Alishia ke dalam genggamannya.
“Kamu tahu kalau aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak bisa meninggalkan Anggun begitu saja.”
Alishia menarik tangannya, ia menghapus buliran bening yang berhasil lolos dari kelopak matanya. “Kalau begitu aku yang pergi, permisi.”
Mirza menghela nafas melihat tubuh Alishia yang meninggalkan, ia berdiri dan mengejar Alishia. Dengan langkahnya yang besar ia mampu menghentikan langkah Alishia.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
Alishia menarik tangannya yang di genggam Mirza. “Rasa cinta yang mas berikan hanya menyakiti aku, hatiku tidak bisa baik-baik saja melihat mas bersetubuh dengan Anggun.”
“Aku-“
Dengan cepat Alishia memotong ucapan Mirza. “Aku tahu mas berhak meniduri istri mas sendiri, tapi aku tidak bisa menerima itu. Hatiku sakit.”
Ada sayatan kala melihat Alishia yang menangis, ia hendak membawa tubuh Alishia ke dalam dekapannya. Tetapi tubuh Alishia menjauh darinya.
“Aku tidak mungkin mencoreng nama baikku dan keluargaku. Reputasiku bisa hancur kalau aku bercerai dengan Anggun, kamu tahu sendiri pernikahanku dengan Anggun bahkan belum genap satu bulan.”
“Terima kasih, mas sudah memberikan pilihan yang bagus. Biar aku yang pergi,” putus Alishia.
Mirza menarik kembali tangan Alishia yang hendak melangkah. “Aku tidak bisa kehilanganmu sayang, ku mohon mengertilah dan beri aku waktu sebentar lagi aku berjanji akan menceraikan Anggun.”
💕💕💕
Terima kasih atas dukungannya, semoga kalian suka dan tidak bosan menunggu kelanjutannya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments