Keesokan harinya di rumah Afa. Masih seperti biasa, Afa sedang membiasakan diri untuk tidak menghubungi Artha walaupun sesekali Artha masih menghubunginya. Mama atau Papanya juga masih selalu mencoba mendekati Afa.
“Weekend Artha sama keluarganya kesini nggak Fa?” Tanya Ibunya Afa.
“Nggak Bu.” Jawab Afa singkat.
“Loh kenapa?” Tanya Ibunya penasaran.
“Lagi sibuk ada tugas kuliah Bu, nggak akan sempat kesini dulu.” Afa memperjelas.
“Oh ya udah kalau gitu.” Jawab Ibunya Afa.
Afa sengaja tidak ingin memberi tahu apapun mengenai kejadian itu. Sebisa mungkin Afa ingin menghindar untuk membicarakannya. Afa ingin menata hatinya lebih dulu sebelum menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Artha : Fa, masih marah sama Mas? Udah dong. Kita baikan ya. Mas tau bahwa Mas salah (07.31)
Artha : Mama sakit Fa, manggil-manggil Afa terus. Afa bisa kesini nggak nengokin Mama? (08.05)
Artha : Afa boleh marah sama Mas, tapi jangan gini sama Mama. Mama nggak salah Fa, Mas yang salah. (08.45)
Artha : Memang kamu nggak kasihan sama Mama. Mama sayang sama kamu tulus loh Fa. Mama sampai rela dihina sama cowok yang angkat telepon dari Mama itu. Padahal Mama nggak punya salah apa-apa sama kamu. Tapi ko kamu jahat gini sama Mama? (09.15)
Semua itu adalah pesan yang dikirmkan oleh Artha kepada Afa. Awalnya Afa tidak menanggapinya, tapi mengetahui bahwa mantan calon mama mertuanya sakit, hati Afa pun luluh. Dia mencoba untuk menelepon Mamanya Artha.
“Hallo.” Jawab Mamanya Artha.
“Hallo Ma. Mama sakit apa? Tadi dapat kabar dari Mas kalau Mama sakit.” Tanya Afa.
“Nggak apa-apa ko. Mama cuma kecapean dan banyak pikiran aja.” Jawab Mamanya Artha dengan nada yang lirih.
“Makanya Mama jangan banyak pikiran dong, jangan kecapean juga. Jadi sakit deh. Mama kan tahu Afa nggak bisa terus disamping Mama.” Kata Afa yang mengkhawatirkan mantan calon Mama mertuanya.
“Ya gimana Mama nggak banyak pikiran Fa kalau anak perempuan Mama nggak mau kembali sama anak laki-laki Mama? Padahal Mama itu sayang kalian berdua. Kenapa sih Fa nggak bisa memaafkan Mas?” tanya Mamanya Artha sambil menangis.
“Ma, maaf, ada dosen datang. Afa tutup dulu ya teleponnya.” Kata Afa yang menghindar dari pembahasan tadi.
Setelah mengucapkan salam, Afa pun mematikan teleponnya. Padahal sebenarnya dia sedang berada di rumah, hanya saja dia tidak ingin membicarakan apapun lagi.
Jam sudah menunjukan pukul 1 siang hari. Afa pergi ke Kampus karena ada jadwal perkuliahan jam 2 siang. Seperti biasa, Afa pergi menggunakan transportasi online.
Sesampainya di Kampus Afa belajar seperti biasanya. Namun, ada yang sedikit berbeda kali ini. Dia tidak betul-betul memperhatikan pembahasan Dosennya. Pikirannya masih campur aduk antara sedih, kesal dan kecewa. Di dalam kelas Afa hanya melamun dengan tatapan kosong. Sesekali ada Dosen yang bertanya dan Afa menjawab tidak tahu karena memang Afa tidak memperhatikan apapun.
Tidak terasa jam sudah menunjukan pukul 6 sore. Semua kelas perkuliahan sudah selesai. Afa langsung berjalan keluar kelas bersama dengan teman-temannya yang lain. Dengan tatapan kosong dia berjalan perlahan.
“Ih, ganteng. Anak jurusan apa tuh?” tanya salah satu temannya.
“Paling jurusan Hubungan Internasional. Lihat aja tampangnya bukan orang sembarangan.” Jawab temannya yang lain.
“Afa!” Panggil seorang pria dari kejauhan.
Afa masih saja fokus dengan lamunannya. Dia tidak tahu ada yang memanggilnya. Dia juga tidak tahu jika temen-temannya sedang membicarakan seseorang.
“Fa! Ada yang manggil tuh!” sahut Imel yang berada didekatnya.
“Ah, iya. Makasih ya.” Jawab Afa.
“Makanya jangan melamun mulu. Nanti cowok gantengnya kabur loh.” Sindir Imel.
“Hahaha apaan sih. Aku duluan ya.” Jawab Afa yang kemudian meninggalkan teman-temannya yang lain dan menghampiri Shane
“Ngelamun ya? Dipanggil nggak nyaut.” Tanya Shane, pria yang tadi memanggilnya dari kejauhan.
“Iya, sedikit.” Jawab Afa lesu.
“Fa…”
“Aku baik-baik aja Kak.” Kata Afa yang memotong kalimat Shane yang belum selesai Shane tuntaskan.
“Sini ranselnya kakak yang bawa.” Pinta Shane sambil melepaskan ransel yang ada dipunggung Afa.
“Nggak usah kak, nggak berat ko.” Afa mencoba menahannya.
“Nggak berat juga nggak apa-apa. Nurut ya.” Shane mencoba melepaskannya lagi.
Kali ini tidak ada perlawanan. Afa memberikan tas ranselnya kepada Shane. Mereka pun berjalan bersama menuju parkiran. Sesampainya diparkiran, mereka langsung masuk ke dalam mobil dan keluar dari area kampus. Mereka berencana untuk pergi kesebuah restaurant.
“Kak, sebenarnya aku salah nggak sih kalau nggak mau balikan sama Artha?” tanya Afa kepada Shane.
“Nggak ko, setiap orang bebas menentukan pilihan. Asal mereka bisa mempertanggungjawabkan pilihannya sendiri.” Jawab Shane.
“Kenapa Fa? Artha ngajak balikan?” Lanjut Shane.
“Nggak, cuma Mamanya bikin aku berat. Sekarang malah pakai acara sakit segala katanya karena banyak pikiran. Mamanya sempat minta aku maafin Artha terus balik lagi kayak dulu. Tapi hati aku udah terlanjur kecewa. Aku nggak mau sakit hati lagi.” Afa menjelaskan keadaan yang sebenarnya.
“Kalau gitu tolak saja. Kamu juga berhak bahagia Fa. Kamu bukan layangan yang bisa mereka Tarik ulur sesuka hati. Biarkan hatimu memilih baiknya seperti apa.” Kata Shane.
Seperti biasa, Shane selalu memberikan solusi dengan sangat hati-hati. Dia tidak pernah berkata kasar dan juga menyudutkan orang lain. Dia mencoba menjadi penengah diantara keduanya ketika Afa sedang memiliki masalah.
Akhirnya Afa dan Shane sampai disebuah Restaurant. Mereka masuk dan memesan sepaket barbeque. Itu adalah makanan kesukaan Afa. Shane ingin membantu Afa menyembuhkan luka dihatinya.
Afa meminta berphoto dengan Shane, bukan wajahnya, hanya tangannya yang saling berpegangan lalu mengunggahnya ke salah satu media sosialnya.
“There goes my hands shaking and you are the reason. My heart keeps bleeding, I need you now.” Caption Afa di media sosialnya dan menandai Shane didalam foto tersebut.
Shane langsung melihat pemberitahuan di telepon genggamnya. Dia sontak kaget melihat Afa untuk pertama kalinya menandai Shane dalam unggahan photo di media sosial milik Afa. Pasalnya selama ini yang selalu Afa tandai adalah Artha. Tidak ada seorangpun selain Artha.
“Fa, ini nggak akan kenapa-kenapa?” tanya Shane gugup.
“Kenapa memang Kak?” tanya Afa heran.
“Nggak, hanya saja kamu biasanya menandai Artha dan tidak ada orang lain.” Jawab Shane ragu.
“Ko kakak tahu? Iya dulu aku tuh komitmen sama diri aku sendiri, aku nggak akan upload siapa-siapa selain dia karena aku ingin orang lain tahu kalau aku udah ada yang punya, ya dia. Tapi kan sekarang dia udah nggak ada. Jadi aku bebas. Hehe.” Jawab Afa sedikit sedih tapi mencoba tersenyum.
“Boleh kakak upload juga nggak photo yang sama?” tanya Shane ragu.
“Boleh.” Jawab Afa sambil menikmati makanannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments