Disya memasuki Lobby kantor terbesar di kota, dimana ayahnya juga mengabdikan dirinya di perusahaan milik Adhitama Grub ini. Dan kini Disya juga ingin seperti sang ayah yang bekerja dengan giat dan bertanggung jawab dengan kejujuran.
Disya masuk kedalam lift, untuk menuju ruangan sahabatnya, dirinya akan menemui Vivi diruangannya, karena Dina sudah pasti ikut rapat penting yang sedang berlangsung.
"Sya.." Vivi yang melihat sahabatnya membuka pintu terseyum dan langsung menyambut kedatangan Disya.
"Hai," Keduanya berpelukan dan cium pipi.
"Kamu sendiri, atau sama_" Vivi mengantungkan ucapanya.
"Ya, sendiri lah. Memangnya mau sama siapa?" Jawab Disya, sambil menaruh paper bag yang dia bawa.
"Mas Dino lah siapa lagi." Ucap Vivi sambil tertawa.
"Dia sibuk, hari ini sedang bertemu klien diluar kota." Tutur Disya.
"Oh, aku kira sibuk mikirin kamu." Ucap Vivi masih dengan tertawa.
Disya hanya mencebik. "Dahlan, aku lagi deg-degan bayangin rapat hari ini, takut kalau pria tua itu bisa mengelak dari kasus yang dia lakukan." Tutur Disya.
Dirinya memang memang tidak tenang sejak tadi, bahkan jantungnya terus berdebar kencang.
"Tidak usah khawatir bos kita itu tidak akan menjerat orang yang salah, pasti mereka akan mencari tahu lebih dulu sebelum bertindak." Tutur Vivi, untuk menenangkan sahabatnya.
"Semoga." Ucap Disya. "Aku bawain kue nih, tadi sempat mampir, ini kamu, ini untuk Dina." Disya memberikanya pada Vivi.
"Aa makasih beb, tau aja aku udah kepengen ini tapi belum sempet." Vivi senang mendapat kue kesukaanya.
"Huuu, dasar."
Keduanya tertawa. Tak lama ponsel Disya berdering, dan tertera nama Dina disana.
"Angkat aja, mungkin saat nya kamu disana." Ucap Vivi, menyuruh Disya.
"Halo Din."
"...."
"Eh, harus banget ya?" Tanya Disya sambil menata Vivi. "Yaudah deh aku kesana sekarang."
"Buruan sya, Ngak pake lama." Ucap Dina diseberang sana.
"Iya.."
Disya memasukkan ponselnya kembali, setelah Dina memutus sambungan teleponnya.
"Apa?" Tanya Vivi.
"Aku disuruh keruang rapat sekarang."
Vivi mengembangkan senyum. "Yaudah gih buru, aku anterin." Vivi langsung berdiri sangking semangatnya. "Aku juga mau cucu mata liat oak CEO yang ganteng." Lanjutnya dengan senyum lebar.
"Dasar.."
Keduanya beranjak pergi untuk menuju ruang rapat, yang suasana di dalamnya sudah tegang. Jantung Disya semakin berpacu dengan cepat saat pintu ruangan rapat sudah didepan mata.
Ceklek
Pintu itu terbuka dari luar, dan semua orang yang berada didalam menatap kearah pintu yang terbuka.
Vivi yang menjadi tersangka hanya bisa tersenyum kikuk, seperti tertangkap basah.
"Maaf, saya lupa mengetuk pintu sangking semangatnya." Ucap Vivi sambil menyengir.
Dina menepuk keningnya, sedangkan Disya yang masih dibelakangnya geleng kepala, dengan menarik tangan Vivi.
"Masuk, kenapa kamu yang datang?" Tanya Arfin yang melihat salah satu karyawan di Staf keuangan.
"Hehe, maaf pak saya hanya mengantar teman saya dan saya juga penasaran, ehh." Vivi langsung menutup bibirnya.
Dina menghela nafas kasar dengan kelakuan sahabatnya itu.
"Vi, mana Disya."
Deg
Mendengar seseorang menyebut nama Disya membuat Adam menoleh menatap Dina.
"Ada, ini." Vivi menarik tangan Disya agar masuk, dah Disya yang belum siap sampai tubuhnya terhuyung kedepan.
"Sya awas.." Ucap Dina yang ikut terkejut reflek ingin menolong Disya, tapi jaraknya yang tidak mampu.
Disya menarik napas dalam sambil memejamkan matanya, mengusap dada, Disya sambil menatap Vivi tajam yang hanya bisa meringis sambil mengucap 'sorry' tanpa suara merasa bersalah.
Ditempat yang cukup jauh, Adam duduk terpaku melihat Disya yang berdiri di sana, Ya wanita bernama Disya itu benar wanitanya.
"Kamu Staf baru yang membuat laporan palsu itu, kamu sengaja ingin menjebak saya dengan laporan palsu mu itu!" Pram langsung menyerang Disya. Dirinya begitu marah ternyata karyawan baru yang sudah dia sogok membuatnya dalam bahaya kehancuran.
Disya yang masih menatap Vivi beralih menatap pria yang mengeluarkan suara menggelegar.
"Nona Disya, tolong jelaskan apa maksud dari laporan yang anda buat." Arfin menatap Disya dengan tatapan yang dan Adam yang menyadari itu mengepalkan tangannya kuat.
"Ternyata wanitaku yang kau bicarakan tadi, kurang ajar kau Fin." Ucap Adam dalam hati.
Adam tak lepas menatap wanita yang berjalan mendekat kedepan, dimana disana ada Arfin dan Pramono yang berdiri.
Vivi hanya berdiri didekat pintu yang tertutup, wanita itu tidak ingin beranjak karena menurutnya ini adalah tontonan yang menegangkan.
"Yang mana yang harus saya jelaskan bapak Pram yang terhormat," Disya menatap Pram dengan tatapan tegas, tanpa ada rasa takut Untu menunduk.
Adam yang melihatnya tersenyum smirik, ingin melihat bagaimana wanitanya bereaksi.
"Katakan jika laporan yang kamu buat itu tidak benar, kamu hanya ingin memfitnah saya." Ucap Pram dengan tatapan tajam untuk Disya.
Disya tersenyum remeh, "Baiklah jika itu yang anda inginkan m" Ucapan Disya membuat Pramono menelan ludah.
"Saya membuatnya memang bukan atas dasar suruhan pak direktur keuangan yang bernama Pramono. Tapi saya membuatnya karena saya menemukan kejanggalan disetiap laporan yang saya terima, dan itu bukan saat ini saja karena penggelapan dana itu sudah terjadi sejak beberapa bulan sebelumnya."
"Tidak..!! dia berbohong..!!" Pram ingin maju menyentuh Disya, tapi Arfin lebih sigap untuk menahannya.
"Saya memang Staf baru dan baru satu bulan bekerja, tapi saya tidak bisa bekerja dibawah kekuasaan orang yang melakukan kecurangan, jadi saya terpaksa melakukan ini agar orang serakah seperti dia." Tunjuk Disya pada Pram yang sudah menatapnya dengan kemarahan. "Tidak lagi berkeliaran dan merugikan perusahaan." Disya bicara dengan tegas tanpa rasa takut ataupun gugup, wanita itu terus bicara dengan menatap satu-persatu yang hadir disana. Dan terakhir tatapan Disya bertemu dengan tatapan tajam seseorang yang juga menatapnya tanpa berkedip.
Buru-buru Disya mengalihkan tatapan matanya. Dan Disya melihat sang ayah yang tersenyum padanya, Disya membalas senyuman yang Frans berikan. Dan semua pergerakan Disya dilihat jelas oleh Adam. Bagaimana wanita itu berbicara dan bagaimana Disya tersenyum pada direktur keuangan di kantornya. Dan saat itu juga Adam baru menyadari satu hal.
"Disya Fanesya Handoko." Gumamnya yang hanya didengar oleh dirinya sendiri.
Adam tersenyum dalam hati. "Ternyata dia bibit unggul dari Om Handoko." Ucapnya yang malah senyum sendiri, merasa takdir berpihak denganya.
Arfin yang melihat Adam tersenyum menjadi heran sendiri. "Ini suasana lagi tegang tu anak malah senyam senyum ngak jelas." Gerutu Arfin.
Disya memeberikan rekaman yang dia punya pada Dina agar bisa dilihat semua lewat layar proyektor didepan.
"Dan baru tadi pagi beliau menemui saya untuk memberikan uang sogok tutup mulut." Ucap Disya diakhir.
Pramono semakin meradang dan tidak bisa berkutik, pria itu sudah tidak bisa mengelak dengan bukti yang Disya tunjukan.
"Sialan kau wanita licik!!" Teriak Pramono dengan wajah merah padam.
Adam memberi kode untuk Arfin agar segera memproses Pramono.
"Ck, sudahlah jangan banyak ulah, lebih baik siapkan pembangunan di jeruji besi untuk mu istrirahat." Ucap Arfin yang mengiring Pram pada satpam dan anggota polisi yang sudah datang. Dina yang memanggil polisi untuk datang menangkap Pram itupun atas perintah Arfin yang tadi memberinya kode.
Disya menghela nafas lega, dirinya tidak menyangka akan berada di situasi seperti ini.
Para staf yang hadir mulai memberikan pujian kepada Disya, semua memuji keberanian Disya dan kepintarannya yang sudah mengungkapkan kejahatan yang Pram lakukan.
Setelah memberi pujian mereka semua pergi tak lupa ijin juga dengan CEO mereka.
"Ayah.." Disya langsung memeluk Frans yang terakhir didalam ruangan itu, tapi masih ada Dina dan Vivi yang berdiri diruangan itu dengan wajah senang.
"Putri ayah rupanya jadi pahlawan." Ledek Frans dengan tertawa.
Disya yang mendengarnya cemberut. "Ayah ngeledek nih, gini-gini keturunan ayah." Jawab Disya dengan wajah cemberut yang membuatnya semakin gemas di mata Adam.
Ya, Adam masih duduk di kursinya belum bergerak sama sekali, pria itu masih betah memperhatikan Disya dari jarak yang belum bisa tersentuh.
Frans terkekeh. "Iya dong, titisan ayah memang yahuttt."
"Ayaahh iih." Disya merajuk sambil memeluk Frans.
"Yasudah ayah bantu Arfin untuk mengurus Pram, kamu tenang saja, tuan Adam tidak akan memecat mu, dan mungkin dia akan memberikan hadiah untuk putri ayah ini." Frans menepuk kepala Disya, dan beralih menatap Adam yang sejak tadi menatapnya. "Bukankah begitu nak Adam?" tanya Frans pada Adam.
Adam yang ditanya gelagapan, dirinya hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan Frans.
Disya yang melihat reaksi Adam hanya diam saja, dirinya ingat kejadian tadi pagi yang membuat rok yang dia pakai kotor.
Setelah Frans pergi, Dina dan Vivi mendekat Disya, tapi belum sempat mereka bicara, deheman keras Adam sudah membuat alarm tersendiri untuk keduanya.
Ehem
Dina dan Vivi, saling tatap. Sedangkan Disya menatap keduanya bingung.
"Hehe, demi kesejahteraan lebih baik kami pergi untuk kembali bekerja." Ucap Dina.
"Ehh kalian mau kemana aku ikut." Disya ingin mengikuti kedua temannya yang akan keluar, tapi mendengar suara bariton di belakangnya membuat langkah kaki Disya berhenti.
"Biarkan mereka keluar, kamu diam ditempat." Titah Adam yang langsung membuat Vivi dan Dina memilih pergi dan menutup pintu.
Disya berbalik dan menatap pria yang sudah berdiri dibelakangnya, dengan tatapan tajam.
Disya menelan ludah, baru kali ini dirinya ditatap tajam seorang pria yang membuat jantungnya berdebar.
"Anda mau apa? kalau hanya ucapan terima kasih, t-tidak perlu." Ucap Disya gugup saat tubuh tegap Adam semakin mendekat kearahnya.
Grep
Adam mendorong bahu Disya hingga menabrak dinding dibelakang, dan Adam dengan cepat mengunci tubuh Disya saat wanita itu ingin kabur.
"Mau kemana hm." Adam menatap wajah Disya yang panik dari jarak dekat, membuat Adam bisa melihat wajah Disya yang cantik alami dengan bibir tipis yang rasanya ingin dia cicipi lagi.
"Anda mau apa, lepas." Disya mencoba memberontak tapi tangan Adam tidak bergerak sama sekali.
"Disya Fanesya Handoko, apa kabar? sepertinya takdir memang berpihak padaku, mekipun kau menjauh sekalipun dariku."
Disya memejamkan matanya saat merasakan nafas hangat Adam menerpa wajahnya saat bicara. Disya merasakan jantungnya berdetak cepat.
"M-masud Anda apa?" tanya Disya yang tidak mengerti.
Adam masih menikmati kedekatan tanpa jarak seperti ini, entah mengapa dirinya seperti tertarik untuk mendekat. "Hm, aku rasa kamu melupakan apa yang pernah kita lalui, dan mungkin saja kamu tidak mengenaliku." Jemari Adam menyentuh dagu Disya, tatapan matanya tertuju pada bibir Disya yang ranum. "Percintaan satu malam di London."
Deg
Jantung Disya semakin cepat berdetak, kedua matanya membulat sempurna. "J-jadi kau." Disya menggelengkan kepalanya.
"Hm, aku pria yang sudah membuatmu menjerit dan mendesahh nikmat malam itu."
"Tidak mung_Emph.."
.
.
TINGGALKAN JEJAK KALIAN, JIKA LUPA, BALIK LAGI UNTUK LIKE KOMEN 🤣🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Puput Regina Putri
dwwaarrrrr 🤗
2024-06-11
0
yetiku86
🤣🤣🤣🤣👻
2024-06-09
0
Katherina Ajawaila
TQ thour, keren makin seru aja 🥰
2024-04-11
0