Apa aku apatis?
Pertanyaan Elaina sangat mewakilkan diriku saat ini yang sangat egois dan selalu tidak peduli dengan orang lain. Jika ditanya seperti itu, sudah pasti jawabannya adalah iya.
"Setelah melecehkan ku, kau dengan tega langsung meninggalkan ku?"
"Aku tidak melecehkan mu."
"Aku bercanda, jangan tatap aku dengan serius. Satomi, apa kau juga orang Jepang?"
"Mungkin iya dan mungkin tidak."
"Jawaban yang aneh. Apa yang kau lakukan sebelumnya adalah cara kebanyakan remaja Jepang untuk mendekati orang yang disukainya, Kabedon."
"Elaina, kenapa kau mengikutiku? Apa kau juga merasa lapar dan ingin makan siang? Maaf saja tapi aku hanya bisa bayar untuk diriku sendiri."
Seperti yang sudah kuduga sebelumnya, Elaina terus ikut berjalan denganku hingga sampai di depan restoran kelas menengah yang menyajikan lebih banyak menu makanan cepat saji.
"Aku juga merasa lapar, lagipula kau tidak mempunyai hak untuk melarang ku makan disini."
"Aku tahu itu."
"Lalu kenapa kau melarang ku?"
"Jangan salah paham dan makanlah dimana saja, aku tidak akan melarang mu. Dan kebetulan aku juga ingin membicarakan sesuatu denganmu."
"Seriusan? Apa kau menerima cintaku?"
"Tidak, bukan itu. Sebagai awalan kita akan masuk dan memesan sesuatu di dalam terlebih dahulu."
"Kau memang aneh!"
Tanpa memperdulikan Elaina, aku langsung membuka pintu restoran dan mencari tempat di bagian belakang agar tidak menarik perhatian banyak orang.
Karena sekarang adalah jam makan siang, orang yang berada disini jumlahnya sudah tak terhitung. Kuharap aku bisa mendapatkannya.
"Satomi, mereka menakutkan!"
"Tidak ada yang perlu ditakuti."
"Apa kau akan melindungi ku?"
"Aku tidak bilang seperti itu."
"Kau harus melakukannya!"
Setelah mencari cukup lama untuk tempat di bagian belakang, akhirnya aku mendapatkannya dan tanpa pikir panjang aku langsung duduk disana, lalu disusul dengan Elaina yang ikut duduk di sebelahku.
"Kursi dihadapan ku kosong, kau harus mengisinya."
"Tidak, aku ingin disini."
"Begitu ya? Biarkan aku yang mengisinya."
"Tunggu! Apa tidak boleh, kalau kita duduk bersampingan seperti ini?"
"Baiklah, terserah kau saja."
"Huhu.. terima kasih Satomi, aku senang sekali."
Jadi ini tindakan agresif yang dimaksud oleh Elaina, dia menempelkan badannya padaku hingga aku bisa merasakan suhu tubuhnya. Ditambah lagi aku mencium aroma manis dari rambut peraknya yang panjang.
Aku tidak keberatan dan tidak peduli dengan tindakannya, tapi aku masih penasaran alasan kenapa dia bisa dengan cepat tertarik padaku.
"Maaf mengganggu kemesraan kalian, bisa sebutkan pesanannya?"
Disaat Elaina terus bertindak agresif, seorang pelayan restoran datang dan menanyakan pesanan kami.
"Tidak masalah, tolong buatkan satu spaghetti dan air lemon es!"
"Aku juga sama sepertinya!"
Tidak ada alasan khusus untuk ku yang memesan spaghetti, lagipula suasana siang yang panas ini lebih tepat jika aku meminum sesuatu yang dingin dan menyegarkan, lemon es.
Begitupun dengan Elaina, dia memesan makanan dan minuman yang sama denganku.
"Jadi Satomi, apa yang ingin kau bicarakan?"
"Sebelum ke intinya, aku akan menceritakan tentang diriku lebih dulu."
"Kau ingin membuatku menyerah? Maaf saja, tapi masih terlalu awal untuk ku menyerah!"
"Aku tidak bilang seperti itu, tapi.. yang kau katakan mungkin setengah benar."
"Orang aneh dan dingin sepertimu. Aku tidak bisa menebak tentang apa yang akan kau lakukan selanjutnya, dan juga aku merasa kau adalah orang yang sangat tenang di situasi apapun."
"Kenapa kau berpikir seperti itu?"
"Intuisi ku cukup kuat dan saat melihatmu di kelas melakukan perkenalan, aku jadi yakin kalau kau berbeda dari kebanyakan siswa lainnya."
"Maaf menunggu lama, silahkan nikmati pesanannya!"
Beberapa menit kami berbicara tak berujung, akhirnya pelayan datang menyajikan dua buah spaghetti dan juga lemon es, lalu dia meletakkannya di meja tempat kami akan makan.
"Terima kasih banyak!"
Aku langsung mengambil sumpit yang terletak di piring dan menilai tentang tekstur spaghetti yang dilumuri saus berwarna merah, sepertinya ini adalah saus tomat.
Spaghetti ini berbentuk berbentuk panjang, tipis, silindris, dan padat, yang jika diperhatikan memang menyerupai mie pada umumnya. Ini adalah makanan pokok dalam masakan Italia tradisional yang mendunia.
"Kau tidak makan?"
"Aku tidak bisa menggunakan sumpit. Suapi aku, Satomi!"
"Kalau begitu gunakan garpu yang ada disini."
Elaina hanya melihatku makan dan dia tidak menggerakkan tangannya sama sekali. Lalu aku pun menyuruhnya untuk menggunakan garpu karena dia tidak bisa memakai sumpit.
"Suapi aku, Satomi!"
"Apa tanganmu sedang bermasalah?"
"Tidak kok, aku hanya ingin disuapi olehmu."
"Begitu ya?"
Aku tidak memperdulikan Elaina, jadi aku langsung melahap spaghetti yang sepertinya akan kuhabiskan dalam waktu kurang dari 10 menit.
"Kau bahkan mengabaikan ku!"
Pada akhirnya Elaina ikut makan menggunakan garpu, sepertinya dia memang tidak bisa memakai sumpit.
"Itulah yang ingin ku ceritakan padamu, tentang sifatku sendiri."
"Cerita saja, lagipula aku sangat penasaran denganmu. Seperti hal yang kau sukai dan yang kau benci, aku ingin mengetahuinya!"
"Hmm.. Sejak dulu aku memiliki asal usul yang tidak jelas, bahkan orang tuaku saja aku tidak yakin kalau aku memilikinya."
"Apa-apaan itu?"
"Seperti yang kebanyakan orang katakan padaku sebelumnya, aku memang orang aneh dan aku tidak bisa menyangkalnya. Lagipula aku sudah terbiasa untuk egois dan tidak memperdulikan orang lain."
"Lalu siapa yang merawatmu dulu?"
"Aku tidak tahu, aku hanya mengingat dia menggunakan jaket seperti dokter dengan wajahnya yang mengerikan. Bahkan beberapa ingatan tentang masa laluku, aku tidak bisa mengingatnya."
"Jadi itu seperti amnesia? Aku tidak menyangka kalau kau memiliki masa lalu yang kelam."
"Amnesia? Anggap saja seperti itu."
"Maaf Satomi, aku sudah membebanimu."
"Sekarang aku akan bertanya padamu. Elaina, apa kau tidak keberatan dengan sifat dan sikap ku yang seperti ini?"
Percakapan ini akan memasuki babak akhir. Jika Elaina tidak keberatan, maka aku akan melanjutkannya. Tapi jika Elaina keberatan, maka aku akan menghentikan percakapannya dan langsung keluar restoran tanpa memperdulikannya lagi.
"Setelah mendengar ceritamu, kurasa aku jadi ingin selalu bersamamu. Ya, aku tidak keberatan dengan apa yang akan kau lakukan!"
Sungguh ketulusan yang luar biasa, aku dapat merasakan tatapannya yang sangat serius dan itu membuatku yakin kalau dia tidak akan mengkhianati ku dengan mudah. Elaina jujur atas semua perkataannya dan aku mengetahuinya.
"Kalau begitu, Elaina. Jadilah pasanganku dalam ujian kali ini!"
Ekspresi Elaina terlihat sangat senang setelah aku mengajaknya untuk menjadi pasanganku. Padahal aku sudah beberapa kali mengabaikannya, tapi Elaina tetap tulus dan ingin bersama denganku.
"Aku tidak bermimpi kan? Apa kau akhirnya terpesona dengan kecantikanku?"
"Apa maksudmu?"
"Antara aku dan Lina, menurutmu siapa yang lebih cantik?"
"Aku tidak peduli dengan kecantikan seseorang, lagipula aku akan mengabaikan mu jika kau tidak berguna."
"Tenang saja, kau bisa terus mengandalkan ku. Lalu kenapa kau tiba-tiba mengajukan diri untuk berpasangan denganku?"
"Semua karena rasa bersalahku, kurasa aku sangat keterlaluan jika terus membiarkan ketulusan yang kau berikan."
"Satomi, aku sangat senang karena hal ini. Tapi bagaimana dengan Lina, bukankah dia juga ingin menjadi pasanganmu?"
"Darimana kau tahu?"
"Begitulah, saat di luar kelas. Lina dengan cara bicara yang malu-malu juga ingin berpasangan denganmu."
Jadi Elaina juga mengetahuinya, kurasa situasi sekarang akan sangat merepotkan.
"Apa dia mengatakan itu saat keributan terjadi?"
"Ya, memangnya kapan lagi? Dia harus mengucapkan keinginannya agar meredakan situasi yang terjadi, dan sekarang kau menjadi incaran hampir semua lelaki di kelas."
"Aku tidak peduli dengan Lina dan para lelaki, karena di dalam diriku mengatakan kalau aku harus segera menghapus rasa bersalah ini dan berpasangan denganmu. Jadi bagaimana?"
"Aku sangat senang untuk sesaat, tapi aku langsung merasa takut setelahnya. Kau tahu kenapa?"
"Ya, tentu saja aku tahu. Kemungkinan itu tidak terbatas, tapi yang paling mendekati mungkin saja ada dua. Pertama, aku yang menjadi korban bully karena telah mengabaikan Lina. Yang kedua, kau jadi korban bully dan untuk alasannya, kurasa cukup banyak."
Rasa takut dan cemas muncul di dalam diri Elaina, dia juga terlihat bingung.
Elaina mengabaikan makanannya dan mencengkram lenganku dengan cukup kuat. Sekarang aku juga ikut bingung dan dilema antara kedua pilihan yang berat sebelah.
Jika aku memilih Lina, maka semuanya akan baik-baik saja karena kebanyakan lelaki menerima kenyataan kalau Lina tertarik denganku.
Tapi kehidupan yang merepotkan akan terjadi jika aku memilih Elaina. Mungkin dalam kemungkinan terburuk, aku dan Elaina akan terus ditindas hingga mereka puas dengan kekesalan mereka.
Sebenarnya jika kemungkinan buruk itu terjadi, aku masih bisa mengatasinya. Namun aku tidak ingin mencolok hingga ditakuti oleh mereka karena kemampuanku.
Dari yang kulihat, kebanyakan para lelaki di kelas E tidak memiliki otot sama sekali dan hanya bisa beradu mental ketika sedang berkelahi, jadi aku akan dengan mudah melawan mereka.
Semuanya kembali lagi pada diriku yang ingin menikmati hidup tenang dan santai. Kurasa aku harus menghadapinya secara perlahan dan berpura-pura menjadi orang yang lemah.
Pilihanku tetap satu dalam ujian ini, yaitu berpasangan dengan Elaina. Dengan berbagai macam rintangan, aku akan membuat mereka melampiaskan semua kekesalannya padaku. Lalu perlahan tapi pasti Elaina akan terhindar dari bullying yang akan terjadi.
Walaupun merepotkan, semuanya menjadi sangat menarik sekarang.
"Eh.. Satomi, ada apa?!"
"Tenang saja, aku akan tetap berpasangan denganmu. Akan kuhadapi mereka secara perlahan."
Aku langsung memeluk Elaina dan menenangkannya hingga aku dapat merasakan suhu tubuhnya lagi.
Jadi seperti inilah bau tubuh seorang gadis, rasanya pikiranku menjadi tenang ketika menciumnya. Lalu entah kenapa jantungku terasa lebih cepat ketika merasakannya.
"Satomi, aku mencintaimu!"
"Maaf, tapi aku masih tidak bisa membalas perasaanmu."
"Aku tahu dan aku akan terus mengatakannya hingga kau bisa membalas perasaanku ini."
"Semoga beruntung dan mohon kerjasamanya untuk beberapa hal kedepan!"
"Satomi, aku yang sekarang. Merasa sangat senang, bahkan kurasa aku harus segera bangun dari mimpi yang indah ini."
"Ini kenyataan dan kau tidak perlu bangun lagi, hadapi saja!"
Aku dan Elaina terus berpelukan dalam waktu yang cukup lama, mengabaikan keadaan sekitar hingga akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari restoran ini setelah membayar makanan yang kami pesan.
Tujuanku dan Elaina sekarang sama, yaitu datang ke kantor guru untuk mendaftarkan diri kami menjadi pasangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments