Setelah mengalami kejadian yang menegangkan, semua orang yang ada di mansion lebih berhati-hati lagi. Mereka sudah diminta untuk memberikan pengawasan lebih kepada Jean. Wanita itu tidak boleh dibiarkan sendiri.
Eiger merasa kasihan pada mamanya. Wanita yang selama ini selalu dianggap sebagai pelindung baginya harus menjadi seperti ini. Eiger memang tidak bisa merasakan bagaimana kerinduannya seorang mama kepada anak kandungnya, tetapi Eiger menempatkan diri sebagai anak yang merindukan orang tuanya. Berat sekali.
Suasana malam semakin larut. Setelah makan malam, Balthis menyadari satu hal. Kedua adiknya tidak berada di mansion, bahkan mereka tidak mengabari sama sekali.
"Sayang, kau mau ke mana?" tanya Jean saat melihat Balthis turun dari ranjang.
"Aku mau ke kamar Eiger sebentar."
Tatapan mata Jean menunjukkan rasa tidak sukanya.
"Jangan seperti anak kecil! Aku hanya ingin tahu kabar Blerim dan David. Sedari tadi aku mencoba menghubunginya, tetapi tidak ada kabar sama sekali."
"Pergilah!" Jean mencoba mengerti. Memang tidak biasa dua orang itu pulang terlambat.
Balthis berusaha mendengarkan kata Blerim. Selama ini dia sudah terlalu dekat dengan Eiger. Jadi, apa salahnya kalau malam ini dia memerlukan anak itu.
Sesampainya di depan pintu kamar putranya, Balthis sedikit ragu. Memang terkesan dia menjilat ludahnya sendiri. Akhirnya dia memberanikan mengetuk pintu kamar itu. Tak lama, Eiger keluar masih menggunakan pakaiannya saat makan malam tadi.
"Papa. Ada apa?"
Posisi Eiger dan Balthis saat ini berada di ambang pintu. Eiger sebenarnya ingin meminta papanya untuk masuk, tetapi takut mendapatkan penolakan.
"Papa ingin bertanya padamu. Apakah kamu tahu ke mana uncle Blerim pergi?"
Pertanyaan itu yang dipikirkan juga oleh Eiger saat ini. Dia mencoba menghubungi ponsel Blerim, tetapi sampai saat ini tidak ada jawaban. Ada sedikit rasa khawatir yang tidak bisa diungkapkan oleh Eiger pada Blerim.
"Tidak, Pa. Dia hanya pamit ada urusan dengan uncle David. Aku pikir Papa tahu ke mana perginya."
Sesaat ingatan Balthis tertuju pada Blerim. Beberapa kali pria itu mencoba mengorek informasi mengenai masa lalunya. Dia pun sudah menjelaskan tentang Elov yang dibawa oleh mafia. Keberadaannya pun sulit terdeteksi.
Perasaan Balthis mendadak tidak enak. Dia mencoba mencari tahu keberadaan Blerim dari stafnya yang lain. Balthis nampak sedang menghubungi seseorang. Setelah mendapatkan jawaban, Balthis segera mengakhiri sambungan teleponnya.
"Pa, bagaimana?" tanya Eiger. Dia juga terlihat tidak tenang memikirkan uncle-nya.
"Mereka sama tidak tahunya dengan kita, Eiger. Ke mana kira-kira perginya?"
Selama menjadi keluarga Willard, Blerim dan David pasti sebatas mengunjungi Klub malam. Itu pun tidak terlalu sering. Menurut cerita papanya, setelah tragedi beberapa puluh tahun lalu, Blerim dan David jarang sekali kembali ke tempat itu.
"Aku akan mencarinya, Pa. Lebih baik Papa di mansion saja bersama mama. Mama butuh dukungan Papa saat ini. Aku khawatir kalau Mama akan salah paham lagi pada kita, Pa."
"Terima kasih." Hanya itu yang disampaikan Balthis pada Eiger.
Eiger kembali ke kamarnya. Dia mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana jeans-nya. Tak lupa, dia juga mengambil jaket yang disimpan rapi di lemari pakaiannya. Dia pun mengambil kunci mobil, dompet, dan beberapa perlengkapan lainnya yang diperlukan.
Eiger keluar dari kamarnya. Dia tidak lagi melihat papanya di sana. Tak penting lagi dia harus berpamitan pada mereka. Yang terpenting saat ini dia harus menemukan kedua uncle-nya yang belum pulang.
Bergegas dia menuju ke garasi mobil. Seperti biasa, dia akan menggunakan mobil yang selama ini didapatkan dari keluarga besarnya. Jika dahulu, dia menganggap dirinya sempurna. Memiliki keluarga yang utuh, harta kekayaan melimpah, dan kekasihnya yang cantik. Namun, saat ini anggap saja dia sedang membalas utang budinya pada keluarga ini.
"Malam ini aku tidak pulang. Sampaikan pada papa atau mama jika mereka mencariku." Eiger menyampaikan pesan itu pada penjaga gerbang mansion.
"Baik, Tuan."
Mobil itu keluar dari halaman mansion, membelah jalanan kota yang semakin ramai di malam hari. Eiger memang tidak memiliki tujuan, tetapi pasti ada suatu tempat yang menjadi tujuannya.
"Kira-kira uncle Blerim perginya ke mana? Aku sudah mencoba menghubungi, tetapi tidak ada jawaban. Apakah dia pergi ke suatu tempat untuk mencari informasi tentang Elov? Tapi, aku tidak tahu harus mencarinya ke mana, bahkan uncle Blerim tidak berpamitan padaku. Dia terkesan menyembunyikan sesuatu."
Jalanan yang dilaluinya membawa Eiger kembali ke sebuah danau yang dikunjunginya pada malam itu. Rasanya danau ini sudah menjadi candu baginya.
"Kenapa aku bisa sampai di sini?" tanya Eiger pada dirinya sendiri. Dia memutuskan turun kemudian duduk di atas kap mobilnya.
Sejauh mata memandang, hamparan air danau di malam hari sangatlah tenang. Suasananya pun damai karena beberapa orang sudah terlihat meninggalkan tempat itu.
Angin malam membawanya menghirup aroma parfum yang sudah melekat di dalam ingatannya. Pemilik parfum yang pernah ditemuinya pagi itu.
Zoe, pemilik nama indah yang membuat Eiger tertampar. Dia butuh gadis itu di saat yang tepat.
"Zoe!" teriaknya. Eiger harus memastikan bahwa gadis itu memang benar ada di sana. Bukan hanya halusinasinya saja karena kebingungan mencari keberadaan Blerim dan David.
Gadis cantik yang merasa dipanggil namanya kemudian mendatangi sumber suara. Memang saat ini keberadaan Zoe tidak jauh dari tempat parkir mobil Eiger.
"Kau? Kenapa ada di sini lagi? Oh, atau kau mau bunuh diri di sini?"
Eiger tetap tenang mendapatkan rentetan pertanyaan itu. Dia mencoba berkomunikasi dengan baik pada gadis itu. Siapa tahu setelah mengobrol sejenak, Eiger mendapatkan petunjuk keberadaan uncle-nya.
"Entahlah. Mobil ini yang membawaku ke sini."
"Ck, dasar pria aneh!"
"Dengarkan aku sejenak! Menurutmu kalau seseorang menitipkan anak, itu biasanya akan dititipkan di mana?"
"Panti asuhan. Memangnya kenapa?"
"Tidak apa-apa. Aku hanya bertanya saja. Oh ya, menurutmu kalau pria yang usianya di atas 40 tahun, kemungkinan akan pergi ke mana selain Klub malam?"
Zoe menggeleng. Dia tidak tahu. Jangankan Klub malam, tempat mana pun yang didatangi pria hampir tidak pernah diketahui olehnya.
"Mana aku tahu. Memangnya aku paranormal?" tanya Zoe.
Gadis itu benar juga. Namun, ada sesuatu yang ingin dibagi dengannya. Mungkin inilah alasan Eiger datang ke tempat ini.
"Oh, ya. Sebenarnya aku ingin berterima kasih padamu."
"Untuk apa?"
"Karena kamu sudah mau mendengarkan aku. Sebagai gantinya, aku ingin kita berteman. Bagaimana?" tanya Eiger.
Zoe menoleh sejenak ke arah pria yang diperkirakan berusia hampir 30 tahun itu. Namun, pandangannya bukan tertuju pada itu saja. Dari penampilannya terlihat kalau Eiger adalah anak orang kaya.
"Tidak semudah itu, Tuan. Aku tidak terlalu percaya pada pria kaya. Ya, kamu tahu sendirilah alasan wanita sepertiku."
Sejenak Eiger tersenyum. Itu beberapa hari yang lalu memang Eiger sangatlah kaya, tetapi setelah kejadian saat itu, dia tak ubahnya seperti seorang anak yang mencoba balas budi pada keluarga besarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments