Eiger mundur beberapa langkah. Sebaiknya dia tidak melanjutkan obrolan yang menurutnya tidak penting itu. Namun, sebelum Eiger benar-benar meninggalkan papanya, dia sempat menyelipkan pesan yang cukup menohok untuk pria itu.
"Tidak semua perbuatan bisa dinilai dengan uang, Pa."
Eiger meninggalkan ballroom hotel itu untuk pulang. Blerim yang baru saja mendekati Balthis tidak tahu bahwa Eiger memilih pulang lebih dulu. Blerim harus fokus memberi pelajaran untuk kakaknya.
"Sudah puas? Kakak memang seperti orang yang tidak tahu di untung!" cibir Blerim.
"Cukup, Blerim! Aku akan menutup acara ini. Kita lanjutkan di mansion!"
Balthis belum puas akan memberikan pelajaran kepada adiknya. Sedangkan Blerim sendiri pun memiliki perasaan yang sama. Dia harus membuat Balthis menyesali segala perbuatan dan ucapannya.
Selesai acara, mereka memutuskan untuk pulang. Kini, mereka berkumpul di ruang keluarga, tanpa Eiger. Eiger entah pulang ke mana. Tak ada kata pamit yang disampaikan Eiger pada semua keluarga Willard. Kemudian Balthis menggebrak meja ruangan itu.
"Kau!" Balthis menunjuk Blerim. "Kau kan yang menyusun rencana ini? Kau pastikan bahwa dia akan datang untuk menolongku, bukan? Kau buat seolah kejadian ini alami, padahal kau sudah merencanakannya dengan cukup matang, kan?"
Blerim tetap tenang. Dia tidak melakukan kesalahan apa pun yang dituduhkan padanya. Jadi, untuk apa bersusah payah membela diri kalau nyatanya dia bukan pelakunya.
"Jawab, Blerim!" bentakan yang sangat kasar dilontarkan pada adiknya.
Sedari dulu, Blerim tipikal pria yang tidak pernah meninggalkan masalah begitu saja. Hanya ada satu masalah yang ditinggalkan dengan alasan sebuah kesalahan. Satu masalah itu saja yang membuat Blerim melarikan diri dari kenyataan. Hanya dia yang tahu, bahkan seluruh anggota keluarga Willard pun tidak ada yang tahu.
"Sama halnya dengan Eiger. Aku dan dia tidak bersatu untuk membuat rencana apa pun. Kalau Eiger kebetulan berada di sana, itu artinya dia masih memiliki etika dan tanggung jawab untuk menolongmu, Kak. Coba bayangkan kalau dia sampai tidak datang? Siapa lagi yang akan kamu salahkan? Aku? David? Atau, siapa lagi?"
Terkadang apa yang diucapkan Blerim acap kali benar. Tergantung situasinya juga bagi Balthis. Kalau malam ini, rasanya bukan sebuah kebetulan.
"Apa kau juga ingin kami usir seperti Eiger?" tanya Jean. Wanita itu sudah tidak tahan melihat suaminya tersudut.
"Kakak ipar, tolong jangan perlakukan aku seperti itu! Aku bukan Eiger dan aku masih bagian dari darah Willard secara langsung."
Jean semakin kesal. Sebenarnya dia harus banyak bersyukur karena menikahi sosok Balthis yang pendiam, ketimbang adik iparnya yang semakin ke sini banyak bicara itu.
"Kau?" Amarah Jean pun sedang tersulut.
"Cukup!" tegur David. "Sampai kapan kalian akan bertengkar terus? Tidak bisakah kalian memikirkan rencana beberapa bulan lagi? Hanya ada satu pilihan. Eiger atau Elov yang naik tahta!"
Sejenak Balthis dan Jean melunak. Blerim tetap seperti biasa. Tenang dan terkadang menghanyutkan.
"Sayang, David benar. Bagaimana kabar orang suruhanmu itu?"
Balthis terdiam. Dia sudah mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk mengetahui keberadaan Elov. Namun, tidak satu pun dari orang suruhannya itu memberikan informasi yang pasti. Mereka semua seolah bermain-main dengan keluarganya demi mendapatkan keuntungan yang banyak.
"Kau tidak bisa menjawabnya, Kak?" tanya Blerim.
Seandainya disuruh fighting dengan Balthis, Blerim kapan pun siap. Bahkan, kalau boleh memilih lebih baik dia mengambil pistol kemudian menembakkan peluru ke kepala kakaknya. Supaya pria itu sadar bahwa keberadaan Elov sudah tidak ada di dunia ini. Itu yang diyakini Blerim saat ini.
Berada di tempat yang berbeda, Eiger sudah keluar dari ballroom hotel itu tanpa meminta belas kasihan dari siapa pun. Dia laki-laki yang harus berdiri di atas kakinya sendiri. Dia kuat dan mampu menjalani kehidupannya seorang diri.
Ucapan Balthis lebih menyayat hati saat tahu kalau pria paruh baya itu menuduhnya berkomplot dengan Sang Paman. Selain itu, ketulusannya dihargai dengan lembaran kertas yang bahkan tidak dibutuhkan sama sekali. Walaupun dia sebenarnya butuh.
Eiger merusak tatanan dasi yang sudah terpasang rapi di lehernya. Mungkin ini yang harus dilakukan, yaitu mengubah penampilannya. Eiger harus menanamkan mindset bahwa dia bukan lagi bagian dari Willard.
"Kenapa aku terjebak dalam drama keluarga itu? Harusnya aku tidak datang!"
Rasa sesal memang menderanya, tetapi ingatan akan kebaikan keluarga itu terus saja menampik bahwa apa yang dilakukannya tetap benar. Sekadar balas budi, tidak lebih!
Eiger mencoba duduk di bangku taman sebelum kembali ke tempat kost yang disewanya. Penampilannya kacau, ditambah lagi perutnya yang mulai keroncongan karena tidak makan dengan benar. Hanya sepiring kecil dessert manis tidak akan mampu menopang rasa laparnya saat ini.
Salah satu cara yang tepat adalah pulang ke tempat kostnya, kemudian mencari supermarket terdekat. Dia harus membeli beberapa bahan makanan untuk di masak.
Eiger berlari untuk merasakan kebebasannya. Ini lebih dari apa pun yang dia rasakan saat berada di mansion dengan aturan dan jam terbang yang berbeda. Namun, kali ini dia bebas melakukan apa pun termasuk berlari dan meneriakkan satu kalimat kebebasan.
"Aku bebas!" Suara itu cukup lantang diucapkan oleh seorang laki-laki seperti Eiger yang memiliki suara tegas.
Tampaknya kebebasannya terhenti saat tidak sengaja dia menabrak seorang gadis hingga terjatuh ke paving khas taman yang tidak jauh dari tempat duduk Eiger.
"Aduh!" Gadis itu mengaduh saat lututnya berbenturan dengan paving taman itu. Rasa kesalnya belum usai, ditambah dengan tindakan konyol seorang pria yang tiba-tiba menabraknya.
Eiger mencoba menolong gadis itu. Dia tidak mungkin lari dari tanggung jawab.
"Sini aku bantu!" Eiger mengulurkan tangannya.
Sebenarnya gadis itu menolak, tetapi Eiger langsung menarik tangan gadis itu tanpa meminta persetujuan lagi.
"Aku minta maaf," ucap Eiger. Dia membawa gadis itu ke kursi taman yang diterangi sorot lampu malam hari.
"Kau?" Gadis itu seperti menyadari sesuatu. Lebih tepatnya dia mengenal pria yang menabraknya.
Eiger semula berpusat pada kaki gadis yang terluka itu, tetapi kini harus mendongak menatap tajam pada gadis yang mengenalinya.
"Kau?" Eiger baru menyadarinya. Dia mengenali gadis itu. Walaupun tidak terlalu dekat, tetapi bisa dipastikan mereka bisa berteman dengan baik.
"Untuk apa kau ada di sini?" tanya Eiger.
"Aku tersesat. Aku butuh penginapan, tetapi aku tidak menemukan sama sekali. Aku ingin pulang, tetapi tidak ada kendaraan yang akan mengantarkan aku kembali."
Seperti dahaga yang menemukan oase-nya. Seperti itulah bayangan gadis itu kepada laki-laki yang ditemuinya. Namun, tatapan gadis itu terlihat berbeda saat melihat Eiger berantakan.
"Apakah kau laki-laki itu?"
Ya, gadis itu perlu memastikan bahwa laki-laki yang ditemuinya saat ini adalah orang yang sama dengan yang ada di danau tempo hari. Ada banyak keraguan menderanya. Terlebih laki-laki yang ditemuinya di danau waktu itu selalu berpenampilan rapi dengan membawa mobil mewah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments