Chapter 7: Hari Ketiga

Orang yang berada di atas cenderung memiliki perintah mutlak yang kuat tanpa ada protes dari bawahan. Jika itu terjadi, semua tergantung pada atasannya sendiri.

Untuk sekarang aku memutuskan berada di bawah teman sekelas ku sendiri yang lemah, tujuannya tidak terlalu jelas. Aku hanya ingin mencoba untuk menjadi anti sosial dan melihat tindakan mereka nantinya.

Lina tidak ingin melihatku terluka, tapi walaupun begitu dia tetap kesal denganku karena malah berpasangan dengan gadis yang lebih rendah. Karena itulah banyak lelaki di kelas memutuskan untuk main hakim sendiri kepadaku.

Bagaimana dengan Elaina?

Aku memang akan melindunginya, tapi itu hanya dari hal yang membuatnya takut.

Aku tidak akan melibatkan Elaina lebih jauh, aku ingin agar semua orang membenciku dan melupakan Elaina seutuhnya. Seperti itulah caraku melindunginya.

Mereka akan sadar kalau Lina memiliki seorang saingan dalam hal kecantikan dan tidak dibutakan oleh satu orang saja.

Hari ketiga telah datang, aku menyelesaikan hari-hari sebelumnya dengan berbagai hal merepotkan.

"Satomi, ada apa? Dari tadi kau terus menatapku, aku jadi malu."

Disaat sedang memikirkan Elaina, tanpa sadar aku terpikat pada wajahnya yang cantik itu. Wajahnya putih dan mulus, bulu mata dan alis yang indah, lalu matanya yang berwarna biru itu semakin menambah kecantikannya, ditambah lagi rambut panjangnya yang berwarna perak sangat menarik perhatianku.

"Maaf, hanya saja. Apa warna rambutmu itu asli?"

"Ya, ini asli. Lagipula kau juga orang Jepang bukan? Harusnya kau tahu ada beberapa gadis juga yang memiliki rambut seperti ini."

"Ah, benar juga. Aku belum memberitahumu."

"Tentang apa?"

"Aku hampir menguasai semua bahasa di dunia ini, tentu saja yang utama adalah Inggris, lalu Jepang, Mandarin, dan yang terakhir adalah Indonesia. Untuk sisanya aku memang bisa, tapi aku jarang menemui orang selain dari ke-empat bahasa itu."

"Jadi maksudmu kau bukan orang Jepang? Tapi namamu-"

"Memang benar namaku seperti campuran antara Jepang dengan Inggris, tapi bukan itu maksudku. Seperti yang kau tahu, aku tidak mengerti sama sekali tentang masa laluku sendiri. Walaupun begitu aku mengetahui beberapa hal tentang budaya di berbagai negara. Aku juga tidak mengerti kenapa aku bisa mengetahui tentang pengetahuan umum dan dasar untuk anak SMA, bahkan materi perkuliahan saja aku sudah menguasainya."

"Itu hebat sekali, dengan begitu kau bisa mendapatkan nilai sempurna dalam ujian nanti."

"Kau percaya?"

"Tentu saja, melihatmu yang seperti itu. Aku yakin kau tidak berbohong."

Inilah yang membuatku tertarik pada Elaina. Selain karena kecantikannya, sikapnya dari dalam dan yang paling utama adalah ketulusannya untuk mempercayaiku.

"Tapi nilai tes masuk yang kau dapatkan hanya 80 bukan? Apa kau menahan diri dan sengaja mengincar nilai rata-rata?"

"Sepertinya aku tidak bisa berbohong, ya."

"Kenapa kau melakukan itu? Aku tidak paham sama sekali."

"Elaina, aku mempunyai alasan tersendiri yang tidak perlu kau tahu. Tolong ya, jangan beritahu kemampuan akademis dan atletik ku pada yang lain."

"Ya, baiklah. Sebagai gantinya kau harus mengajariku belajar untuk ujian Minggu depan."

"Aku tidak keberatan."

Dengan begini kesepakatan didapatkan, aku akan mengajari Elaina belajar untuk ujian dan Elaina akan merahasiakan kemampuanku pada semua orang.

Memang agak beresiko, tapi aku percaya pada Elaina karena aku tidak merasakan adanya firasat buruk saat aku memberitahukan kemampuanku.

Alasanku menahan diri?

Aku juga tidak bisa menyebutkannya, yang pasti aku hanya ingin menikmati ketenangan tanpa mengikuti berbagai kompetisi di sekolah ini. Karena akan sangat merepotkan jika aku harus bersaing melawan banyak orang yang terlalu yakin dengan kemampuannya.

"Satomi."

"Ya?"

"Terima kasih sudah mau bersama dengan orang sepertiku."

"Seharusnya aku yang bilang seperti itu, tidak ada yang salah dengan dirimu."

"Bukan itu, kau menganggap semuanya merepotkan dan kau masih mau melindungiku. Aku sangat senang."

"Begitu ya?"

Aku melihat wajah Elaina yang memerah untuk sesaat lalu mengalihkan pandangan. Sayang sekali, sepertinya aku belum mendapatkan emosi apapun. Tapi tidak perlu terburu-buru, masih ada waktu untuk menumbuhkannya.

"Maaf menganggu kemesraan kalian, sekarang adalah pelajaran bela diri. Bisakah kalian segera mengganti baju dan pergi ke lapangan?"

Danna datang dan menegur kami lalu pergi setelahnya sebelum aku sempat berterimakasih padanya.

Ini adalah jam pelajaran bela diri, jadi aku langsung melepas seragam olahraga biasa ku sambil berjalan ke bagian loker belakang kelas, tempat aku menyimpan barang-barang ku termasuk baju bela diri.

"Satomi, kau mesum!"

"Apanya yang mesum? Aku hanya ingin mengganti baju."

"Kau melepasnya dihadapan ku dan jantungku tidak akan aman jika-... Tunggu, goresan apa yang ada di perutmu itu? Bentuknya seperti cakaran."

Gawat, aku melupakan tentang luka yang ada di bagian perut dan membiarkan Elaina melihatnya.

"Oh, ini. Hanya luka biasa."

"Kau bohong, jelas-jelas itu bukan luka biasa!"

"Maaf Elaina, kau adalah orang pertama yang melihat luka ini. Sebelumnya aku selalu berhati-hati untuk tidak membuka bajuku sembarangan, tapi entah kenapa sekarang kewaspadaan ku menurun tanpa menyadari kalau kau ada di kelas. Bisakah kau rahasiakan ini?

"Aku akan merahasiakannya dengan satu syarat."

"Syarat? Kuharap bukan sesuatu yang merepotkan."

"Mudah saja. Satomi, biarkan aku memegang tubuh mu."

"Kali ini kau yang mesum bukan? Apa tidak ada syarat lain?"

Rasanya memang aneh ketika mendengar syarat dari Elaina, tapi aku kembali mengingat kalau dia akan bertindak secara agresif.

"Tidak, kau salah paham! Aku hanya ingin memegang goresan di ototmu itu, terutama di bagian perut."

"Otot ya? Kalau begitu tidak masalah."

"Benarkah? Permisi.."

Aku mengizinkan Elaina untuk memegang bagian otot perutku, lalu dengan perlahan dia mendekatkan tangan kanannya pada bagian perut ku.

"Ini keras sekali, apa kau menjalani latihan khusus sebelumnya? Dilihat dari beberapa ototmu, hanya bagian punggung saja yang tidak terlihat. Maaf, apa kau merasa geli?"

"Aku tidak menjalani apapun yang kupikir merepotkan. Untuk bagian geli atau tidaknya, sepertinya tidak."

"Selain kemampuan akademis, kau juga memiliki fisik yang bagus. Kurasa aku jatuh cinta pada orang yang tepat."

"Elaina, aku ingin segera memakai baju bela diriku. Bisakah kau segera memakai bajumu juga? Lalu lepaskan tanganmu yang menghalangiku."

"Eh? Ya, maafkan aku. Aku akan melepaskannya."

"Tidak masalah, sekarang kesepakatan kita bertambah. Kalau begitu, aku menunggumu di lapangan."

"Apa kau tidak ingin melihat dan memegang tubuhku juga?"

"Itu tidak perlu."

Baju bela diri telah terpakai. Tanpa melihat ke belakang lagi, aku berjalan keluar kelas dan berniat untuk pergi ke lapangan olahraga yang berada tidak jauh dari area kelas satu.

Datang terlambat saat jam bela diri bukanlah hal yang baik, apalagi guru bela diri untuk siswa kelas satu dikenal sangat galak dan menakutkan, bahkan lebih menakutkan dari pak Smith. Beliau sangat disiplin dan jika ada siswa yang terlambat satu detik saja, maka hukuman pasti diberikan pada siswa yang terlambat itu.

Aku melihat semua teman sekelas ku kecuali Elaina sedang melakukan pemanasan yaitu jogging, mereka berlari santai keliling lapangan dengan serius. Itu karena sang guru bela diri mengawasi mereka dengan tatapan yang jauh lebih menakutkan dari pak Smith.

Tidak ada yang perlu ditakuti, aku langsung mendekati beliau dan menyapanya dengan tenang.

"Maaf, bapak bela diri. Aku terlambat."

"Sudah sekitar 7 menit kau terlambat, sebagai hukuman kau harus melakukan push up selama 70 kali!!"

Pantas saja mereka takut, cara bicaranya ternyata juga lebih tinggi dan terasa seperti berada di puncak kemarahan. Ditambah lagi hukuman yang harus dikerjakan adalah melakukan push up sesuai berapa menit siswa itu terlambat, lalu dikali dengan 10. Mereka terlalu takut untuk menolak jika gurunya seperti ini.

"Aku tidak keberatan dengan hukumannya, tapi bagaimana dengan perempuan? Apakah dia akan mendapatkan hukuman yang sama?"

"Jadi masih ada yang terlambat dan dia adalah seorang perempuan. Biasanya aku memberikan hukuman lompat bintang pada seorang perempuan yang terlambat, itu tergantung berapa menit dia terlambat. Jika 1 menit maka dia akan melakukannya sebanyak 5 kali."

"Terima kasih atas jawabannya. Tapi, aku tidak bisa melakukannya 70 sekaligus, bagaimana jika aku menyicilnya?"

"Itu terserah saja, kau harus menyelesaikannya sebelum jam bela diri berakhir. Jika tidak, maka pengurangan poin akan terjadi."

Berpura-pura sebagai orang lemah adalah pilihanku saat ini, walaupun begitu aku yakin kalau guru bela diri yang tidak aku ketahui namanya ini secara perlahan akan mengetahui tentang kemampuan fisik ku. Untuk itu, aku harus bisa mengelabuinya dengan baik.

"Maaf aku terlambat!"

Elaina akhirnya datang menyusul ku ke lapangan olahraga.

"Terlambat 11 menit, hukuman mu adalah melakukan loncat bintang selama 55 kali!"

"Huh, apa? Itu terlalu banyak!"

"Salahmu sendiri karena terlambat, apa kau ingin mendapatkan pengurangan poin? Dengan begitu kau tidak perlu melakukannya!"

Loncat bintang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan push up, tapi tetap saja keduanya sama-sama melelahkan jika dilakukan secara terus-menerus.

"Tenanglah Elaina, kita harus menjalani hukuman yang diberikan. Lain kali ayo berusaha agar tidak terlambat lagi."

"Maaf Satomi, ini semua karena aku yang mengajakmu bicara dan menghambat mu."

"Tidak perlu minta maaf, ayo lakukan."

"Ya."

Aku dan Elaina akan melakukan pemanasan yang berbeda dari siswa yang lain. Mereka semua kecuali kami berdua melakukan jogging dan lari santai, sedangkan aku melakukan push up dan Elaina melakukan loncat bintang.

Sepertinya mereka akan terus mengelilingi lapangan selama 15 menit karena memang itulah waktu terbaik untuk berlari santai.

Aku mengambil posisi push up dan Elaina bersiap untuk melompat lalu hukuman pun dijalankan.

"Lakukan dengan benar!"

Guru bela diri ini lebih memperhatikan kami berdua daripada kebanyakan siswa yang sedang berlari sekarang, padahal banyak dari mereka yang duduk santai di tengah jalan tanpa diketahui oleh beliau.

Satu kali dorongan, dua kali dorongan, tiga kali dorongan, ..., delapan dorongan, ..., 12 dorongan, ..., dan 20 dorongan. Selesai sampai situ, aku berpura-pura kelelahan setelah melakukan push up sebanyak 20 kali.

Begitupun dengan Elaina, setelah melihatku berhenti melakukannya, dia juga ikut berhenti di 27 hitungan, artinya perlu 28 kali lagi agar dia bisa menyelesaikan hukumannya.

Aku dan Elaina menjadi pusat perhatian teman sekelas kami karena hal ini, sungguh merepotkan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!