Chapter 2: Pertemuan Tak Terduga

Mencari pasangan, sebenarnya ini mudah dilakukan karena siswa di kelas berjumlah 31 orang. Seharusnya hanya satu siswa yang tidak akan mendapatkan pasangan, karena itulah para siswa harus segera memilih dan mendaftarkan pasangan mereka dengan cepat.

Aku melihat jam dinding di kelas dan mengetahui kalau sekarang adalah pukul 9 kurang 10 menit. Masih ada waktu sekitar 6 jam 10 menit lagi sebelum terlambat mendaftar.

Bahkan untuk sekarang aku tidak tahu harus berbuat apa karena keadaan kelas yang sepi, aku hanya duduk terdiam di bangku depan sambil memikirkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi dari ujian pasangan ini.

Banyak para siswa yang berkeliaran untuk mengenal lingkungan sekolah lebih jauh, jika dilihat-lihat, hanya ada sekitar 4 orang termasuk aku di kelas ini.

Ini membosankan dan terlalu merepotkan, aku sempat terpikir untuk berpasangan dengan orang yang bisa diandalkan agar aku bisa bersantai dan membiarkannya untuk mengerjakan sesuatu sendiri.

Semua sudah jelas. Ketika mendengar kata pasangan, maka itu berarti ada sesuatu yang akan dilakukan secara berpasangan. Baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

"Lina akan berpasangan denganku, kau cari saja yang lain!"

"Hah. Apa kau bilang?!"

"Aku menjadi orang pertama yang dijawab olehnya saat aku bertanya, jadi dia tertarik denganku bukan?"

Baru beberapa saat menikmati ketenangan, dua orang yang sama-sama memiliki tubuh yang besar ini datang memasuki kelas dan saling beradu mulut untuk memperebutkan Lina.

Kurasa ini wajar terjadi, kurang lebih sama seperti perkelahian dalam memperebutkan seorang pacar idamannya. Mereka berdua membuat seisi kelas yang tadinya sepi menjadi keramaian orang.

Tidak hanya dari kelas E, banyak siswa dari kelas lain yang juga penasaran dengan keributan yang terjadi.

"Kau mau berkelahi?!"

"Boleh saja, aku akan meladenimu sialan!"

"Kau yang sialan!"

Suara mereka berdua terdengar dengan sangat keras, tentu saja itu semakin mengundang banyak siswa untuk menonton keributan yang telah mereka buat.

Cukup, aku tidak ingin terlibat dan menjadi saksi atas kejadian ini. Kurasa lebih baik jika aku ikut berkeliaran dan berjalan-jalan untuk mengenal lingkungan sekolah ini.

Aku bangkit dari kursi ku lalu berjalan melewati kerumunan orang-orang yang menyaksikan perkelahian. Mereka bahkan tidak melerai keduanya dan terus menyaksikan dengan berbagai macam ekspresi, mungkin mereka takut atau semacamnya.

Yang paling kuat pasti akan mendapatkannya, hanya itu satu-satunya cara.

Berjalan santai menikmati ketenangan adalah salah satu caraku untuk menghabiskan waktu. Entah sudah berapa lama aku berjalan, tanpa terasa lingkungan sekolah sudah terlihat asing.

Mungkin aku tersesat, tapi aku tidak peduli karena aku masih bisa bertanya kepada seseorang yang menjadi warga sekolah di sekitar sini, baik itu kakak kelas maupun guru itu sendiri.

Aku jadi penasaran seberapa luas sekolah ini, termasuk ukuran pastinya. Kupikir aku akan menemui ujung sekolah yang dihalangi oleh tembok dan para siswa nakal akan membolos keluar melewati tembok itu. Tapi ternyata aku salah, sekolah ini lebih luas dari perkiraan ku.

"BRUK!"

Tanpa diduga seseorang menabrak ku saat sedang berjalan santai, tentu saja ini diluar dugaan. Aku ingin terkejut tapi kurasa perasaan itu tidak akan bisa keluar.

Perlahan aku membalikkan badan dan melihat seorang gadis berambut perak yang sepertinya terus berjalan dengan rasa panik hingga tanpa sadar menabrak diriku.

"Kau tidak apa-apa?"

"Anu, maafkan aku! Aku tidak sengaja! Eh tunggu, apa kau Satomi?"

Sesaat setelah meminta maaf, gadis ini bertanya padaku dengan ekspresi kebingungan.

Padahal aku ingin segera meninggalkannya, tapi dia mengenalku dan mungkin saja gadis ini adalah teman sekelas ku. Tidak ada kemungkinan lain selain itu, karena aku tidak pernah memperkenalkan diriku pada orang lain kecuali teman sekelas ku sendiri.

"Darimana kau tahu namaku?"

"Huh, kau bahkan tidak mengingat teman sekelas mu sendiri!"

Ternyata memang benar.

"Bukan tidak mengingat, aku hanya tidak peduli."

"Kau memang orang aneh!"

"Memangnya kenapa? Aku tidak peduli. Kalau tidak ada urusan lagi, aku akan pergi!"

Kurasa dia hanya ingin berbasa-basi denganku untuk menghilangkan rasa paniknya itu, jadi aku langsung kembali berjalan santai meninggalkannya.

"Tunggu!"

Seseorang menarik tangan kananku, tentu saja dia adalah orang yang sama.

"Ada apa?"

"Anu, sebenarnya aku sedang diuntit oleh teman sekelas ku sendiri. Tolong aku Satomi, tetaplah bersamaku hingga mereka pergi!"

Aku mengerti ada yang salah dengan pertemuan tak terduga ini. Kurasa dia sedang ketakutan karena diikuti dan dipaksa oleh teman sekelas untuk jadi pasangannya, lalu tanpa sadar dia tersesat karena terus menghindarinya. Dan secara kebetulan aku juga berada di tempat yang sama dengannya, ini hanya perkiraan ku untuk sementara.

"Aku tidak keberatan, tapi kenapa harus aku? Jika kau meminta kakak kelas yang dapat diandalkan untuk melindungi mu, maka semuanya akan jauh lebih mudah."

"Tidak, hanya saja. Meminta tolong kepada teman sekelas lebih baik daripada orang lain."

"Begitu ya?"

"Ya, kumohon tolong aku. Satomi!"

Gadis ini menundukkan kepalanya dengan tulus pertanda dia benar-benar membutuhkan pertolongan.

Bagaimana cara untuk merubah perasaanku?

Aku tetap saja tidak peduli walaupun sudah melihat ketulusannya itu, baru kali ini dalam hidupku ada seseorang yang menundukkan kepala padaku dengan tulus.

Aku memang aneh dan aku menyadarinya. Apalagi teman sekelas ku dulu ada yang kesal hingga bertanya padaku.

Apakah kau benar-benar manusia?

Kurasa mereka bertanya seperti itu karena ketidakpedulian ku terhadap orang lain, singkatnya mereka menganggapku adalah orang yang egois dan hanya mementingkan diriku sendiri.

"Begini saja, bagaimana kalau kita membicarakannya di tempat lain? Kakiku terasa cukup lelah jika terus berdiri."

"Jadi maksudmu aku harus menceritakan kejadiannya lebih dulu?"

"Baguslah kau cepat mengerti, kalau begitu ayo kita bersantai di taman itu!"

"Aku mengerti."

Bukan tanpa alasan aku mengajaknya untuk berpindah tempat, itu karena sang penguntit akan dengan mudah mendengarkan pembicaraan kami di sela-sela bangunan. Berbeda dengan taman, tempat itu sangat beresiko bagi seorang penguntit kelas bawah.

Jarak antara aku dan gadis ini menuju taman hanya sekitar 50 meter, jadi hanya perlu beberapa menit untuk sampai disana.

Sesampainya disana, mataku langsung terpaku dengan keindahan taman ini. Hamparan bunga yang indah dan pepohonan hijau mengisi seisi taman, melihatnya saja sudah membuat diriku merasa sangat tenang.

"Aku jadi ingin berbaring, bukankah ini sangat indah?"

"Ya, tolong jangan lupakan janjimu untuk menolongku!"

"Aku mau saja mendengarkan masalahmu, tapi aku belum tentu bisa menolong. Lagipula aku belum berjanji apapun padamu."

Tanpa pikir panjang aku langsung berbaring di rerumputan yang hijau ini, rasanya sangat lembut dan seperti berada di lapangan golf. Lalu kemudian gadis ini ikut berada di sebelahku, dia hanya duduk sambil menatap wajahku.

"Curang sekali, apa kau marah karena aku sudah menabrakmu?"

"Sudah kubilang aku tidak peduli, rambut perak. Dari awal aku hanya ingin bersantai."

"Kenapa kau memanggilku rambut perak?! Apa kau juga tidak mengingat nama ku?"

Gadis ini mendadak marah, padahal sebelumnya dia hanya merasa takut dan panik.

"Bisa dibilang seperti itu, kau bisa cari seseorang yang jauh dapat diandalkan daripada diriku. Hanya itu saran yang bisa kuberikan."

"Jangan mengalihkan topik, Satomi! Aku juga memiliki alasan tersendiri atas tindakan keras kepala ku ini."

"Begitu ya?"

"Harlow Elaina, itu namaku. Panggil saja Elaina, biarkan aku menceritakan kejadiannya padamu!"

Jadi namanya adalah Harlow Elaina, seorang gadis yang menjadi teman sekelas ku untuk beberapa tahun kedepan. Dia lumayan tinggi dan memiliki daya tarik yang tidak kalah dari Lina, kurasa wajar saja jika dia juga menjadi incaran para lelaki di kelas.

"Kalau begitu Elaina. Salam kenal, aku Satomi!"

"Ya, bisa aku ceritakan sekarang?"

"Tentu."

Elaina bercerita panjang lebar tentang kejadian yang menimpanya pagi tadi setelah pak Smith keluar kelas. Dari tindakan paksa yang dilakukan oleh mereka hingga mengancam Elaina dengan hal yang ditakutinya.

Beberapa teman sekelas Elaina adalah teman SMP yang satu angkatan dengannya, jadi mereka dapat mengetahui apa yang Elaina takuti. Dia sangat takut dengan hewan berkaki banyak apalagi dengan laba-laba sekecil apapun ukurannya.

"Seperti itulah Satomi, aku sangat takut sekarang!"

"Apa kau tahu jumlah pastinya?"

"Satu orang, laki-laki."

"Dan dia menguntit mu diam-diam?"

"Mungkin saja. Aku juga tidak tahu, tolong!"

Dengan nada bicara yang semakin mengecil, Elaina terus meminta tolong padaku. Kurasa suaranya telah habis karena ketakutannya lalu memaksakan diri untuk bercerita padaku.

"Begini Elaina, aku hanya orang yang lemah dan aneh. Bukankah kau sudah tahu ketika melihat caraku memperkenalkan diri?"

"Kalau itu, anu. Ya, Aku merasa kau orang yang tepat."

"Apanya yang tepat?"

"Eh?! Lupakan saja!"

Gadis ini, dia mencurigakan dan sedikit merepotkan. Dari awal aku merasakan ada yang aneh ketika pertemuan ini terjadi, rasanya terlalu sulit untuk dikatakan kebetulan karena aku berjalan santai mengikuti rute yang terpikir dalam otakku sendiri.

Aku dapat merasakan beberapa hal darinya, seperti perasaan takut, perasaan panik, dan juga perasaan tulusnya yang ingin meminta tolong. Ini membuatku bingung.

"Elaina, sepertinya kau akan menghadapi masalahmu sekarang. Lihat belakangmu!"

Aku menyadari kalau ada seseorang yang mendekat ke arah kami dan aku pun memperingatkan Elaina. Lalu dia berbalik dan setelahnya, wajah ketakutannya kembali muncul.

"Satomi, bagaimana ini?!"

Ternyata memang benar kalau dia adalah teman sekelas kami, mungkin juga satu SMP dengan Elaina.

"Maaf Elaina, aku tidak bisa membantu apapun. Hadapi dia sesukamu, kau bisa bersembunyi atau lari darinya walaupun kurasa percuma saja, kalian akan tetap bertemu di dalam kelas."

Aku langsung bangkit dari rumput taman yang telah membuatku merasa tenang, meninggalkan Elaina seorang diri yang sedang dalam keadaan terpuruk. Tujuanku sekarang adalah kembali ke kelas karena aku sudah merasa puas dengan ketenangan yang kudapatkan.

Elaina akan menghadapi seseorang yang ditakutinya, kuharap dia tidak merasa putus asa.

Kenapa aku tidak menolongnya walaupun aku bisa?

Dari dulu aku selalu merasa kerepotan dan tidak ingin berhubungan dengan seorang gadis lebih jauh. Itu karena dari semua gadis yang pernah kutemui, aku sama sekali tidak bisa menebak tindakan dan emosi mereka yang selalu berubah-ubah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!