Dari apa yang sudah terjadi, aku yakin kalau Elaina akan melibatkan ku dalam masalahnya sendiri, dia pasti mengatakan kalau dirinya sudah berpasangan denganku pada orang itu.
Walaupun tindakan seorang gadis sulit ditebak, tapi semuanya akan menjadi mudah ditebak ketika aku sedikit menggunakan otakku untuk berpikir. Karena selama ini aku hidup sambil mengandalkan ketenangan, otakku jadi malas berpikir dan hanya menginginkan suasana hati yang tenang.
Saat ini aku kembali berada di kelas dan duduk di bangku depan seperti biasa. Suasana kelas tetap sepi dan sepertinya tidak ada keributan lagi disini, mungkin pak Smith dan beberapa guru yang lain sudah mengurus kedua teman sekelas ku.
Aku tidak tahu siapa yang menjadi pemenang atas perkelahian mereka. Bisa jadi itu benar-benar ada dan bisa juga tidak ada pemenangnya, semua itu kembali lagi atas pilihan Lina.
Baru saja kupikirkan, kali ini Lina mendadak bangkit dari bangkunya setelah tatapan mata kami bertemu.
Aku hanya mengamati seisi kelas yang sepi dan baru menyadari kalau Lina juga berada disini. Aku menyadarinya saat melihat rambut pirangnya dan tak lama mata kami saling bertemu.
Situasi yang sekarang rasanya agak aneh dan gawat. Bagaimana tidak, setelah Lina bangkit dari kursinya, ternyata dia mendekat ke arahku. Ini tidak biasa karena ada orang populer sepertinya mendadak mendekati orang aneh sepertiku.
"Kalau tidak salah, kau Satomi bukan? Aku ingin meminta tolong padamu."
Lagi-lagi aku mendengar permintaan tolong dari seseorang? Yang benar saja.
Kenapa semuanya merujuk ke diriku?
"Aku menolak."
"Bahkan kau belum mendengarkan, setidaknya dengarkan dulu beberapa kata dariku!"
"Kukatakan dari awal, aku menolak."
"Satomi, kau laki-laki yang membosankan!"
"Aku tidak peduli, sekarang jangan ganggu ketenangan ku!"
"Apa-apaan kau ini?!"
Tidak ada yang salah dengan sikapku, aku hanya ingin ketenangan dan tidak ingin diganggu oleh permintaan tolong seorang gadis populer. Ditambah lagi aku tidak peduli dengan apa yang ingin dia katakan padaku.
Ini memang agak beresiko, jika beberapa laki-laki melihat aku bersikap egois pada Lina, bisa-bisa aku menjadi target bullying karena telah berani mengabaikannya. Untung saja hanya ada sedikit gadis di dalam kelas ini, mungkin para laki-laki masih berada di luar karena sekarang adalah waktunya jam makan siang.
Aku juga akan segera makan siang setelah urusanku dengan Lina selesai. Tapi kurasa tidak akan semudah itu karena Lina masih belum menjauh dariku. Ternyata dia keras kepala juga.
"Jadilah pasanganku, Satomi!"
"Maaf, bisa kau katakan sekali lagi? Mungkin aku salah dengar."
Memang diluar dugaan, tapi alasan Lina memintaku untuk menjadi pasangannya masih belum diketahui.
"Kubilang aku ingin kau menjadi pasanganku, apa sudah jelas?"
"Kenapa aku?"
"Aku lebih suka berpasangan dengan orang sepertimu, kesan awal ku padamu itu seperti hal unik yaitu misterius."
Kata-kata Lina masih terlalu sulit untuk dipahami, yang terpenting aku harus menolaknya apapun yang terjadi. Karena akan sangat berpengaruh untuk kehidupan sekolahku kedepannya jika aku berpasangan dengan Lina. Lagipula aku belum memutuskan untuk mencari tipe pasangan yang seperti apa.
Apakah aku harus berpasangan dengan orang yang dapat diandalkan seperti pemikiran awal ku?
Ataukah aku hanya ingin berpasangan dengan orang biasa saja yang bisa saling membantu?
Itu belum terjawab karena aku ingin melihat situasinya terlebih dahulu.
"Aku tidak mengerti, tapi maaf. Aku tidak bisa menjadi pasanganmu."
Wajah Lina berubah drastis yang awalnya masih bisa tersenyum kini berubah menjadi ekspresi sedih, matanya juga terlihat berkaca-kaca. Dia hendak menangis namun dia masih bisa menahannya dengan baik.
"Ke-kenapa? Apa kau sudah berpasangan dengan orang lain?"
"Tidak, sampai saat ini aku tidak memiliki pasangan. Hanya saja pikiranku menolak untuk berpasangan dengan mu."
"Kalau begitu kenapa tidak lawan saja isi pikiranmu itu?"
"Jika kau terus membahas ini, aku akan keluar. Pembicaraan kita selesai sampai disini, carilah orang yang lebih baik!"
"Tunggu! Apa kau bersikap dingin seperti ini pada semua orang?"
"Kau tidak perlu tahu, lagipula aku menyuruhmu untuk menyerah padaku. Apa kau masih tidak mengerti?"
Aku menutup percakapan dengan sebuah pertanyaan lalu pergi keluar kelas setelahnya, meninggalkan Lina bersama dengan beberapa gadis di kelas.
Aku yakin dia akan baik-baik saja. Berbeda denganku yang mungkin akan menjadi target bullying cepat atau lambat, jika cepat berarti para lelaki di kelas tidak terima dengan caraku memperlakukan gadis populer seperti Lina. Dan jika lambat berarti aku akan mengalaminya karena sifatku sendiri dan mungkin juga karena aku yang menjadi anti-sosial.
Lalu pertanyaan demi pertanyaan akan terus bermunculan sesuai dengan sesuatu yang akan dihadapi.
Apa yang membuat isi pikiranku menolak Lina?
Jawaban sederhananya, dia terlalu mencolok dan kurasa kehidupan tenangku akan terganggu jika berpasangan dengannya.
Apa yang harus kulakukan dengan Elaina?
Ini masih ambigu. Jika dibandingkan dengan Lina, Elaina terasa lebih sopan dan lembut. Dia bahkan memohon padaku dengan tulus. Berbeda dengan Lina yang kurasa memiliki maksud tersembunyi.
Lupakan tentang mereka, aku harus makan siang untuk memenuhi kebutuhan primer ku. Siang-siang seperti ini, kurasa tidak ada salahnya jika aku berjalan santai menikmati teriknya matahari.
Santai? Kata itu langsung berubah ketika aku melihat seorang gadis berambut perak berlari ke arahku. Siapa lagi kalau bukan Elaina.
"Huh.. huh.. huh.. Satomi, to-tolong aku!"
Dia bernafas dengan berat sambil mengatakan hal yang sama seperti sebelumnya.
"Kali ini kenapa?"
"Dia berniat untuk-"
"Maaf, aku takut dengan mereka. Cari saja orang yang kuat untuk melindungi mu!"
Aku juga sama seperti sebelumnya, aku tetap menolak dan mengabaikan permintaan tolong dari Elaina.
"Takut? Apa orang apatis sepertimu bisa merasakan takut?"
"Hmm.. kau bilang apa?"
"Tidak, lupakan saja! Maafkan aku, aku tidak mengatakan apapun."
"Elaina, terkadang kejujuran itu penting untuk menyelamatkan dirimu sendiri!"
Karena kebetulan aku dan Elaina berada di tempat yang sepi, tanpa pikir panjang aku langsung menarik paksa Elaina ke bagian tembok lalu disusul aku yang meletakkan tangan kananku di sebelah kepalanya.
Kami berdua sama-sama memahami tentang budaya Jepang, jadi pada dasarnya ini sama seperti Kabedon dan Elaina juga pasti mengetahuinya.
"Satomi?! Ada apa?"
Namun apa yang berbeda?
Perbedaan yang jelas hanyalah tidak adanya perasaan satu sama lain, lalu hubungan kekasih juga tidak terjalin di antara aku dan Elaina.
Aku hanya ingin memaksa Elaina buka mulut karena dia sedikit berbohong tentang beberapa hal.
"Biar kukatakan satu hal padamu, aku hanya ingin hidup santai dan tenang di sekolah ini. Jika ada satu atau lebih banyak orang yang mencoba mengusik ku, maka aku akan terus bersikap tidak peduli karena memang seperti inilah caraku hidup."
"Ta-tapi, bagaimana kalau kau terus diusik?"
"Tentu saja aku akan melakukan tindakan tak terduga, seperti sekarang ini."
"Lalu kenapa kau memperlakukanku seperti ini? Apa kau melakukannya ke semua orang?"
"Bahkan kau menanyakan hal yang lumayan mirip dengannya, aku akan langsung ke intinya. Elaina, apa yang kau sembunyikan? Padahal dari awal kau bisa meminta tolong pada orang lain, kenapa kau terus keras kepala dan meminta pertolonganku?"
"Anu, itu. Aku tidak bisa mengatakannya."
Dia tidak berani menatap mataku saat menjawab, itu berarti memang ada kebohongan dengan kata yang diucapkan Elaina sebelumnya.
Aku terus menatap wajah Elaina dengan tajam, tidak ada ketertarikan lawan jenis disini. Bahkan untuk saat ini dia terus memalingkan wajahnya dan kami tidak pernah saling bertatapan padahal jarak kami sangat dekat, ditambah lagi aku bisa merasakan nafasnya.
"Apa boleh buat, mungkin akan lebih baik jika aku terus mengabaikan mu. Semuanya terlalu merepotkan, aku jadi ingin keluar dari sekolah ini!"
"Apa kau sedang marah? Kecewa? Atau kau malah meremehkan seisi sekolah ini? Aku tidak tahu apa yang kau rasakan dengan wajah apatismu itu!"
"Kau tidak perlu tahu, lagipula aku hanya ingin memintamu untuk menyerah padaku dan cari orang lain yang lebih baik."
"Ah baiklah, aku akan mengatakannya. Anu.. Satomi, aku mencintaimu! Aku selalu penasaran denganmu dan jantungku terus berdebar ketika memikirkan mu. Ini memang terlalu awal, ta-tapi.. pacaranlah denganku! Satomi?"
"Umm..?"
Aku sedikit terkejut dengan pengakuannya, itu terdengar tulus dan Elaina juga berani menatap mataku dengan penuh keyakinan kali ini. Namun, pengakuan itu menjawab alasan kenapa dia terus meminta tolong padaku.
Haruskah aku menerimanya? Atau menolaknya?
Kedua pilihan itu sangat mudah untuk dipilih, aku hanya perlu menolaknya karena aku sama sekali tidak pernah merasakan cinta. Jika boleh jujur, aku tidak pernah berpacaran dengan seorangpun sebelumnya.
"Ini mungkin mengecewakan, tapi maaf. Aku tidak bisa membalas perasaanmu."
"Ya, tentu saja aku tahu akan hal itu. Jadi aku akan terus mengerjarmu dan bertindak agresif, lalu kau akan jatuh cinta denganku!"
Elaina mengatakan hal itu dengan ringan dan penuh dengan ketulusan. Namun seperti biasa, aku masih tidak peduli dan ingin segera keluar dari situasi ini.
"Kau pikir kau bisa melakukannya?"
"Aku akan terus berusaha sampai lulus nanti, aku tidak peduli dengan siapa kau akan berpasangan pada ujian ini. Tapi, akulah orang yang akan menjadi pasanganmu di masa depan!"
"Semoga beruntung!"
Memutuskan untuk tidak membicarakannya lebih lanjut, aku langsung melepaskan Elaina dan pergi meninggalkannya.
Aku tidak peduli dia akan mengikutiku atau tidak karena ada sesuatu yang lebih penting untuk dipikirkan, itu adalah makan siang.
Padahal baru hari pertama bersekolah, tapi aku sudah mendapatkan banyak hal merepotkan. Yang paling merepotkan adalah tentang Elaina dan Lina, keduanya hampir memiliki urusan yang sama denganku.
Mereka memang memiliki permintaan tolong yang berbeda, tapi aku hanya melihat cara mereka berbicara denganku lalu menilainya. Dan hasil penilaian itu berakhir dengan sebuah kesimpulan.
Elaina dan Lina sama-sama memintaku untuk menjadi pasangannya. Namun perbedaan dapat terlihat dengan jelas disini, Elaina memiliki maksud yang lebih dalam dan serius ingin berhubungan denganku, sedangkan Lina hanya perlu aku sebagai pasangannya dalam ujian saja.
Semua itu semakin diperjelas ketika Elaina berkata jujur setelah aku melakukan Kabedon terhadapnya. Dan kurasa Lina tertarik denganku karena aku tidak memiliki rasa takut untuk berdebat dengan seorang guru yang menakutkan, dia mungkin juga tertarik dengan pemikiran ku.
Dengan begini, isi pikiranku mengatakan kalau aku harus berpasangan dengan Elaina sebagai permintaan maaf.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
anggita
👌👍..
2023-10-01
0