Chapter 14: Ujian Akademik Part 1

Pagi ini adalah hari senin, para siswa kelas 1-E berkumpul di kelas untuk menjalankan ujian akademis. Sambutan hangat pak Smith untuk ujian yang akan berlangsung satu Minggu ini dimulai.

"Selamat pagi semuanya! Aku ucapkan selamat untuk siswa yang akan mengikuti ujian, kali ini kalian akan melakukan ujian untuk menguji kelayakan kalian. Seperti yang kalian ketahui, ujian kali ini berupa ujian akademik. Silahkan tunggu beberapa menit lagi! Aku harap kalian dapat mengikutinya dengan baik. Dan yang terakhir, harap kenakan jam tangan yang kuberikan. Itu saja yang dapat kusampaikan, terima kasih!"

Selesai menyambut para siswa, beliau langsung berjalan ke arahku dan Elaina lalu meletakkan dua jam tangan di meja.

"Jaga baik-baik!"

"Ya."

Padahal sekarang adalah ujian akademik, tapi sepertinya meja kami tidak dipisah dan aku tetap duduk bersampingan dengan Elaina.

"Maaf, pak Smith. Apakah ini adalah ujian berpasangan?"

"Memangnya ujian apa lagi? Apa kau ingin mengerjakannya sendirian? Jangan bercanda, kau harus bekerjasama dengan pasanganmu."

"Ah, baik. Maafkan aku."

Jadi begitu, meja kami tidak dipisah karena ujian yang akan dilakukan secara berpasangan.

Aku mengambil jam tangan yang tergeletak dan memakainya di tanganku, sepertinya jam tangan ini memiliki bentuk yang sama dengan siswa lain.

Setelah menjalani hari ujian tanpa persiapan dan penuh dengan kejadian merepotkan, aku akan mengerjakannya bersama dengan Elaina.

Aku melihat ke arah Elaina, mungkin dia sedikit gugup. Rasa gugup itu memang wajar terjadi karena dia terlalu memikirkan kemungkinan terburuk yang akan dihadapi, tapi sayang sekali aku tidak dapat merasakan perasaan gugup itu.

Mereka berbeda denganku, aku bahkan sama sekali tidak peduli dengan ujian ini dan sempat menguap beberapa kali.

Aku melihat sekeliling sambil menunggu dan melihat banyak orang yang antusias memakai jam tangan pemberian sekolah.

"Sudah semuanya? Sekarang aku akan membagikan kertas untuk kalian kerjakan. Jumlahnya adalah 100 soal, waktu kalian 2 jam."

"Baik!"

Pak Smith kembali ke mejanya untuk mengambil beberapa lembar kertas ujian dan membagikannya.

"Karena kau sendirian, kau harus bisa mengerjakannya sendiri. Itu adalah resiko karena tidak mendapatkan pasangan."

Kami sudah menerima kertasnya dan bersiap untuk mengerjakannya. Namun perhatianku sedikit teralihkan pada seorang lelaki yang sendirian, singkatnya dia adalah orang yang tidak mendapatkan pasangan saat hari pertama.

Kalau tidak salah namanya adalah Bark Neet, seorang lelaki yang memiliki tinggi badan terendah di kelas, bahkan dia lebih rendah dari sekian banyak perempuan. Kurasa mereka semua meremehkannya, aku juga tidak peduli dan lanjut mengerjakan ujian bersama dengan Elaina.

"Dengar! Kalian boleh bekerjasama dengan pasangan kalian, tapi ingat! Jika kalian menyebarkan jawabannya ke orang selain pasangan kalian sendiri, maka pengurangan poin akan terjadi. Satomi! Jangan memainkan jam tangannya, fokuslah pada ujian!"

"Baik, maafkan aku."

Pak Smith menegurku hanya karena aku memainkan jam tangan ini karena penasaran. Apa boleh buat, akan kuselesaikan dalam waktu yang singkat.

"Kerjakan sekarang!"

"Siap!"

Waktu ujian telah berjalan, sekarang para siswa terfokus pada pasangannya saja untuk mengerjakan kertas ujian yang diberikan.

"Satomi, aku tidak mengerti sama sekali. Maaf, aku selalu merepotkan mu."

"Hmm.. ya, tidak masalah. Ini soal yang mudah."

"Kau benar-benar hebat, ya."

"Mungkin."

Pada dasarnya ini adalah 100 soal matematika dengan tingkat menengah hingga tinggi, aku jadi merasa aneh kenapa sekolah khusus atletik memberikan pertanyaan matematika yang sangat sulit bagi banyak siswa.

Namun tidak untuk ku, pertanyaannya sangat mudah bahkan aku yakin akan selesai dalam waktu kurang dari 20 menit jika aku serius. Waktu 2 jam masih terlalu lama hanya untuk pertanyaan seperti ini.

"Bagaimana? Satomi."

"Memang sangat mudah, berapa nilai yang kau inginkan?"

"Eh? Kenapa tanya aku? Itu terserah padamu."

"Jawab saja, aku tidak ingin mendapatkan nilai sempurna."

"Umm.. baiklah, kalau begitu 85. Bagaimana?"

"85, ya. Boleh juga!"

Total ada 100 soal, jadi 1 soal bernilai 1. Aku perlu menjawab 85 soal dengan benar dan 15 soal dengan salah. Soal pilihan ganda seperti ini, aku harus sedikit berhati-hati agar tidak salah tandai antara bagian A sampai E.

"Akan kuselesaikan dalam setengah jam, walaupun aku bisa melakukannya selama kurang dari itu."

"Ya, terima kasih. Satomi!"

Mungkin tidak ada salahnya jika aku juga sedikit serius dalam menjawab soal ini, aku serius agar tidak salah menandai bagian yang benar.

Beberapa menit sudah berlalu dan ternyata aku sudah menjawab sebanyak 60 soal. Sepertinya aku masih terlalu cepat, waktunya masih ada 1 jam 52 menit.

"Elaina, bagaimana hubunganmu dengan Weston?"

"Aku masih tidak tahu, tapi sejak kejadian Sabtu kemarin. Dia bertingkah aneh dan tidak menggangguku lagi."

Entah kenapa saat dia mengatakan itu, wajahnya terlihat sedih. Karena penasaran, aku langsung bertanya pada Elaina tanpa ragu.

"Elaina, kau kenapa?"

"Eh? Tidak apa-apa kok, aku hanya lelah."

"Apa Weston mengancam mu lagi?"

"Tidak, bukan itu."

"Katakan yang sebenarnya, atau aku akan merobek kertas ujian ini!"

"Umm.. tolong jangan lakukan! Baiklah, akan kukatakan."

Hanya dengan sedikit ancaman, Elaina langsung menuruti perkataanku. Pantas saja dia mudah diancam jika sikapnya seperti ini.

"Satomi, sebenarnya aku sangat sedih ketika mengetahui kalau kau berpacaran dengan Fisa."

Elaina menundukkan kepalanya agar air matanya tidak terlihat, dia juga melakukannya agar tidak mengganggu kelas yang sedang melaksanakan ujian.

"Jadi masalah itu? Kita perlu membicarakannya nanti."

"Tidak perlu, aku tidak kuat mendengarnya. Sekarang biarkan aku menyelesaikan soal ini, aku tidak ingin merepotkan mu lebih jauh."

"Ah, baik."

Sepertinya aku terlalu kejam pada Elaina, aku tahu itu. Tapi bagaimanapun, seperti inilah diriku. Aku selalu tidak bisa membaca suasana dan memahami orang lain, aku hanya melihat ekspresinya lalu mengabaikannya.

Sekarang untuk menghargai keputusan Elaina, aku harus membiarkannya mengerjakan soal ujian yang diberikan. Yang terpenting nilai ujian kali ini pasti akan mendapatkan nilai 60, aku yakin sekali. Kurasa nilai 60 tidak buruk juga.

"Maaf Elaina, seperti inilah diriku."

"Aku sudah tahu, jadi tolong jangan dipikirkan. Sekarang aku akan mengerjakannya, maaf jika hasilnya tidak sesuai keinginanmu."

"Nilai 60 itu sudah pasti dan kupikir itu tidak buruk. Jika remaja atletik disuruh mengerjakan soal matematika, maka wajar saja jika mereka tidak bisa mengerjakannya."

"Terima kasih, Satomi. Kau masih mau melindungiku."

"Janji harus ditepati, aku hanya berpegang pada kata-kata itu."

Tidak ada salahnya jika aku harus menepati janji, karena seseorang yang disebut manusia akan saling membantu satu sama lain dan membuat janji agar tidak saling mengkhianati. Ini semua tentang kepercayaan, sebagai sesama manusia yang sudah saling berjanji, mereka harus menepatinya.

"Bagaimana? Jika terlalu sulit, biarkan aku menyelesaikannya."

"Jangan meremehkan ku! Aku sudah belajar cukup keras untuk ini."

"Semoga beruntung!"

Seperti itulah ujian tertulis matematika berlangsung selama dua jam. Aku mengerjakan 60 soal dan Elaina mengerjakan 40 soal.

"Waktu habis! Kumpulkan sekarang, selesai tidak selesai harus dikumpulkan!"

"Siap!"

Para siswa termasuk aku mengumpulkan kertasnya ke depan, tempat pengumpulan adalah meja guru.

"Baik, selamat karena kalian sudah menyelesaikan ujian hari pertama dengan baik. Kuharap kalian terus berusaha hingga hari kelima nanti. Kalian boleh pulang dan menunggu hasilnya, hasilnya akan tertampil di jam tangan kalian. Sekian!"

"Baik!"

Selesai memberikan penutup, pak Smith keluar kelas sambil membawa kertas ujian dan memperbolehkan siswanya untuk pulang.

Menahan diri memang sangat penting agar tidak mencolok, itu karena aku lebih suka mencolok karena kebodohan daripada unjuk kemampuan.

"Satomi, apa kau ada rencana setelah ini?"

"Hmm.. mungkin tidak ada, memangnya kenapa?"

"Mau jalan-jalan sebentar?"

"Boleh saja."

Elaina mengajakku untuk berjalan-jalan, aku tidak memiliki alasan untuk menolaknya. Tapi sebelum sempat bangkit dari bangku kami, Weston mendekat kesini. Dia tidak menunjukkan perawakan arogannya, bahkan tubuhnya terlihat lemah.

"Harlow Elaina, aku minta maaf atas perbuatanku dulu!"

"Eh?!"

Sungguh mengejutkan, Weston menundukkan kepalanya pada Elaina. Aku dapat mengetahui kalau dia melakukannya dengan tulus.

"Dan untuk Satomi, ada yang ingin aku bicarakan padamu. Bisakah kau memberi kami waktu, Elaina?"

"Umm.. baiklah. Satomi, aku menunggumu di taman."

"Ya, aku akan kesana."

Aku juga cukup terkejut karena perubahan sikap Weston yang sangat drastis, sepertinya dia ingin membicarakan sesuatu yang serius denganku.

"Ada apa?"

"Begini Satomi, kau tahu? Aku selalu memandang rendah orang lain dan karena itulah aku menyebut Elaina sebagai objek sempurna, karena aku terpesona dengan kecantikannya. Aku merasa perbuatanku ini tidak salah dan terus membuat Elaina merasa takut dan tidak nyaman saat bersamaku. Namun sekarang aku sadar, aku tidak akan bisa menang melawanmu dan Elaina lebih tertarik denganmu bahkan setelah kau menolaknya beberapa kali."

"Weston, apa kau masih menyukai Elaina?"

"Aku tidak tahu, aku kesal dan aku ingin memukulmu karena sudah menyakiti perasaannya, tapi kurasa tidak ada gunanya karena aku juga seperti itu. Sudah cukup, aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang."

"Itu berarti kau masih menyukainya. Bagaimana kalau kau merubah dirimu sedikit demi sedikit dan membuat Elaina merasa nyaman ketika berada di dekatmu?"

"Mengatakannya mudah, tapi itu sangat sulit dilakukan. Aku yakin dia sudah membenciku."

"Begitu ya?"

"Terima kasih, Satomi. Aku merasa lega ketika berbicara denganmu. Sekarang aku tidak akan mengganggu Elaina lagi, dia sudah mendapatkan orang yang lebih baik dariku. Ini adalah pilihan yang terbaik untuk menebus kesalahanku."

Belum sempat menjawab rasa terima kasihnya, Weston langsung pergi keluar kelas.

Aku tidak memiliki urusan lagi di dalam kelas ini, jadi aku langsung bangkit dari bangku dan menemui Elaina di taman.

"Lama juga, ya."

"Begitulah."

"Kau membicarakan apa dengannya?"

"Entahlah."

"Huh.. kau dingin seperti biasanya!"

Kupikir Elaina akan membenci dan menjauhiku setelah tahu kalau aku berpacaran dengan Fisa. Tapi ternyata aku salah, dia malah semakin mencoba untuk dekat denganku.

Aku jadi penasaran.

Kenapa dia sekeras kepala ini?

Kenapa dia begitu terobsesi denganku?

Untuk seseorang yang baru dikenal, aku tidak yakin perasaan setulus ini benar-benar ada di dalam dirinya.

Aku ingin mengancam Elaina lagi agar dia jujur, tapi aku sudah banyak berbuat hal kejam padanya. Jadi kurasa aku tidak boleh melakukannya.

Sebaiknya tidak perlu dipikirkan, karena waktu akan terus berjalan dan menjawab rasa penasaranku itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!