Sampainya di kantor Disya sudah ditunggu oleh direktur keuangan di dalam ruanganya.
Wajar saja direktur bernama Pram itu menunggu Disya, karena memang ada maksud.
"Pak Pram." Disya sampai terkejut melihat direktur keuangan menyambangi meja kerjanya, karena biasanya mereka yang menyambangi rungan direktur itu.
Kebetulan Disya berangkat pagi, dan hanya ada mereka berdua dan OB yang sedang membersihkan ruangan itu.
"Kebetulan kamu berangkat pagi." Pria bernama Pram itu mengeluarkan amplop coklat. "Saya tidak ingin kamu berbuat hal yang akan merugikan saya, jadi saya rasa ini cukup untuk menutup mulutmu." Pram menyodorkan amplop coklat pada Disya.
Meskipun tahu apa isinya, Disya masih saja bertanya. "Apa ini pak?" Tanya Disya, belum menerima pemberian Pram.
"Jangan banyak bertanya, ambil dan tutup mulut." Pram memaksa Disya untuk menagmbil, amplop yang dia berikan.
"Jangan sekali-kali buka mulut jika kamu ingin hidup tenang." Ucap Pram mengancam, dan berlalu pergi.
Disya teekekeh miris. "Yang ada, Anda yang tidak akan hidup tenang." Ucap Disya dengan yakin.
"Wahh, mbak pagi-pagi udah dapat rezeki." Ucap OB yang sejak tadi membersihkan ruangan staf keuangan.
"Ck, kamu ini Mas, mana hasilnya." Disya mengulurkan tangannya, meminta sesuatu pada OB itu.
"Nih," OB itu menyerahkan ponselnya. "Mbak Disya emang pintar dan cerdik." Ucap OB yang memuji Disya.
Membuka Vidio dan melihat beberapa foto, Disya yakin ini bisa menjadi bukti kedua jika bukti pertama tidak bisa menguatkan.
"Oke thanks mas Adi, lain kali mas cocok jadi kameraman." Ucap Disya sambil tertawa.
Disya memang sudah merencanakan ini, karena info yang dia tahu, direktur keuangan akan menunggu atau mencari Staf yang membuat laporan yaitu Disya. dan kemarin Disya sempat bertanya siapa yang bertugas membersihkan ruangan Staf saat pagi. Disya yang sudah memikirkan matang-matang mulai menyusun rencana. Dan dirinya meminta bantuan OB, dan ternyata Pram tidak menyadari jika ada orang lain ketika dirinya memberi uang sogok kepada Disya.
Ting
Pesan masuk kedalam ponselnya, Disya mengambil ponselnya yang tergelatak di atas meja.
"Yaudah deh mbak, saya balik kerja lagi." OB itu pamit pergi.
"Iya Mas, terima kasih bantuannya." Ucap Disya.
"Sya kamu ikut kekantor pusat kan?" pesan dari Vivi.
"Sepertinya tidak." Disya mengetik dan langsung mengirim pesan kepada Vivi.
"Untuk jaga-jaga saja Sya, jika dia mengelak." Balasan dari Vivi lagi.
Disya tampak menimang pesan yang Vivi kirimkan, memang benar hanya dirinya yang bisa menjelaskan apa yang sudah Pram lakukan, tapi Disya juga takut jika dirinya tidak mendapat pembelaan.
"Tapikan disana ada ayah." Ucapnya pada diri sendiri.
Setidaknya nanti dirinya masih ada tempat berlindung jika Pram akan menyerangnya.
"Kesana aja deh."
.
.
Dikantor Adhitama, Adam baru saja sampai. Pria langsung masuk keruangannya yang sudah ada Arfin disana.
"Perasaan gue hari ini ngak enak deh Dam." Ucap Arfin yang duduk didepan meja kerja Adam.
"Kenapa?" Tanya Adam yang baru saja duduk.
"Entah, aku juga tidak tahu." Arfin mengakat kedua bahunya.
"Aneh." Gumam Adam yang masih didengar Arfin.
Arfin mencebik. "Perwakilan dari kantor cabang hanya pak Pramono saja, beliau sendiri yang datang untuk rapat proyek ini." Ujar Arfin.
"Ya memang biasanya seperti itu kan." Adam membuka berkas yang harus dia pelajari.
Baru masuk dan duduk saja mejanya sudah penuh dengan pekerjaan, dan seperti ini makanan sehari-hari Adam dikantor.
"Iya sih, tapi gue harap karyawan baru yang gue taruh sana ikut juga."
Mendengar perkataan Arfin membuat Adam mendongak menatap asistennya itu.
"Memangnya kenapa? sepertinya kamu berharap banget." Adam menatap Arfin sekilas dan kembali fokus pada pekerjaannya.
"Gue naksir pas pertama liat dia, kalau saja dia disini udah pasti gue Pepet terus." Ucap Arfin sambil tertawa. "Apalagi nyokapnya ada disini duh bisa sekalian minta restu gue." Kelakar Arfin.
Adam memincingkan matanya menatap Arfin yang tertawa dan terlihat senang.
"Maksud kamu siapa?" Tanya Adam yang juga penasaran.
Dirinya memang tidak ikut meng-interview saat itu sehingga Adam tidak tahu biodata para karyawan yang sedang melamar.
"Makanya jangan asal ngambil keputusan tanpa lu tahu wajah-wajah wanita cantik itu." Ucap Arfin lagi semakin membuat Adam kesal karena berbelit.
"Ck, gue bukan lu yang haus wanita cantik." Kesal Adam.
Arfin hanya tertawa. "Ya lu benar, keturunan Adhitama mana ada yang main wanita bisa-bisa di potong dua kali si Otong." Ledek Arfin.
Adam hanya mendelik, Arfin bicara seperti itu pasti karena papa Arfin yang memang sangat mengenal keluarganya.
"Tapi Dam, Kalau lu liat cewek itu, gue yakin lu juga bakalan suka pada pandangan pertama, dan jika itu terjadi otomatis gue mundur teratur." Ucap Arfin sambil tertawa.
"Sialan lu." Adam melempar bulpoin yang ada ditanganya pada Arfin.
Arfin malah tertawa keras, melihat wajah kesal Adam, pria yang tidak pernah terlibat dengan seorang wanita itu, kini tampak kesal dan Arfin puas melihat Adam kesal.
"Selamat siang pak Frans." Pramono menyapa Frans Handoko yang baru saja masuk keruang rapat.
"Siang pak Pram, lama tidak menyapamu." Sapa Frans balik.
"Haha, ya memang sudah lama, karena saya sibuk mengelola keuangan perusahaan, bukan seperti anda yang hanya duduk manis menerima laporan." Ucap Pramono pada Frans dengan sinis.
Frans hanya tersenyum menanggapi ucapan Pramono, "Ya maklum saya sudah tua dan tidak perlu berusaha untuk memikirkan kesenangan hidup."
Ucapan Frans membuat Pramono bungkam, pria paruh baya yang usianya lebih muda sedikit dari Frans itu mengepalkan kedua tangannya dengan tatapan tidak suka.
Tak lama pintu ruangan metting kembali terbuka, Adam dan Arfin masuk.
Semua yang duduk di kursi rapat itu berdiri saat melihat CEO dan asistennya masuk.
"Siang pak Adam."
Mereka semua menyapa Adam, termasuk Pramono dan juga Frans.
Adam hanya menjawab singkat, dan duduk di kursi miliknya disamping arfin.
"Baiklah saya sebagai asisten direktur membuka rapat kita siang ini, untuk proyek yang direktur kita lakukan, disini akan membahas anggaran yang akan kita keluarkan, silahkan untuk mengumpulkan berkas dan memberi penjelasan tentang anggaran yang akan kalian keluarkan." Ucap Arfin kepada staf dan direktur yang hadir.
Frans ditemani Dina yang memang ditugaskan untuk membantu Frans. Sedangkan Pramono tidak membawa siapa-siapa karena menurutnya tidak penting.
Dina lebih dulu memberikan berkas salinannya kepada Adam dan juga Arfin, dan beberapa petinggi yang terlibat dalam pembangunan proyek besar ini.
Sebelumnya Frans memang sudah meminta Adam untuk memeriksa laporan yang Dina buat, itupun atas permintaan Frans, dan Dina hanya tinggal melakukanya dan presentasi.
"Kira-kira dana yang kami keluarkan berjumlah demikian." Ucap Dina menutup penjelasnya.
"Jika ada yang tidak berkenan, bisa dikoreksi, kalian semua sudah memegang rincian yang kami buat." Timpal Frans.
Mereka semua tampak mengaguk setuju, dan Frans tersenyum pada Dina dan menyuruhnya untuk duduk kembali.
Pramono hanya tersenyum simpul. "Harga membawa kualitas, tapi dengan bajet seperti ini apakah bisa mendapatkan barang berkualitas dan bagus." Ucap Pramono mencela.
Semua menatap Pramono. Tak terkecuali Adam Adhitama.
"Saya bisa saja membuat laporan keuangan seperti ini, tapi saja tidak mau menggunakan barang jelek hanya karena meminimkan bajet." Ucapnya lagi.
"Kalau begitu, kami ingin lihat laporan yang anda buat pak Pramono." Ucap Arfin yang memang sebagai juru bicara, sedangkan Adam hanya bergerak dibagian final.
"Tentu saja." Pramono berdiri dan memberikan salinan berkas yang dia bawa untuk rekan yang hadir.
Setelah mereka mendapatkan semua, Pramono mulai menyalakan layar proyektor yang memang sudah dia lihat sebelumnya isi dari flashdisk yang diberikan Disya, dan Pramono cukup senang dengan hasil kerja Disya.
"Disini kalian bisa lihat bajet yang saya keluarkan, Dan_"
Pramono tidak lagi melanjutkan ucapanya saat matanya menatap layar proyektor yang menyala.
"Tidak, bukan ini, ini kesala_"
Sret
Arifi sudah lebih dulu merebut remote kecil yang Pram pegang untuk mengoperasikan layar proyektor.
Sedangkan Dina menutupi alat penyambung proyektor yang terdapat flashdisk yang tersambung.
Semua mata tertuju pada layar proyektor yang menpilkan kecurangan data yang dibuat Pramono, disana terlihat detail berapa jumlah yang dikeluarkan Pramono dan dana yang keluar dari keuangan perusahaan.
Pramono sudah pucat pasi dengan tubuh gemetar melihat bukti kecurangannya dalam manipulatif data.
Para staf yang terlibat hadir sampai tidak percaya dengan apa yang mereka lihat didepan sana. Bagaimana bisa kelicikan Pramono terbongkar disini, dan begitu jelas kecurangan data yang dibuatnya, dan siapa yang sudah melakukan ini.
Mereka semua saling tatap, dengan pikiran yang sama, siapa orang dibalik terbongkarnya kelicikan Pramono.
Adam hanya diam dengan tatapan yang sulit diartikan, melihat bagaimana selama ini data keuangan bisa di manipulasi seperti ini, dia pikir orang-orang yang diberi kepercayaan penuh akan memegang sumpahnya, tapi ternyata tidak.
"Tuan ini salah, saya yakin ini salah." Pramono sudah seperti tikus yang tertangkap basah, tidak bisa kemana-mana.
"Iya ini salah, salah kerena anda seorang tikus berdasi." Ucap Arfin yang kesal.
Pramono sudah bercucuran keringat dingin diwajahnya.
Frans hanya geleng kepala melihat bagaimana kelicikan yang dilakukan Pramono, selama ini pria itu selalu lolos dan rapi dalam bermain tapi hari ini seperti bom waktu yang sudah waktunya meledak. Frans hanya tersenyum saja, mereka tidak tahu jika orang dibalik ini semua adalah putrinya.
"Sialan!! wanita itu menipuku." Gumam Pram dengan wajah menahan amarah.
"Sebenarnya ini ulah staf keuangan yang baru, dan saya tidak tahu tentang ini." Pram mencoba mengatur rencana baru. "Dia yang sudah mengganti data yang tidak sesuai dengan yang saya minta dan dia juga yang sudah menipu saya dengan laporan palsu seolah saya yang melakukan kurupsi dana." Pram menatap satu persatu orang di sana dengan wajah menyakinkan.
Bisik-bisik kembali terdengar. "Jadi menurut anda Staf baru itu yang salah memberikan laporan?" Ucap Arfin yang langsung diangguki Pramono.
"Baiklah, saya akan panggil Staf itu agar mendapatkan apa yang seharusnya dia dapat." Lanjut Arfin.
Pramono sudah menyunggingkan senyum, ternyata mudah sekali membalikkan fakta didepan mereka semua.
"Dina.." Arfin melirik Dina.
Dina yang mengerti langsung menghubungi seseorang.
"Halo.."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
HR_junior
kok Maher mlh main wanita ya
2024-01-28
0
Retno Anggiri Milagros Excellent
panggilan untuk Dasyi.. ,🤭😂
2023-11-28
0
Novianti Ratnasari
disini mereka dipertemukan
2023-02-16
0