Calon Kaka Ipar

Ariana memperhatikan wajah kakaknya yang tampak lesu dan penuh keringat. “Kaka kok cepet banget sampainya, perasaan Ana baru minta jemput? ... Kaka enggak pulang ke rumah?”

Pertanyaan yang di lontarkan Ariana hanya di jawab dengan gelengan kepala serta senyuman yang menghiasi bibir pucat Alishia.

“Biar Ana saja yang bawa motornya,” ucap Ariana. Ia tidak tega melihat wajah kakaknya yang terlihat lesu dari biasanya.

Alishia mengangguk dan memberikan ruang untuk Ariana membonceng dirinya.

Tubuhnya terasa lemas, kepalanya sedikit terasa pusing. Namun semuanya semakin bertambah buruk saat motor yang di kendarai Ariana sampai di depan rumah mereka, pasalnya di sana masih ada Mirza yang duduk di kursi yang tersedia di pelataran rumah.

Kepalang basah, karena Mirza sudah melihat dirinya. Sementara Alishia tidak melihat keberadaan Mirza karena mobil tadi sudah tidak terparkir di depan rumahnya. Tapi mengapa Mirza masih ada di sini.

Alishia mencuri pandang ke arah wajah Ariana yang penuh dengan tanda tanya melihat keberadaan Mirza.

Mirza bisa bernafas lega setelah menunggu di halaman rumah Alishia hampir lima jam lamanya. Matanya berbinar saat melihat Alishia baik-baik saja. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Alishia yang masih mematung di tempatnya.

“Sayang,” ucap Mirza tepat di hadapan Alishia.

Ariana tersenyum kepada Mirza dan berjalan masuk ke rumah meninggalkan Alishia.

Hati Alishia tersentuh mendengar panggilan sayang yang selalu keluar dari bibir Mirza. Tapi dengan cepat ia menepis perasaan itu, ia memasang wajah tegasnya. “Untuk apa datang ke sini?”

“Aku khawatir dengan keadaan kamu,” ungkap Mirza. Tangannya terangkat untuk meraba bibir Alishia yang tampak pucat. Namun tangan Mirza tertahan di udara saat seorang wanita paru baya menyapa Alishia.

“Lagi libur Sha?”

Alishia tersenyum ramah pada tetangganya, “Iya Bu.”

“Kalau ada waktu main ke rumah ibu ya.”

Melihat Alishia hanya menganggukkan kepalanya wanita paru baya tersebut berpamitan.

Perhatian Mirza tertuju pada kantung plastik berwarna putih yang di genggam Alishia. Mirza menariknya saat Alishia lengah, di bukanya kantung plastik tersebut.  Mirza mengernyitkan dahinya saat melihat isi kantung plastik tersebut.

“Ini tes kehamilan untuk apa?”

Rahang Alishia mengeras saat melihat kantung plastik berisi tes kehamilan miliknya di rebut oleh Mirza. “Kembalikan, itu bukan urusan kamu.”

Mirza menyembunyikan kantung plastik tersebut ke belakang tubuhnya, sementara Alishia berusaha merebutnya.

Melihat adegan yang tidak senonoh tersebut Ariana menggelengkan kepalanya, dengan seulas senyum tergambar jelas di bibirnya. Hatinya sedikit tenang, melihat kedatangan Mirza kemari. Setidaknya bayi yang di kandung sang Kaka jelas ayahnya, tidak seperti dirinya yang sampai saat ini tidak tahu siapa pria yang telah menitipkan benihnya pada sang ibu hingga terlahir dirinya tanpa seorang ayah.

“Ka lebih baik bicaranya di dalam, tidak enak di lihat tetangga,” teriak Ariana sambil tersenyum meledek sang Kaka.

Pipi Alishia bersemu merah di ledek seperti itu oleh sang adik, ia menampakkan wajah marahnya pada Ariana. Tetapi senyum Ariana semakin lebar.

Mirza menengok ke belakang, ternyata perempuan yang tadi bersama Alishia adalah adiknya. Baru kali ini Mirza melihat Ariana secara langsung, selama ini ia hanya melihat dari foto di ponsel Alishia.

“Ayo calon Kaka ipar masuk, di luar panas,” ajak Ariana pada Mirza.

Mata Alishia semakin membulat sempurna mendengar ucapan Ariana serta tubuh Mirza yang berjalan masuk ke rumahnya.

Terpaksa Alishia masuk ke dalam rumahnya, di sana Mirza tengah duduk dengan minuman dingin di tangannya.

Netra Alishia mencari keberadaan Ariana, akan tetapi ia tidak mendapati tanda-tanda kemunculan adiknya.

Pandangannya kini tertuju pada Mirza, “Lebih baik bapak keluar dari sini!”

Mirza menaruh gelas yang ia pegang ke atas meja, ia mengeluarkan isi kantung plastik yang ia rebut dari Alishia.

Tes kehamilan dengan berbagai merek tergeletak di atas meja, pandangan Mirza kini tertuju pada perut rata Alishia.

“Untuk apa kamu beli semua ini?” tanya Mirza dengan nada dingin.

Alishia mengepalkan tangannya, “Aku rasa ini bukan urusan bapak lagi.”

Mirza berdiri dari duduknya, ia berjalan pelan menuju tempat Alishia berdiri.

Derap langkah Mirza sukses membuat jantung Alishia berdebar tidak karuan. Alishia memilih menundukkan kepalanya, ia tidak sanggup jika harus bertatapan dengan Mirza.

Mirza mengangkat dagu Alishia, hingga ia bisa melihat wajah Alishia lebih dekat.

Alishia berusaha menghindar namun tangan Mirza menahan rahang Alishia cukup kuat.

“Lepas pak!”

“Tatap aku Alishia!”

Alishia memilih menyerah dan menatap sepasang manik hitam milik Mirza.

Mirza merasa kasihan saat melihat wajah Alishia yang ketakutan karena dirinya. “Untuk apa kamu beli semua tes kehamilan itu?” tanya Mirza dengan nada pelan.

“Aku sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini, dan aku rasa tidak ada salahnya jika aku memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam tubuhku.”

Alishia merasa beruntung mendapatkan jawaban yang tepat, terbukti kini rahangnya terlepas dari cengkeraman Mirza.

Ariana berjalan menuju ruang tamu dengan nampan berisi kue. Ia tidak habis pikir kenapa Alishia berbohong pada kekasihnya, bukannya bagus jika kekasihnya tahu dan mereka akan segera menikah. “Ka Alishia hamil,” ucap Ariana.

Reaksi Mirza sangat terkejut. Mirza menengok ke arah Ariana, lalu menatap Alishia meminta penjelasan.

“Ariana apa yang kamu katakan, semua itu tidak benar,” sangkal Alishia. Dia tidak ingin percaya pada ucapan mbok Surti, karena ia belum memastikan kebenarannya.

Ariana berjalan mendekat, ia menaruh piring berisi kue ke atas meja. “Mbok Surti tidak mungkin berbohong ka.”

“Mbok Surti memang tidak mungkin berbohong, tapi masalahnya Kaka memasang KB spiral. Dan kemungkinan besarnya Kaka tidak hamil, jangan langsung percaya begitu saja,” ucap Alishia menjelaskan semuanya.

Kini Ariana hanya diam membisu, pertanyaan demi pertanyaan kini berputar di kepalanya.

Mendengar perdebatan Alishia bersama adiknya membuat tanda tanya besar di kepala Mirza. Ada perasaan senang jika Alishia benar-benar hamil, tapi ia kembali teringat pada sang ibu yang menentang keras hubungannya dengan Alishia.

Mirza memilih menarik tangan Alishia keluar dari rumah, “Kita harus memeriksanya!”

Alishia berusaha melepaskan tangannya, “Tidak perlu, lepaskan aku!”

Mobil Mirza sudah terparkir di depan rumah, ia membuka pintu dan mendorong Alishia agar masuk.

“Mas tidak perlu, aku tidak hamil.”

Mirza tidak menggubris ucapan Alishia, ia duduk di samping Alishia. “Jalan! Kita ke rumah sakit,” ucap Mirza pada sopirnya.

“Jarak dari sini ke rumah sakit cukup jauh pak, jika urgen ada puskesmas yang dekat di depan sana.”

“Kita ke puskesmas saja!”

“Baik Pak,” jawab sopir.

Mobil mulai melaju, Alishia duduk dengan perasaan cemas. Ia menghadap ke arah Mirza sambil mengatupkan kedua tangannya.

“Kita kembali ke rumah saja, kita tidak perlu memastikan aku hamil atau tidak. Mas sendiri yang mengatar aku memasang kontrasepsi waktu itu, aku tidak mungkin hamil,” ucap Alishia berusaha meyakinkan Mirza.

Mirza hanya menatap manik Alishia, apa yang di katakan Alishia benar. Tapi dia ingin memastikan semuanya baik-baik saja.

Tidak memakan waktu lama mobil yang mereka naiki sampai di puskesmas. Mirza merasa ragu saat melihat puskesmas yang tampak kecil, sepertinya fasilitas di sana tidak lengkap.

“Kita ke rumah sakit saja!”

Terpopuler

Comments

Zakia

Zakia

Ariana anak pak Gunawan ayah dari Riza itu tebakan q

2022-12-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!