"Jadi putri duyung itu cuma dongeng."
"Kau malah terkejut dengan itu," ucap Jenifer lemah pada Latifa sebelum akhirnya mereka memasuki rintangan pertama, arus batu.
Terdapat bebatuan di sepanjang jalan mereka, kecuali melewatinya tidak ada yang bisa dilakukan lagi. Jenifer memberikan arahan pada Ardhi dan Latifa yang dituntut turut membantu dalam mengendalikan kapal dari layar.
Mereka berkelok-kelok di antara arus, mempertahankan agar tidak ada sedikitpun goresan yang mengenai kapal meski demikian itu sesuatu yang sulit.
Bagian sisi kapal sesekali menghantam pinggir batu, walau tidak menghancurkannya tetap saja perlu biaya lebih dalam perbaikannya.
"Ke kiri."
"Aaaah, kenapa aku harus melakukan ini juga?" teriak Latifa.
"Jika kau berfikir mati lebih baik maka tidak masalah."
"Sialan."
Ardhi baru tahu bahwa seorang Arch Priest juga bisa mengumpat seperti itu, dengan banyak perjuangan mereka bertiga terbaring di atas kapal.
Jenifer tertawa lepas.
"Haha yang barusan benar-benar menyenangkan."
"Jantungku hampir copot dan kau malah bilang begitu."
"Aku pikir kita akan mati," tambah Ardhi sedangkan Jenifer membetulkan posisinya untuk berdiri.
"Keseruannya masih belum selesai."
Entah Ardhi atau Latifa keduanya merasakan firasat buruk yang sulit dijelaskan. Langit yang cerah kini berubah mendung bersamaan angin yang berhembus semakin dingin, tidak berlebih jika ini ciri khas ketika datangnya sebuah badai, para ikan terlihat mulai berenang menjauh begitu juga makhluk-makhluk yang terbang di udara.
Jenifer menyeringai senang selagi memegangi topingnya yang tersedot ke depan, untuk Latifa dia segera menahan gaunnya.
"Ini mengerikan."
Ardhi bisa melihat bagaimana hanya dalam sekejap saja sebuah tornado hitam tercipta, tornado itu menarik seluruh air ke atas bahkan hewan yang terlihat seperti ular naga kini terbang ke langit.
"Jadi itu yang dinamakan pusaran black hole."
"Bukannya hebat, tutup semua layar kemudian kita akan menerobos ke sana."
"Kau gila."
"Memangnya kau punya cara yang lain."
"Ini mengerikan," Latifa terus mengulang kata tersebut selagi memeluk tiang kapal.
Jenifer terus mengatur bagaimana kapalnya akan melewatinya, jika bukan dia Ardhi sudah ragu bisa sampai kemari. Ia mulai merasakan uang yang dimintanya sebelumnya tidak apa-apanya dengan pekerjaan seperti ini.
Resikonya terlalu besar.
"Semuanya waktunya pertunjukan," tepat saat Jenifer mengatakan itu kapal mulai terangkat dari air kemudian mengikuti arus yang dibuat oleh pusaran tersebut.
Semakin naik maka semakin cepat mereka terangkat, Latifa bahkan tak bisa berhenti berteriak sedangkan Ardhi hanya memegangi bagian sisi kapal selagi melihat bagaimana pemandangan yang ada di bawahnya.
Mereka benar-benar terangkat sampai awan sebelum akhirnya meluncur ke depan selanjutnya jatuh bebas.
"Uwwaaaaah.... kita akan mati!"
"Sepertinya begitu, tidak ada cara untuk menahan kapal ini agar tidak terhempas saat kembali ke permukaan air."
"Sudah jelas kan, Ardhi bagaimana sekarang?"
"Aku akan melakukan sesuatu, jadi tolong berhenti berteriak."
"Mana mungkin, aku tidak segila orang itu sampai bisa tertawa di saat seperti ini."
Ardhi menutup matanya selagi berkosentrasi untuk membayangkan kapal yang dinaikinya, 10 kaki dari permukaan laut kapal tersebut segera berhenti di udara lebih tepatnya melayang lalu mendarat secara perlahan.
Latifa maupun Jenifer terkejut mengetahui bahwa mereka baik-baik saja, sementara itu Ardhi terlihat kelelahan dengan nafas terengah-engah.
"Yang barusan?"
"Ini teknikku, aku bisa mengendalikan apapun hanya dengan pikiranku."
Jenifer memukul punggung Ardhi.
"Kita selamat, kini aku punya kisah untuk dibagikan pada orang-orang di bar."
"Tolong rahasiakan kekuatanku pada yang lainnya."
"Itu bukan masalah," balas Jenifer tersenyum lebar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments