Chapter 6: Perubahan Rencana

Rencana awal yang ingin kulakukan pada Elaina berubah total setelah mendengar alasan kenapa dia bisa mencintaiku.

Apa yang membuatku tertarik pada Elaina?

Rasa bersalah, baru kali ini aku dapat merasakannya setelah melihat Elaina.

Awalnya aku ingin membuat Elaina menyerah padaku, tapi kurasa dengan ketulusannya itu akan menjadi hal yang sangat merepotkan jika aku terus mengabaikannya. Sekarang rencana baru ku adalah mencari tahu beberapa hal tentang Elaina.

Aku tidak tertarik dengannya sebagai lawan jenis, aku hanya berpikir kalau Elaina akan menjadi seseorang yang bagus untuk diriku sendiri, terutama dalam emosi dan perasaan.

Dia tetap berbuat baik padaku walaupun aku sudah mengabaikannya berulang kali, aku tidak mengerti dan aku penasaran kenapa dia tidak marah sama sekali. Selain sikap tulusnya, aku harus mencoba belajar dari Elaina untuk mendapatkan beberapa emosi yang telah lama menghilang di dalam diriku.

Jika dalam waktu tiga bulan aku tidak mendapatkan emosi apapun saat dekat dengan Elaina, maka aku akan menganggapnya tidak berguna lalu mencari pengganti yang kurasa dapat menumbuhkan emosi ku.

Setelah cukup lama berada di taman, kami memutuskan kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran seperti biasa.

Saat ini aku berada di dalam kelas dan duduk bersebelahan dengan Elaina sambil mendengarkan penjelasan pak Smith.

"Itu tadi adalah materi yang ku sampaikan, apakah ada yang bertanya?"

"Pak Smith, maaf jika aku bertanya diluar topik pembelajaran. Tapi apa kau bisa jelaskan lebih detail tentang sistem poin?"

Danna dengan gugup mengangkat tangannya dan bertanya pada pak Smith, sepertinya dia memerlukan keberanian yang lebih untuk bertanya.

"Tidak masalah, lagipula aku juga ingin menjelaskan tentang ujian yang akan dijalani Minggu depan."

"Apa maksudmu?"

"Singkat saja, Minggu depan pada hari Senin hingga Jumat, kalian akan melaksanakan ujian. Yang kumaksud dari hari Senin hingga Rabu, kalian akan menjalani ujian akademik. Untuk hari Kamis-Jumat, kalian menjalani ujian atletik. Kuharap kalian mempersiapkan diri dengan baik karena jika gagal hukumannya tidak main-main."

"Baik!"

Padahal para siswa kelas satu masih cukup baru berada di sekolah ini. Tapi dengan aturan khusus sekolah nomor satu, mereka harus bisa bersiap untuk ujian dadakan dan jika ada yang protes, maka hukuman akan diberikan ke orang tersebut. Mereka juga dituntut agar bisa mendapatkan nilai rata-rata atau diatasnya untuk mengindari hukuman.

Ternyata ujian akademik juga diperlukan dalam sekolah khusus olahraga.

Merepotkan? Tentu saja.

"Smith-sensei, lalu bagaimana dengan sistem poinnya? Danna belum mendapatkan penjelasannya."

Aku sengaja memanggil pak Smith dengan sebutan Sensei karena itu artinya adalah guru dalam bahasa Jepang. Wajahnya terlihat kesal ketika aku mengatakan itu padanya.

"Jangan merubah nama panggilanku begitu saja! Apa kau ingin mendapatkan hukuman, Satomi?!"

"Bukan begitu, pak Smith. Satomi memanggilmu seperti itu karena Sensei adalah bahasa Jepang untuk seorang guru. Kebanyakan siswa memanggil guru mereka dengan namanya lalu disusul dengan kata 'Sensei'."

Tanpa diduga Elaina membela diriku saat dimarahi pak Smith, padahal aku sedang bermain-main dengannya. Pak Smith terlalu bertele-tele, tujuanku hanya ingin dia menjelaskan tentang sistem poin karena aku juga penasaran.

"Jadi begitu? Kau membela orang aneh itu. Satomi dan Elaina, ini peringatan pertama. Jika kalian membuatku kesal lagi, maka hukuman benar-benar akan kuberikan pada kalian!"

"Ta-tapi-..."

"Tidak apa, Elaina. Maaf, aku malah melibatkan mu."

"..."

Mungkin karena merasa tidak terima, Elaina masih ingin melakukan perlawanan karena dia menganggap apa yang kulakukan itu tidak salah. Namun aku menghentikan Elaina dan meminta maaf padanya agar situasinya menjadi lebih tenang.

"Baiklah, aku akan kembali menjelaskan tentang sistem poin. Ujian Minggu depan akan berhubungan dengan poin, kalian bisa mendapatkan penambahan maupun pengurangan poin dari ujian itu, bahkan bisa saja beberapa dari kalian akan dikeluarkan jika terus mengalami kegagalan. Dan yang terakhir, Minggu depan kalian juga akan diberikan jam tangan untuk mempermudah kalian mengetahui jumlah poin yang dimiliki, pada saat itu juga aku akan menjelaskan sistem poin secara jelas. Bagaimana Danna?"

"Terima kasih sudah menjelaskan, pak Smith!"

Aku yakin Danna dan beberapa siswa lain tidak memahami perkataan pak Smith, tapi mereka memaksakan diri untuk memahaminya agar tidak membuat beliau kesal.

"Ya, karena waktu istirahat sekitar lima menit lagi, aku akan mengakhiri pelajaran sampai disini saja. Dan untuk Satomi, jangan membuat guru lain kesal saat mengajar!"

"Aku mengerti."

Tak lama setelah memperingatkan ku, pak Smith langsung keluar dan suasana kelas yang awalnya menegangkan kembali menjadi ramai ketika beliau sudah tidak terlihat lagi.

Namun, masalah pagi tadi kembali datang. Kali ini orang yang mendekat padaku lebih banyak dari sebelumnya. Tentu saja ini membuat Elaina ketakutan, dia bahkan mencengkram lengan bajuku dengan erat.

"Elaina, abaikan mereka dan jawab pertanyaanku. Apakah salah satu dari mereka ada teman SMP-mu?"

"Umm.. tidak ada, memangnya kenapa? Tapi tetap saja aku merasa takut!"

"Jangan mengikutiku, tetaplah berada disini!"

Karena orang yang mengancam Elaina tidak ada diantara kerumunan beberapa orang yang siap menyergap ku, aku langsung beranjak dari bangku meninggalkan Elaina keluar kelas.

"Hoi, orang aneh sialan! Jangan lari dari kami!"

Seperti yang sudah kuduga, aku dikejar oleh beberapa teman sekelas ku sendiri. Mereka serius berniat untuk mencelakai ku walaupun hukuman pasti menghantui jika mereka melakukannya.

Aku tidak perlu melibatkan Elaina dalam hal ini, rencanaku berhasil dan membuat para pemuja gadis populer tingkat atas membenciku sepenuhnya.

Bagaimana jika teman SMP Elaina dulu datang mengancam dan menyakitinya?

Walaupun aku meninggalkan Elaina sendirian, masih ada seorang teman dadakan yang bisa melihat keadaan Elaina dan melaporkannya padaku jika ada yang aneh, dia adalah Danna. Lagipula jika itu lelaki, akan sangat keterlaluan kalau dia menyakiti seorang gadis secara fisik.

Semuanya akan baik-baik saja, kehidupan merepotkan yang sangat menarik akan dimulai sekarang. Dimana aku akan dihadapkan pada kehidupan sekolah yang tidak biasa.

"Kena kau, sialan!"

"UGH!"

Satu tendangan melayang ke bagian punggung dan membuat diriku langsung tersungkur ke tanah.

Mereka akan menganggap sebuah kebetulan jika aku berlari ke tempat sepi dan benar saja, salah satu dari mereka langsung melakukan kekerasan saat mengetahui tidak ada orang di sekitar. Aku hanya perlu diam dan melemahkan diriku, menunggu mereka puas dengan hasrat kekesalannya.

Manusia memang tidak akan pernah merasa puas, tapi kasus seperti ini akan berhenti terjadi ketika mereka menyadari posisi mereka sendiri yang masih jauh berada di bawah dibandingkan dengan ku.

"Jawab aku sialan! Kenapa kau menolak berpasangan dengan Lina dan membuatnya menangis?!"

Pimpinan kawanan ini mencengkram kerah leherku sambil menanyakan hal yang membosankan dan tidak menarik sama sekali. Memaksaku untuk bangun. Badanku terangkat, tapi itu hanya sebentar karena tangannya tidak terlalu kuat.

"Aku tidak peduli dengan apa yang kalian lakukan. Biarkan aku mengatakannya, kau tidak akan mendapatkan apa-apa dengan memukul maupun menendang ku."

"Aku juga tidak peduli, sialan!"

Dengan penuh amarah, pimpinan ini langsung memukul bagian di bawah dadaku, tepatnya bagian ulu hati. Rasanya memang sakit, tapi hanya itu.

Aku tahu alasan kenapa mereka memukul di bagian tersebut, itu karena pukulan maupun tendangan mereka tidak akan pernah terlihat dari luar.

"Kalian juga, hajar sialan ini!"

"Baik!"

Atas perintah pimpinan mereka, beberapa teman sekelas ku langsung maju dan berniat untuk menyerangku. Aku hanya bisa terdiam dan menatap mereka.

Satu pukulan, dua pukulan, tiga pukulan melayang ke bagian sekitar perut ku. Namun saat pukulan ke-empat hendak melayang, teriakan seorang gadis mengejutkan mereka semua.

"Hentikan!!! Ada apa dengan kalian?!"

Itu adalah Lina, seseorang yang dipuja-puja oleh mereka karena kecantikannya. Sontak hal ini membuat mereka terkejut dan berhenti menyerangku.

"Kalian sudah puas bukan? Kurasa sudah cukup, aku pergi."

Karena mereka sudah terdiam dan tidak menyerang lagi, aku langsung keluar dari tempat sepi yang panas ini, meninggalkan beberapa kebingungan dari wajah mereka.

Tentu saja mereka bingung, apalagi aku yang sudah mendapatkan pukulan cukup keras di bagian vital malah tidak tumbang sama sekali dan masih bisa berjalan santai seperti biasa.

"Tunggu Satomi! Apa kau baik-baik saja? Kau pasti terluka bukan? Maafkan aku!"

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kalau bisa kau hanya harus memberikan nasehat pada pemujaan yang mereka lakukan secara berlebihan."

Setelah ditanya oleh Lina, aku menjawab dengan jawaban acak. Lalu aku terus berjalan untuk mendatangi Elaina tanpa memperdulikan mereka lagi.

Apa itu sakit? Dipukul hingga ditendang berulang kali?

Aku masih manusia biasa dan bisa merasakan sakit, hanya saja aku tidak bisa mengekspresikan diri ku ketika rasa sakit itu muncul.

Ekspresi seperti apa yang harus kubuat? Aku juga tidak tahu.

Mungkin Elaina sedang berada di kelas sekarang, aku yakin dia cukup penurut dan mengikuti perkataanku.

Dan benar saja, dia masih berada di kelas walaupun sepertinya perasaan takut benar-benar terlihat dari wajahnya. Tatapan mata kami bertemu, lalu dia berlari ke arahku sambil menangis kecil tanpa memperdulikan keadaan sekitar kelas.

Dia membenamkan wajahnya di dadaku, sepertinya dia ingin aku memeluknya dengan lembut seperti di restoran saat itu.

"Satomi, aku takut. Aku khawatir, hiks!"

Tangisan kecil terlihat dari wajahnya dan tanpa pikir panjang aku langsung memeluknya dengan lembut sesuai keinginannya.

Lagi dan lagi, aku dapat merasakan suhu tubuhnya yang agak dingin dibandingkan sebelumnya, tapi untuk bau tubuh itu masih sama seperti sebelumnya.

Aku bukan orang mesum atau semacamnya, hanya saja bau tubuh dan rambut Elaina sangat membuatku merasa tenang.

"Sudah tidak apa, aku akan melindungimu dari mereka."

"Hiks. Kenapa kau meninggalkanku?"

"Aku tidak terluka sama sekali, jadi tolong jangan menangis lagi."

Cukup lama kami berpelukan dan tidak memperdulikan keadaan sekitar, hingga akhirnya aku terpaksa melepaskan pelukan ini.

"Dengar, Elaina. Apapun yang terjadi, aku akan melindungimu. Kau percaya denganku?"

"Ya, aku percaya. Kau harus berjanji jangan meninggalkanku lagi!"

"Baiklah jika itu keinginanmu."

Aku memegang kedua bahunya untuk membuatnya lebih tenang dan tak lama kemudian, senyuman terukir di wajahnya. Sepertinya perasaan takut dan cemas telah menghilang dari diri Elaina sekarang, tapi aku yakin perasaan itu akan datang kembali dalam waktu singkat.

Kesepakatan berubah. Aku akan melindungi Elaina bukan hanya dari teman SMP-nya dulu, tapi dari semua orang yang membuatnya takut.

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

ng👍like aja thor👌

2023-10-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!