“Apa yang kamu pikirkan mas? Kenapa harus dengan dia? Kenapa harus terbukti dengan Wanita yang pernah aku curigai? Kenapa sekarang? Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak sejak dulu saja? Kenapa di hari spesialmu mas? Kenapa disaat aku berani datang kesini sendiri? Bagaimana sekarang aku harus menghadapimu mas? Bagaimana aku harus menjawab semuanya disaat aku tidak bisa bertanya apapun terhadapmu?” Semua pertanyaan itu penuh dipikiran Afa.
Sesampainya di depan gerbang, Afa langsung bertemu dengan Mamanya Artha.
“Sayang, ko nggak masuk?” Tanya Mamanya Artha.
“Afa sudah masuk ke dalam Mah. Mas Artha ada di kamarnya.” Jawab Afa sambil menahan tangis dengan tidak menatap mata Mamanya Artha. Dia pun langsung bersalaman dengan Mama dan Papanya Artha.
“Terus kenapa keluar? Ayo masuk. Kita langsung ke Kamar Artha.” Jawab Mamanya Artha sambil menggandeng tangah Afa diikuti dengan Papa dan Adiknya Artha dibelakangnya sambil membawa kue ulang tahun.
Belum sampai kedepan pintu kamar Artha, Artha sudah keluar dari kamarnya dengan terlihat terburu-buru dan masih bertelanjang dada.
“Mama? Mama sudah pulang? Katanya Mama diluar sampai malam?” Kata Artha sambil memegang kaos dan membenarkan celana yang sudah ia kenakan.
“Sayang? Ko kamu nggak pakai baju?” Tanya Mamanya dengan heran yang kemudian melengos pergi kedalam kamar Artha.
Didalam kamar tersebut terlihat seorang Wanita yang sedang berusaha memakai Bra.
“Tante.” Kata Wanita tersebut.
“Arya, kamu tunggu di kamar dulu ya. Jangan keluar kamar sebelum Mama suruh keluar.” Perintah Mamanya Artha kepada anak keduanya yaitu Arya yang tidak lain adalah adik Artha.
Aryapun mengangguk sambil memberikan kue ulang tahun kepada papanya yang sejak tadi dipegangnya.
“Keluar kamu sekarang! Turun ke bawah!” Teriak Mamanya Artha kepada Wanita tersebut. Setelah itu Mamanya Artha menggenggam tangannya Afa dan mengajak dia dan Suaminya turun kebawah.
“Kenapa Ma?” Tanya Suaminya.
“Artha. Tidak tahu setan apa yang merasuki pikirannya sehingga dia tega berbuat seperti itu dengan Wanita itu. Tidak tahu malu.” Jawabnya sambil terengah dan penuh emosi.
Tidak lama kemudian Artha dan Deby turun kebawah. Dengan sangat percaya diri Deby menggandeng tangan Artha. Terlihat semuanya sudah berkumpul di ruang tengah kecuali adiknya Artha yang memang diperintahkan untuk tetap berada di kamar.
“Jadi apakah kamu ingin menjelaskan sesuatu pada Mama, Artha?” Tanya mamanya sambil menahan kemarahan yang ingin sekali loncat.
“Kalian berdua sedang apa tadi di dalam kamar, Artha? Kamu juga tidak memakai baju saat keluar kamar itu.” Tanya Ayahnya.
“Anu. Mah…”
“Kami saling mencintai Om, Tante.” Jawab Deby yang memotong perkataan Artha sambil menggenggam tangan Artha.
“Apa maksud kamu? Artha bahkan sudah bertungan dengan Afa dan akan menikah sebentar lagi setelah mereka lulus kuliah.” Teriak Mamanya Artha dengan sangat marah. Rasanya kemarahan itu sudah tidak dapat lagi dibendungnya.
“Sudah berapa lama kamu menjalani hubungan dengan Wanita ini?” tanya Papanya.
“Sudah 1 tahun Pah.” Jawab Artha sambil menunduk.
“1 tahun kamu mengkhianati tunanganmu?” tanya Papanya sambil melempar kue ulang tahun kea rah Artha yang ada di atas meja.
Artha terkaget melihat sikap Papanya. Pasalnya Papanya tidak pernah marah kepadanya walaupun dia kadang bersikap bandel. Ini adalah pertama kalinya Artha melihat kemarahan Papanya.
“Mama nggak habis pikir sama kamu Artha. Tega sekali kamu menyakiti Afa. Kamu menyakiti Afa sama saja dengan kamu menyakiti Mama. Kamu tahu Mama sudah sangat sayang dengan Afa. Bagi mama, Afa adalah anak kandung Mama. Kamu tentu tahu itu semua kan Artha?” Kata Mamanya sambil menangis.
“Afa, sayang.” Kata mamanya meraih tangan Afa.
“Mama tenang aja, Afa nggak apa-apa ko. Mama jangan nangis ya. Nanti Afa sedih kalau lihat mama nangis.” Jawab Afa sambil memberanikan diri menatap mata calon mertuanya sambil tersenyum dan langsung memeluknya.
“Lihat tunanganmu jauh-jauh dari luar kota datang untuk memberimu kejutan ulang tahun tapi kamu malah balik membuatnya terkejut.” Teriak Papanya Artha sambil mengarahkan wajah anaknya ke posisi dimana tunangannya duduk.
“Jadi, Mas pilih aku atau Wanita itu?” tanya Afa yang langsung kepokok permasalahannya.
“Afa, Mas minta maaf, ini bukan salah kamu, tapi Mas sayang sama Deby. Mungkin karena selama ini kamu jauh dan Deby lah yang selalu ada di samping Mas.” Jawab Artha sambil melihat kea rah Afa.
“Pertanyaanku bukan itu Mas.” Kata Afa mempertegas.
“Mas pilih Deby, karena Deby selalu ada disaat Mas butuh.” Jawab Artha.
Hati Afa kini bagai disambar petir mendengar jawaban tunangannya. Dia bukannya ingin berdebat hanya saja bagaimana mungkin akan mempertahankan hubungan yang sudah ada kebohongan di dalamnya. Afa pun pamit untuk pulang.
“Sayang, Mama antar pulang ke Bandung ya.” Pinta Mamanya Artha.
“Nggak usah mah, Afa kan sudah pesan tiket pulang. Sayang kalau nggak dipakai.” Jawab Afa.
“Kalau gitu Mama antar kamu ke Shuttle ya. Ayo Pa.” pinta Mamanya Artha.
“Nggak usah mah, lagi pula Afa mau ketemuan dulu sama Refan. Mama, selesaikan dulu saja urusan Mama sama Artha dan Wanita itu.” Jawab Afa.
“Sayang, Mama tidak tahu harus bagaimana? Mama sayang sekali sama Afa. Afa adalah anak perempuan Mama. Tapi bagaimana Mama bisa melihat anak perempuan Mama disakiti oleh anak laki-lakinya sendiri?” Jawab Mamanya sambil terus menangis.
“Afa, apakah ini masih tidak bisa dibicarakan untuk dipertahankan?” Tanya Papanya.
“Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi Pah. Lagi pula Mas Artha sudah menjawabnya. Jika diteruskan malah akan membuat banyak pihak tersakiti. Memang Papa mau kami tetap melanjutkan pernikahan kami tetapi anak laki-laki Papa justru asik berselingkuh dengan Wanita itu dan menganggap Afa tidak ada?” Jawab Afa dengan sangat tegas.
“Mama mengerti sayang. Tapi Mama tidak ingin Afa pergi dari hidup Mama. Mama sudah terlanjur sayang sama Afa.” Pinta Mamanya Artha.
“Afa tetap ada dan akan selalu ada, hanya saja statusnya saja yang berubah. Afa bukan lagi tunangan Mas Artha, melainkan mantan tunangannya Mas Artha. Jika Mama masih ingin menghubungi Afa, silahkan! Afa dengan senang hati akan selalu membalas semua pesan Mama. Akan tetapi untuk tetap disamping apalagi hidup bersama dengan Mas Artha, Afa sudah tidak mampu.” Jawab Afa memperjelas maksudnya.
Mamanya Artha tentu tau Afa adalah anak yang teguh pada pendiriannya. Jika dia sudah bilang tidak berarti tidak. Sangat sulit untuk membujuknya berubah pikiran.
Afa meninggalkan rumah mewah itu dan berjalan kaki. Pikirannya kosong tidak ada tujuan. Air matanya menetas tanda tidak sanggup lagi dia bendung. Dia menghapus air matanya namun tetap mengalir.
“Dasar gadis bodoh.” Umpat seorang laki-laki di dalam mobil dari kejauhan.
Klakson mobil memecahkan lamunan Afa, namun air matanya masih saja mengalir. Kaca mobil perlahan turun dan terlihat seorang pria berkulit putih di dalamnya.
“Masuk!” suruh pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments