Didalam kamar mandi seorang gadis yang sudah tidak perawan menghela napas lega, gadis itu adalah Disya.
Sejak satu Minggu lebih setelah hubungan malam panas itu terjadi, sejak itu pula Disya tidak bisa tenang, lantaran dirinya belum mendapatkan masa preodenya. Dan kemarin saat sudah dua hari berada dirumah gadis itu membeli alat tes kehamilan untuk membuktikan ketakutannya.
Dan benar saja alat itu tidak bereaksi, hanya garis satu yang tampak, dan pagi ini semua kegundahan hatinya terjawab sudah, dirinya mendapatkan masa preodenya, itu berarti kejadian satu malam di London itu tidak menghasilkan, dan itu cukup membuat seorang Disya Fanesya seperti takdir berpihak padanya.
"Huh, aku nggak tau kalau seandainya aku hamil." Disya terseyum didepan cermin kamar mandi.
Dirinya bisa saja merawat bayinya kelak jika dirinya benar-benar hamil, tapi hanya sutu yang Disya takutkan. Yaitu menghadapai kedua orang tuanya jika dirinya benar-benar hamil.
Setelah membersihkan diri, Disya bersiap untuk melakukan interview di perusahaan besar di kota, perusahaan yang yang selalu berjaya dari masa-masa.
Saat di London ketiga gadis yang bersahabat itu sudah memasukkan lemaran pekerjaan lewat email, dan siapa sangka sampai ditanah air ketiganya mendapat panggilan bersama.
Disya sudah berpakaian rapi dengan menggunakan rok span berwarna putih, dan atasan blouse berwarna Salem dengan tali dibagian leher. rambutnya Ia gerai dengan bagian bawah Curly.
Disya begitu anggun dan cantik, Wanita itu memang cantik dan memiliki pesona sendiri. Tapi dirinya tidak mudah untuk jatuh cinta kepada lawan jenis mekipun banyak pria dari berbagai kalangan yang mendekatinya, tapi Disya Fanesya tidak akan menjadikan para pria yang mengejarnya menjadi aji mumpung, karena dirinya mengikuti apa kata hatinya saja.
"Bunda.." Disya menghampiri bunda Diana didapur yang sedang menyiapkan sarapan pagi. Dan tak lama ayahnya muncul dengan setelan jas yang sudah rapi untuk bekerja.
"Loh Sya, kamu mau kemana sudah rapi seperti itu?" Tanya ayah Disya, Frans Handoko.
"Hari ini Disya dapat panggilan interview ayah? apa ayah tidak tahu?" Tanya Diana.
Frans menggeleng dan menatap putrinya, sedangkan Disya sudah menyengir lebar.
"Hari ini, aku dan Dina, Vivi juga mendapat panggilan interview di perusahaan terbesar di kota, pasti ayah tahulah." Ucap Disya terseyum lebar. "Kami memasukkan lamaran saat liburan di London, dan siapa sangka kami akan mendapat panggilan secepat ini." Disya begitu senang menceritakan nya.
"Ayah bangga sama kamu, tanpa ada campur tangan ayah, kamu bisa." Jawab Frans senang.
Disya membalas senyum ayahnya. "Doain ayah, bunda Disya keterima, karena Disya ingin seperti ayah."
Yang dikatakan Disya benar, dirinya ingin bekerja seperti Frans mekipun hanya direktur keuangan, tapi tanggung jawab dan kejujuran dipertaruhkan disana.
"Tapi kerja kayak ayah, tanggung jawabnya berat nak." Ucap Frans yang memang begitu kenyataannya, tidak hanya untuk semerta-merta menakuti Disya.
"Tidak apa yah, karena semua pekerjaan pasti ada konsekuensi yang harus di tangung."
Frans tersenyum dan mengelus kepala Disya sayang. "Kamu sudah dewasa, dan ayah yakin kamu akan menjadi gadis yang membanggakan untuk kami."
Ucapan Frans membuat jantung Disya tersentil hingga rasanya untuk terseyum saja dirinya harus terpaksa.
"Iya, bunda akan selalu mendoakan kamu sayang. Karena kamu putri kebanggaan kami." Diana ikut tersenyum dan semakin membuat perasaan Disya tak karuan.
Bagaimana jika perbuatan yang tidak dirinya sengaja akan membuat kedua orang tuanya kecewa. Membayangkan saja Disya tidak akan sanggup melihat kekecewaan mereka. Tapi sebisa mungkin Disya akan menutupi semua yang dialami saat di London dari kedua orang tuanya.
.
.
"Ya ampun Sya kamu cantik banget tau." Vivi memutar-mutar tubuh Disya karena merasa penampilan sahabatnya itu begitu cantik.
"Kamu lebay, kayak ngak pernah lihat aku cantik saja." Jawaban Disya sukses membuat Dina tertawa keras.
Dan sadar sedang dimana Dina langsung menutup mulutnya saat Disya mendelik kearahnya.
"Sorry." Ucap Dina tanpa suara.
Ketiganya berada di depan kantor besar yang menjulang tinggi, dimana mereka mendapat undangan interview dengan sepuluh pelamar lainnya, karena yang akan di ambil hanya ada lima saja. Dan itupun dibagian-bagian berbeda.
"Kita berdoa dulu lah sebelum bertarung." Ucap Dina.
Disya dan Vivi hanya tertawa, mereka bertiga membaca doa dalam hati, untuk mempermudah dan melancarkan pekerjaan mereka hari ini.
"Aminnn."
Ketiganya melakukan tos ala-ala pertemanan mereka, dan setelah itu mereka masuk karena sebentar lagi interview akan dimulai.
Berjalan dan masuk ke lobby, ketiga wanita cantik itu sudah membuat beberapa karyawan menatap kearah mereka, apalagi Disya yang memang paling mencolok membuat para pria yang melihatnya terpesona.
"Mbak kami mendapat panggilan interview hari ini, ruangan interviewnya dimana ya?" tanya Dina yang mewakili kedua sahabatnya, bahkan ada dua orang lagi yang baru datang dan tujuan mereka sama.
Dua orang pria yang dibelakang Disya menatap wanita cantik tadi terseyum pada keduanya.
"Mbak mau interview juga ya?" Tanya pria yang gemas ingin bertanya.
"Iya, kamu juga?" tanya Disya balik.
"Iya mbak, wahh tenyata kita satu tujuan, dan siapa tahu kita bisa satu pelaminan." Ucap pria itu dengan senyum mengembang.
"Ehh." Disya malah tersenyum dan menggelengkan kepalanya, mendengar gombalan pria berkemeja putih itu.
"Ihh situ ngarep yaa, mimpi aja kali." Vivi yang mendengar gombalan pria itu menatapnya kesal.
"Berharap boleh dong Mbak, apalagi harapan masa depan."
Disya semakin tidak bisa menahan tawanya, mendengar ucapan pria yang baru datang itu.
"Silahkan ikut pegawai ini mbak, nanti kalian akan diantar keruangan interview" Jawab resepsionis wanita.
Kelima orang itupun mengikuti staf wanita yang mengantar mereka.
Dan sebelum mereka berjalan pergi, tiba-tiba sebuah mobil sedan mewah berhenti didepan Lobby, para karyawan yang berada di lobby otomatis berbaris untuk menyambut bos mereka yang baru tiba.
Melihat staf yang membawa mereka berhenti, dan pegawai resepsionis keluar dari batas mejanya, membuat mereka mengerti akan kehadiran siapa yang akan datang.
"Seperti CEO tampan kita otw." Ucap Dina yang sudah kegirangan.
Disya hanya geleng kepala dan menunduk sedangkan Dina dan Vivi sudah kegirangan tidak sabaran untuk melihat CEO muda dan tampan itu.
Mereka menunduk saat dua orang pria dengan tinggi badan yang hampir sama, berjalan masuk ke duanya berjalan beriringan dengan tatapan lurus kedepan.
Dua pria tampan dan gagah melewati mereka yang menyapa, hingga saat melewati barisan Disya dan teman-teman, salah satu dari mereka ada yang menoleh, tapi karena semua menuduk pria itu tidak bisa melihat seseorang yang entah kenapa membuat otaknya tergerak untuk menoleh kearah sana, padahal disana tidak ada apa-apa.
"Hah, rasanya napas ku mau habis." Dina menyentuh dadanya yang berdebar.
"Aku aduin Jino mampus." Ucap Vivi.
"Mulut dijaga, aku juga bisa aduin kamu sama si Kiki." Balas Dina kesal.
"Udah jangan ribut ayo." Disya menengahi mereka yang terkadang seperti kucing dan tikus.
Kelimanya kembali berjalan, dengan Dina dan Vivi yang masih berdebat.
Disya menoleh saat pintu lift khusus petinggi itu akan tertutup, dia melihat seorang pria yang sedang berdiri sambil menunduk melihat ponselnya, tapi saat pria itu mendongak menatapnya, Disya sudah membuang wajah lurus kedepan.
"Ku kenapa?" Tanya Arfin yang melihat Adam seperti melihat sesuatu.
"Tidak ada." Adam mengakat kedua bahunya.
"Hari ini interview ke sepuluh kandidat yang terpanggil, dan hanya lima saja yang akan dipilih, lu mau interview mereka tidak?" Tanya Arfin pada sahabat sekaligus atasanya.
"Ck, ribet amat pilih sepuluh, kenapa tidak lima langsung." Jawab Adam sambil memasukkan ponselnya kesaku.
"Semua ada prosedurnya bro, kita butuh pertimbangan dari sepuluh untuk menjadi lima, karena posisi ini cukup membuat para staf penguji harus selektif. Apalagi posisi bagian keuangan tidak main-main." Ucap Arfin membuat Adam hanya mengaguk.
"Lu urus saja, gue terima hasilnya."
Adam keluar lebih dulu dari pintu lift setelah terbuka.
"Ya emang lu suka terima hasil, heran gue sekali-kali lah lu turun dan interview mereka langsung." Arfin mengikuti langkah Adam sampai kedalam ruanganya.
"Kapan-kapan akan gue pikirin pendapat lu." Jawab Adam santai.
Arfin hanya mendengus, mana mau Adam turun langsung untuk meng-inteeview mereka langsung. Yang ada dia akan risih dengan wanita-wanita yang hanya menatapnya dan menjawab pertanyaan interview dengan nyeleneh, dan saat itu Adam mulai kapok.
Apakah kedua orang yang pernah melakukan ons itu akan bertemu disini????
Jangan lupa kembang kopi sekebon🤣🤣💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Dini Lestari
semoga aja adam dan disya bertemu kak 🤣
2024-07-29
0
Puput Regina Putri
jadi dag dig dug...brasa ada di barisan kariyawan🤭
2024-06-11
0
Katherina Ajawaila
thour plases biar Adam hatinya tergerak liat Disya, kasihan takut hamil aja🤫
2024-04-11
0