Sebuah Pelajaran

“Artha selingkuh Mam. Artha kepergok lagi adegan dewasa dengan wanita lain. Afa melihat langsung mata Afa sendiri.” Jawab Afa lirih.

“Keputusan Afa sendiri bagaimana? Apakah Afa sudah kasih tahu orang tua Afa?” tanya Mami sambil mengelus rambut Afa.

“Belum Afa kasih tahu orang tua Mam. Afa bingung harus menjelaskannya bagaimana sedangkan Afa sendiri masih belum menguasai keadaan. Afa takut justru Afa nggak bisa bertindak benar disaat fikiran Afa sedang kalut. Tapi untuk kedepannya, sudah pasti Afa nggak akan sama Artha lagi. Selain Artha sudah memberi pernyataan bahwa dia lebih memilih wanita itu juga Afa nggak mau menikah dengan pria yang sudah jelas-jelas pernah berselingkuh. Itu tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya. Hanya saja hati ini masih belum bisa ikhlas menerima kenyataan pahit ini. Ntah bagaimana cara mengobatinya?” Jawab Afa sambil menangis.

“Afa, mungkin ini terdengar tidak masuk akal untuk Afa saat ini, tapi perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. Justru itu bisa jadi awal yang baru untuk sebuah hubungan yang lain. Seperti Artha dan selingkuhannya atau seperti Afa dengan pria lain yang mungkin akan menjadi jodoh Afa. Mungkin ini sangat berat, tapi Mami yakin Afa wanita kuat, Afa wanita hebat. Dulu saat Mami memutuskan untuk bercerai, Mami juga seperti Afa. Pikiran Mami sangat kalut. Mami merasa Mami telah menghancurkan hak anak-anak Mami untuk mendapatkan kasih sayang dari seorang Ayah. Tapi seiring berjalannya waktu, kami semakin dewasa dan belajar untuk bijaksana. Walaupun mungkin nggak adil bagi mereka, tapi setidaknya Mami sudah mencoba melakukan yang terbaik untuk mereka.” Kata Mami menjelaskan dan memberi nasihat kepada Afa.

“Mami, maaf. Afa cengeng.” Kata Afa sambil menghapus air matanya.

“Nggak apa-apa. Setiap orang berhak untuk bersedih, tapi hanya orang yang hebat yang bisa bangkit dari kesedihannya. Sekarang Afa istirahat dulu ya disini.” Pinta Mami.

Afa hanya mengangguk dan langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur. Dibelainya rambut hitam panjangnya oleh seorang Ibu yang bukan Ibu kandungnya tetapi dia begitu menyayanginya.

Tidak terasa rasa kantuk menyeruak. Afa tidak dapat menahannya lagi dan langsung terlelap. Dia masih saja bermimpi buruk, tapi dia sudah tidak menangis lagi. Mungkin dia sudah mengikhlaskannya.

Di halaman belakang, kedua sahabatnya sedang membuat dekorasi untuk merayakan hari ulang tahunnya Afa. Afa mungkin lupa karena permasalahan yang dia alami saat ini sangatlah berat. Namun tidak dengan sahabat-sahabatnya. Mereka masih mengingatnya dan ingin memberi kejutan agar Afa bahagia. Maminya juga terlibat dalam menyiapkan kue ulang tahun.

Tidak terasa jams udah menunjukan pukul 7 pagi. Afa terbangun dari mimpi buruknya. Sedikit mengumpulkan nyawa yang masih hilang, dia mencoba fokus pada seisi ruangan.

“Ternyata benar aku nggak di rumah.” Pikirnya dalam hati.

Dia bergegas merapikan rambut dan pakaiannya dan langsung turun ke bawah. Karena bagaimanapun saat ini dia sedang berada di kamar nyonya rumah ini. Afa merasa tidak enak karena Mami pasti sudah berangkat kerja sedangkan Afa masih saja enak tidur disana.

Sesampainya di anak tangga terakhir, Afa disambut oleh Bibi.

“Non Afa, mau sarapan dulu atau nggak?” Tanya Bibi.

“Yang lain udah pada berangkat kerja ya Bi? Afa sarapan diluar saja Bi.” Tanya Afa sekaligus menjawab pertanyaan Bibi.

“Non Afa tadi saya dapat pesan dari Den Sam kalau Non bangun, Non disuruh ke halaman belakang, Den Sam nunggu Non disana.” Jawab Bibi yang sebenarnya sudah diberi kode oleh Sam.

“Oh, ya sudah kalau gitu Afa kesana dulu ya Bi. Terima kasih Bi.” Jawab Afa yang kemudian dia langsung melangkahkan kaki ke Halaman belakang rumah.

“Happy birthdays to you, happy birthdays to you, happy birthdays, happy birthdays, happy birthdays to you.” Lagu itu dinyanyikan oleh semua orang yang ada disitu.

Terlihat senyuman mengembang di wajah Afa. Banyak sahabat Shean dan Sam yang juga menjadi teman Afa datang dan berkumpul untuk memberi kejutan padahal ini bukan hari libur.

“Selamat ulang tahun ya sayang. Semoga dihari ulang tahun kamu saat ini, kamu semakin bertambah dewasa, semakin kuat, semakin hebat dan semakin bahagia.” Ucap Mami yang kemudian memeluk Afa.

“Terima kasih Mami.” Balas Afa yang kemudian saling melepaskan senyumannya.

“Fa, gue sayang sama Lo.” Ucap Sam sambil memeluk Afa.

“Iya gue tahu. Thanks ya. Lo selalu ada buat gue.” Balas Afa kepada Sam.

“Afa, selamat ulang tahun ya. Semoga panjang umur.” Ucap Vivi.

“Afa, adik abang sudah dewasa ternyata. Sehat-sehat ya Fa, semoga Afa Bahagia.” Ucap Eric sambil memeluk Afa.

“Semoga kita tetap seperti ini sampai tua nanti. Aamiin.” Ucap Farel yang ikut memeluk Afa dan Eric.

Mereka melanjutkan dengan meniup lilin dan memotong kue.

“Tuhan, ini keluargaku. Kau boleh menamparku lewat perpisahanku dengan tunanganku. Tapi tolong, jangan uji aku dengan memisahkanku dari mereka. Tanpa mereka, mungkin sekarang aku tinggalah sebuah nama yang tidak akan Engkau terima. Tuhan, jika boleh, ijinkan aku melapangkan dadaku untuk menerima kenyataan ini, kuatkan aku sebagaimana Engkau menguatkan orang-orang yang telah Engkau berikan cobaan yang mungkin lebih besar daripada aku. Aamiin.” Doanya dalam hati.

 Merekapun berpesta di hari kerja. Ntah apa yang mereka fikirkan sampai rela meluangkan waktuny demi membuat seorang Afa tertawa.

Di urutan paling belakang terlihat Shane sedang duduk sambil melihat kea rah Afa. Afa pun berjalan mendekatinya disaat yang lain sedang asik bercengkrama.

“Kak!” sapa Afa.

“Fa, boleh peluk sebentar nggak?” tanya Shane.

“Kakak kenapa?” Tanya Afa sambil memeluk Shane.

“Kakak nggak tahu harus ngucapin apa Fa. Kakak bersyukur kamu masih ada disini bersama kami. Kakak bahagia ada Afa disini. Kakak nggak tahu bagaimana jadinya kalau tadi Kakak telat sebentar saja dan kehilangan Afa.” Ucap Shane dengan tangan yang bergetar.

“Ya Tuhan, disaat aku terlalu fokus memikirkan diriku sendiri atas sikap bajingan itu, ternyata ada hati seseorang yang sedang aku lukai. Ya Tuhan, tolong kuatkan hatinya melebihi kekuatan hatiku. Sungguh, aku menyesal telah membuatnya ketakutan seperti ini.” Pinta Afa dalam hati.

“Kakak sayang sama Afa, kakak nggak mau kehilangan Afa. Tolong! Jangan berbuat hal yang tidak-tidak.” Air mata Shane menggenangi munggung Afa. Dia bergegas menghapus air matanya, akan tetapi masih saja terus mengalir.

Afa mencoba melepaskan pelukannya yang sangat erat. Afa melihat pria tangguh itu sedang berada dititik lemahnya. Afa menghapus air matanya lalu memeluknya kembali. Sekarang pelukan Afa lebih kencang dari pelukan Shane. Tidak tahu kenapa, semua tentang Artha terhapus dari pikirannya dan berubah menjadi pilu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!