Di ruangan yang hanya terdapat sepuluh orang, dan didepan mereka duduk terdapat meja dan kursi untuk empat orang, semua masih kosong karena sepuluh menit lagi interview baru akan dimulai.
"Duh, jantung kenapa berdebar kayak mau ketemu pujaan hati sih." Ucap Vivi sambil menyentuh dadanya.
"Alah lebai kamu Vi," Dina mencela.
Vivi hanya mencebik. "Bomat." Ucap Vivi balik.
"Udah ihh ribut terus kek anak TK, noh lihat mereka masuk." Disya menujuk dengan ekor matanya saat pintu ruangan aula itu terbuka, dan masuk empat orang yang pasti akan mengajukan pertanyaan pada mereka nanti.
"Mapas itu kan asisten si tampan." Ucap Dina yang melihat Arfin.
"Kek kenal aja lu." Ledek Vivi
Kini Dina yang balik mencebik, tidak sempat membalas ucapan Vivi lantaran pria didepan sana mulai bicara.
Kegiatan interview mereka dimulai, mereka maju satu persatu stelah namanya dipanggil.
Disya hanya menunggu giliran saja, dirinya juga merasa deg-degan untuk pertama kali melakukan interview.
"Tuan laporkan anggaran yang harus kita keluarkan."
Adam menerima map yang disodorkan pria paruh baya didepanya yang baru saja duduk.
Adam membaca dan melihat nominal yang tertera dimap itu dengan teliti.
Melihat rincian yang seperti biasa bagus, Adam hanya tinggal menandatangani saja.
"Saya setuju dengan anggaran dana yang anda buat." Ucapnya, sambil membubuhkan tanda tangannya.
Pria itu hanya mengangguk saja. Menatap Adam seksama pria itu terlintas sesuatu.
"Apakah Anda tidak berniat untuk mencari pengganti untuk saya?" Tanya Frans pada Adam yang baru selesai menadatangani berkas.
Adam mendongak, alisnya terangkat sebelah. "Apa anda keberatan dengan perpanjangan masa kerja Anda?" tanya Adam balik.
Frans hanya menghela napas panjang. "Saya ini sudah tua, dan seharusnya saya sudah pensiun dua tahun lalu." Ucap Frans.
Ya, Frans Handoko ayah Disya bekerja dibawah naungan Adhitama Grub, pria paruh baya itu mengabdi cukup lama di perumahan Adhitama, hingga dirinya tahu apapun yang menyangkut perusahaan dan kenal baik dengan Nathan Adhitama. Maka dari itu baik Nathan ataupun Adam, belum rela jika Frans di gantikan. walaupun umurnya sudah lebih dari kata masa kerja tapi kemampuan Frans masih digunakan untuk perusahaan, dan mereka sedang mencari pengganti untuk Frans yang cocok, selain teliti kejujuran juga dipergunakan di bagian ini, apalagi jabatan Frans sudah direktur keuangan jadi mereka harus benar-benar memilih.
Adam ikut mengehela napas, tubuhnya Ia sandarkan di punggung kursi.
"Om, tahu sendiri menduduki jabatan yang Om duduki sekarang tidak mudah." Ucap Adam yang tidak bicara formal.
Frans menggaguk, "Saya mengerti, tapi umur siapa yang tahu, jadi lebih baik kalian siapkan saja pengantin untuk saya, jika sewaktu-waktu saya sudah tidak sanggup maka kalian tidak perlu pusing mencari pengganti." Nasehat Frans.
Adam tampak berpikir, selama ini dirinya tidak memikirkan kearah sana, Bukan hanya dirinya tapi perusahanya sudah bergantung pada kinerja Frans.
"Pikirkan Nak, selama saya masih sanggup bekerja dengan baik maka akan saya kerjakan." Frans berdiri dan terseyum pada Adam. "Saya dengar hari ini ada interview pegawai baru, salah satunya dia bagian keuangan?" Tanya Frans.
Adam menatap pria paruh baya yang dia kenal dengan baik itu hanya mengagguk.
Frans kembali tersenyum. "Jika kalian bisa memilih satu calon wanita disana yang tepat, maka aku yakin jika wanita itu bisa menggantikan posisi ku."
Ucapan Frans membuat Adam mengernyit. "Wanita? siapa?" tanya Adam penasaran.
Frans teekekeh. "Tidak akan aku sebutkan, yang jelas salah satu diantara mereka adalah salah satu kandidat ku, itupun jika kalian memilihnya dengan benar."
Frans bicara santai, pria paruh baya itu keluar setelah mengambil berkas yang sudah Adam bubuhi tanda tangan.
Adam semakin penasaran dengan apa yang dikatakan direktur keuangan itu, tapi dirinya juga tidak mengerti siapa wanita yang Frans maksud.
"Wanita? kenapa harus wanita." Gumamnya dengan pikiran yang entah kemana.
Mengingat ucapan Frans tadi, Adam memilih untuk keluar dari ruanganya.
Pria itu dibuat penasaran dengan ucapan Frans Handoko. Adam masuk kedalam life untuk menuju lantai lima. Pria itu menunggu lift bergerak turun dengan tidak sabaran lantaran sebentar lagi interview akan segera selesai.
Adam keluar dari pintu lift setelah terbuka, dan dirinya menuju ruangan yang dijadikan tempat interview para karyawan.
Sampainya didepan pintu Adam tersentak, ketika pintu terbuka dari dalam.
"Heh, pak Adam ngapain?" Tanya Arfin yang ternyata membuka pintu dari dalam.
"Dimana para karyawan yang interview?" Tanya Adam sambil menengok kedalam.
Beberapa staf yang dibelakang Arfin menyapa atasan tertinggi di kantor lalu pergi.
"Ya udah selesai lah, anda lihat ini jam berapa?" Arfin menunjukan jam tangan mewah nya didepan Adam. "Sudah lebih dari waktu makan siang, dan selain sudah selesai saya juga lapar pak." Ucap Arfin dengan helaian napas.
Adam mengusap wajahnya kasar. Melihat itu Arfin menjadi penasaran.
"Ada apa memangnya?" Tanya Arfin dengan berjalan di samping Adam.
Keduanya berjalan untuk kembali keruangan masing-masing karena mereka terbiasa makan siang didalam ruangan jika saat dikantor.
"Tidak ada." Jawab Adam.
"Ck, tidak usah menutupi yang tidak bisa kamu tutupi dari aku, tanda percintaan mu saja aku tahu lebih dulu, lalu apa lagi yang akan kamu tutupi."
Bugh
"Arifin sialan..!" Umpat Adam meninju lengan Arfin kuat.
"Sialan lu Dam, nama gue Arfin, bukan Arifin." Umpat Arfin yang merasakan sakit dilengannya karena Adam tidak main-main dengan pukulannya.
Adam tidak perduli pria itu berjalan meninggalkan Arfin untuk masuk ke dalam ruanganya.
Ucapan Arfin hanya mengingatkannya dengan kejadian malam panas itu, dan Adam tidak bisa melupakan malam itu sampai sekarang.
Adam menghempaskan tubuhnya di kursi kebesarannya, pria itu memejamkan mata dengan memijat keningnya.
Bayangan wanita cantik yang merintih dibawanya dengan ekspresi wajah yang begitu seksi terlintas kembali di iangatanya.
"Jangan pelan, lebih cepat ah."
Suara desahann dari bibir wanita itu begitu jelas ditelinganya, bahkan Adam merekam kegiatan panas mereka di otaknya.
Saat itu adam seratus persen sadar melakukan hal itu, karena Adam hanya merasakan reaksi dari obat perangsang, berbeda dengan Disya yang mabuk berat, sehingga wanita itu seperti mimpi ketika melakukanya.
"Ah iya enakkk.. terus..ahh."
"****..!!" Adam langsung membuka kedua matanya dan mengumpat saat bayangan percintaan panas mereka semakin jelas diotaknya.
Meraih ponselnya Adam, membuka galeri yang sengaja dia simpan dengan format khusus tanpa bisa ada yang membukanya selain dirinya.
Adam menatap beberapa foto yang sempat dia ambil saat malam itu, malam yang begitu menggairahkan saat di London, rasanya mengingat itu Adam ingin sekali kembali kesana hanya untuk mengulang malam itu lagi, tapi dirinya sadar jika wanita itu pasti sudah tidak ada di sana.
Melihat beberapa foto digaleri yang dia simpan, tanpa sadar tangga Adam menyentuh rudal miliknya yang semakin lama semakin mengeras.
"Engh, kamu memang cantik," Adam menatap foto Disya yang polos di bagian atas, dan saat Adam menagmbil foto itu, Adam sedang membuat Disya menjerit dibawahnya, dan Adam menyukai ekpresi Disya saat itu yang terlihat begitu seksi dan menggoda.
"Ouh.. tidak ini tidak boleh." Adam langsung melepaskan tangannya dari rudal miliknya dan berlari masuk kedalam ruangan pribadinya.
"Ya Tuhan Adam, apa yang aku lakukan ahh shh."
Adam mendongakkan kepalanya, dengan berdiri didepan closed, tangan pria itu bekerja dengan cepat naik turun, sedangkan didepanya terdapat putaran Vidio slide foto yang sengaja dia buat, puluhan foto ekspresi wajah Disya yang mampu membuat Adam berfantasi hingga dirinya mampu meledakkan sesuatu dari rudalnya.
"Arrghh.."
Napas Adam memburu, dirinya seperti tersengat saat melihat foto-foto Disya yang menggoda iminnya yang lemah. Dan selama ini foto-foto Disya yang menjadi fantasi liar Adam untuk menuntaskan rudalnya.
Adam bastrad memang..!!
"You are mine." Ucapnya dengan napas memburu.
.
.
"Udah jangan sedih, lagian kita bisa bareng saat jam makan siang." Dina menyentuh punggung tangan Disya.
Wanita itu sejak tadi berwajah masam sejak keluar dari ruang interview.
"Iya loh, lagian kita ini satu perusahaan, hanya saja beda tempat." Timpal Vivi.
Disya menghela napas, "Tetap saja, kenapa harus aku sendiri yang terpisah sedangkan kalian berdua sama-sama." Disya mengerucutkan bibirnya kesal.
Ingin protes tapi dirinya tidak mampu. Setelah interview selesai, keputusan penempatan posisi sudah langsung di umumkan, dan Disya menempati tempat di kantor cabang di bagian keuangan bersama satu teman pria yang mengajak dirinya mengobrol tadi.
Sedangkan Vivi dan Dina menempati bagian keuangan kantor pusat, tapi hanya Dina, sedangkan Vivi dan satunya lagi menempatkan bagian berbeda.
"Setidaknya kita bertiga masih bisa berjuang bersama-sama, meskipun di tempat berbeda. Percayalah kita akan selalu kompak meskipun berbeda tempat." Ucap Vivi bijak.
Mendengar itu keduanya mengaguk, Disya bisa tersenyum tipis, dan menghilangkan kegalauannya yang harus berpisah dari sahabatnya, padahal awalnya dirinya yakin jika posisi di pusat dirinya yang akan menepati, bukan karena posisi papanya, tapi Disya merasa yakin saja.
Padahal yang mereka tidak tahu, kantor cabang lebih membutuhkan karyawan yang seperti Disya, karena disana masih belum bisa sepenuhnya percaya dengan posisi direktur yang mengelola keuangan, dan tujuan Disya ditaruh di cabang karena semua sudah mereka pikirkan lebih dulu sebelum memutuskan.
Dan jika dikantor pusat ada Frans yang masih menghandel, dan Frans adalah orang terpenting disana.
.
Yah belum ketemu 🤣🤣🤣
Masih panjang pertemuan mereka 🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
ya thour malah di pisah semoga Disya ngk hamil ya, kasihan aja🤭
2024-04-11
0
Retno Anggiri Milagros Excellent
sabarlah ya . jalannya harus begitu. 🤭😍
2023-11-27
0
Ita rahmawati
kirain
2023-11-12
0