“Afa mau pulang sekarang? Aku antar ya. Sudah malam, nggak baik anak gadis masih diluar rumah jam segini.” Tanya Shane.
“Apaan sih masih jam 19.30 ini masih sore. Malam darimana? Kuno deh.” Potong Sam.
“Iya Afa pulang sekarang aja. Masih ada tugas kampus yang harus Afa kerjain. Kebanyakan drama hari ini ternyata bikin pengaruh buruk ke kinerja otak. Jadi lupa kalau masih ada tugas.” Jawab Afa lugas.
Akhirnya Sam dan Shane mengantarkan Afa pulang ke rumahnya. Shane yang menyetir mobilnya dan Sam duduk disampingnya sedangkan Afa duduk dibelakang.
Dalam perjalanan, Sam dan Shane terus memperhatikan Afa yang duduk di kursi belakang. Sesekali mereka mengajak Afa mengobrol.
“Afa, kalau Natal ikut kami ngumpul di rumah bagaimana?” Tanya Shane sambil memperhatikan Afa dari center mirror.
“Iya nanti kita saling tukar kado. Lo mau kado apa dari Santa? Gue yakin kalau Santa beneran ada, pasti bakalan kasih apa aja yang Lo mau.” Lanjut Sam.
Afa masih sedikit melamun. Dia mendengar bahwa kedua temannya sedang berbicara, tapi dia tidak memperhatikan pembicaraannya mengenai apa.
“Fa!” Panggil Shane dengan nada yang lembut.
“Eh gimana, gimana? Sorry tadi aku lagi lihat jalanan Kak.” Jawab Afa sedikit tersadar.
“Makanya jangan melamun mulu, nanti ayam tetangga pada mati.” Sindir Sam.
“Apaan sih? Siapa juga yang melamun? Itu gue lagi liatin jalanan ko gelap banget ya? Kayak hati gue.” Kata Afa yang pandangannya masih ke jendela luar.
“Mata Lo yang gelap. Orang terang gitu banyak kendaraan pada lewat. Eh dengar ya. Makanya kalau cinta sama orang jangan semuanya pakai hati, tapi logika juga harus dipakai. Jadi kalau ada kasus begini Lo nggak akan gila.” Omel Sam.
“Dih, siapa yang gila? Lagian Lo kayak ngerti aja soal giniian? Pacaran juga nggak pernah. Gue lebih master kali daripada Li.” Kata Afa memberi pembelaan.
“Master ko cengeng?” Ledek Sam.
“Cengeng apaan sih?” Afa sedikit marah.
“Cengeng lah, tadi tahu nggak Lo kalau dia nangis pinggir jalan kayak anak hilang. Untung ada gue, kalau nggak, kayaknya dia udah direkrut jadi pengemis Ibu Kota karena tadi itu dia benar-benar terlihat seperti anak hilang.” Ledek Sam sambil melirik ke arah Shane sambil tertawa terbahak-bahak seolah dia sangat puas melihat adegan tadi siang.
“Ih rese ya.” Afa bergegas memukuli Sam yang duduk di kursi depan.
Sam masih tetap tertawa lepas sedangkan Afa mulai menunjukan senyumnya. Shane yang melihatnya juga tersenyum sambil menahan tawa. Shane tahu bahwa dua orang yang saat ini bersamanya memang selalu ribut, tapi bukan berarti mereka bermusuhan. Sam memang jahil, tidak hanya kepada dirinya, tapi juga kepada yang lain termasuk Afa.
“Kak, kamu nggak stress punya abang kayak dia? Kalau aku jadi kamu, aku bakalan minggat dari rumah. Atau minimal aku bakalan tanya sama Mama bahwa sebenarnya abangku ini anak kandungnya atau bukan?” ketus Afa.
“Yeee, kalau gue punya adik kayak Lo juga aneh kayaknya. Masa gue yang tampan ini punya adik yang oon sih?” sindir Sam lagi.
“Yeee, kalau gue oon, gue nggak akan kenal sama Kak Shane. Justru karena gue pintar makanya gue bisa kenal sama Kak Shane yang tampan ini.” Puji Afa.
“Tampanan juga gue daripada Shane.” Puji Sam atas ketampanan dirinya sendiri.
“Ya Tuhan. Kau ciptakan makhluk yang satu ini dari apa sebenarnya? Kenapa tingkat kepedeannya melebihi manusia normal? Apakah dia bukan manusia?” Kata Afa sambil mengangkat tangannya seperti sedang berdoa.
“Gue diciptakan dari tanah yang membalut berlian, makanya gue bersinar.” Sam menjawab sambil memandang ke arah atas seperti sedang membayangkan sesuatu.
“Neon kali ah bersinar.” Tangkas Afa.
Shane pun tertawa lepas. Dia sudah tidak sanggup menahan tawa atas tingkah dua orang itu. Tidak lama kemudian akhirnya mereka sampai di depan gang rumah Afa. Akses jalan menuju ke rumahnya memang tidak dapat dilalui mobil, jadi jika menggunakan mobi, biasanya Afa hanya diantar sampai ke depan gang saja.
“Fa, perlu Kaka kantar ke dalam?” Tanya Shane dengan nada yang lembut.
“Nggak perlu kak, terima kasih ya. Mending kakak ajak orang gila ini pulang daripada nanti semakin menjadi.” Jawab Afa sambil tersenyum.
“Oh, berarti itu tandanya Lo maunya diantar gue ya? Oke!” Kata Sam sambil mencoba membuka sabuk pengamannya.
“Nggak!” Teriak Afa yang buru-buru langsung keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam gang.
Shane dan Sam pun hanya tertawa melihat tingkah Afa.
“Memang apa sih sebenarnya yang terjadi?” Tanya Shane yang sejak tadi hanya tahu bahwa Artha selingkuh.
“Gue juga kurang tahu jelas kronologinya gimana? Soalnya gue belum nanya cerita pastinya. Intinya tadi gue ngikutin dia. Ternyata dia pergi keluar kota ke rumahnya si Artha. Gue tungguin aja di depan pos satpam. Nggak lama dia keluar lagi sambil jalan nunduk gitu. Lama-lama nangis dia pinggir jalan. Pas gue suruh masuk mobil, gue tanya aja kenapa. Dia bilang si Artha sama si Deby lagi ehem ehem di kamarnya si Artha. Ya mendengar itu semua, gue tahu sih dia pasti terpukul, makanya gue belum berani nanya banyak.” Jawab Sam menjelaskan.
“Dih parah ya itu anak. Gue kira cowok pas-pasan nggak akan berani selingkuh.” Ungkap Shane.
“Bukan pas-pasan tapi kekurangan. Yang kelebihan Cuma berat badannya aja.” Jawab Sam.
Tiba-tiba nada dering telepon genggam mereka berdua tiba-tiba berbunyi tanda ada pesan masuk.
“Good Night, jangan tidur kemalaman ya. I Love You guys.” Sam membaca pesan dari Afa.
“Dih, benar-benar gila ini anak, masa ngirim ginian?” Sam menunjukan layer telepon genggamnya kepada Shane.
“Punya gue juga bunyi, coba tolong lihat pesan dari siapa?” Shane menyerahkan telepon genggamnya kepada Sam.
“Ini juga dari Afa. Sama kayak yang gue terima barusan. Good Night katanya.” Jawab Sam sambil memberikan kembali telepon genggam Shane.
Di rumah Afa, dia sedang terbaring malas diatas Kasur. Pikirannya masih melayang seolah menolak pulang kedalam otak. Dia masih terbayang tentang kejadian tadi siang. Sesekali kenangan masa lalunya juga mampir kedalam ingatannya. Air mata menetes kembali tanda tak kuasa menopang beban. Dia tidak tahu bagaimana cara memberitahukan kabar buruk ini kepada keluarganya. Terlebih dia tidak tahu bagaimana caranya mengikhlaskan kepergian tunangannya.
“huft…” helaan nafas keluar dari mulutnya karena hidung sudah merah dan tersumbat.
Dia tidak bisa tidur malam itu. Itu malam pertama dia tidak berbalas pesan dan mengucapkan selamat malam kepada Artha. Rasanya ada ruang hampa di dalam hatinya. Ada yang hilang padahal orang itu masih ada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments