Bab 18. Keinginan Rosa

Bara melihat ibunya yang masih terpejam di atas brankar. Pria itu menyendu, wajahnya menampakkan kesedihan yang teramat dalam tatkala melihat kondisi ibunya yang seperti ini.

Menjadi bahan kemarahan atau pun pelampiasan ibunya, Bara sudah terbiasa. Dulu ibunya amat menyayanginya. Rasa sayangnya langsung hilang seketika saat mendengar kabar tentang perselingkuhan ayahnya.

Bara melirik makanan yang ada di atas nakas. Makanan kesukaan sang ibunda yang ia beli saat di perjalanan tadi. Makanan yang belum sempat ia nikmati sama sekali.

"Bu, nanti cokelat-cokelatnya dimakan ya ...." Bara berucap pada ibunya yang masih memejamkan mata.

Bara beranjak dari tempat duduknya. Membenarkan selimut yang menutupi tubuh ibunya. Ia sedikit menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah lengkungan yang tampak indah.

"Aku pulang dulu ya, Bu. Nanti aku akan ke sini lagi," ucap Bara yang kemudian meninggalkan tempat tersebut.

Bara masuk ke dalam mobilnya. Pria itu melajukan kendaraannya menuju ke rumah.

....

Di lain tempat, Rosa tengah berada di teras. Gadis itu duduk dengan pandangan mata yang sedikit kosong. Ia menunggu kedatangan suaminya. Kali ini bukan ingin menyambut kepulangan sang suami dengan hangat, melainkan ada sesuatu hal yang penting, yang ingin ia sampaikan pada Bara.

Mengingat kejadian tadi pagi, tidak pernah seorang Bara menegur dirinya lebih dulu. Namun, saat itu pria tersebut menghampiri Rosa. Rosa mengira, Bara akan meminta maaf atas kejadian kemarin, mencium Luna di depan dirinya tak lain adalah istri sahnya.

Namun, dugaan Rosa rupanya salah besar. Pria itu hanya menyuruhnya untuk membersihkan kamar, bukan meminta maaf atas perlakuannya. Lagi pula, tidak mungkin Bara akan meminta maaf. Toh, Rosa juga hanya dianggap Bara sebagai seorang babu, bukan seorang istri.

Selang beberapa menit kemudian, terlihat mobil Bara yang mulai memasuki pekarangan rumah. Pria itu memberhentikan mobilnya, lalu kemudian turun dari kendaraannya tersebut.

Bara menatap Rosa sejenak, ia terlalu lelah dan memilih mengabaikan Rosa. Bara tahu, rasanya ia ingin berdebat dengan gadis itu akibat sikap sang istri yang seolah mengacuhkannya. Namun, tenaganya sudah terkuras menghadapi kemarahan ibunya tadi, ditambah lagi dipusingkan dengan urusan kantor.

Bara melangkahkan kakinya, berlalu dari hadapan Rosa.

"Bara, aku ingin bicara sebentar," ujar Rosa beranjak dari tempat duduknya.

Bara tak meladeni ucapan Rosa. Ia lelah, ia ingin segera mengistirahatkan dirinya. Namun, tampaknya Rosa tak ingin menyerah. Gadis itu langsung menahan Bara dengan cara menghadang pria tersebut, berdiri di depan suaminya.

"Aku ingin membicarakan sesuatu padamu," ujar Rosa.

"Lain kali saja! Aku lelah!" tukas pria itu yang masih melanjutkan langkahnya.

Rosa menghela napasnya dengan kasar. Matanya sedikit berkaca-kaca hendak mengutarakan sesuatu yang memilukan baginya. Namun, ia harus mengambil keputusan ini.

"Mari kita bercerai."

Bara menangkap ucapan Rosa. Seketika, langkah pria itu pun berhenti saat mendengar Rosa berucap demikian. Ia berbalik, menatap Rosa dengan nanar.

"Apa kamu bilang?" Bara kembali mempertanyakan ucapan Rosa, memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar.

Rosa kembali menghirup udara dengan rakusnya. Ia pun berbalik menatap Bara yang telah menatap dirinya dengan mata elang itu.

"Aku ingin kita bercerai. Aku sudah tak sanggup lagi menghadapimu. Setelah kita berpisah nanti, kamu bisa kembali pada kekasihmu itu tanpa ada berita yang kurang mengenakkan nantinya," jelas Rosa.

Mendengar hal tersebut, tentu saja memancing emosi dari seorang Bara. "Bercerai?" Bara tertawa remeh.

Lalu sesaat kemudian, ia pun langsung menghampiri Rosa. Menarik gadis tersebut dan membawa gadis itu masuk ke dalam rumah.

"Lepaskan! Sakit!" ujar Rosa saat tangannya dicengkeram dengan begitu kuat oleh Bara.

Bara langsung menyudutkan Rosa ke dinding. Gadis itu meringis, karena tubuhnya yang cukup kasar membentur ke dinding itu.

"Kamu pikir, aku akan menceraikan mu? Itu hanya dalam khayalanmu saja! Aku tidak akan menceraikan mu. Bahkan sekalipun kamu memohon dan bersimpuh di hadapanku!"

"Kamu akan tetap berada di genggamanku. Aku tak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Aku tidak akan membebaskan mu sama sekali. Kamu tidak berhak pergi, bahkan jika kamu ingin mati pun, kamu hanya boleh mati di tanganku!" cecar Bara. Sekelebat bayangan saat ibunya menyiksa dirinya, terlintas kembali di pikirannya. Dan sekarang, Rosa meminta untuk bercerai, tentu saja Bara tidak akan pernah menyetujuinya.

Tatapan Rosa menyendu. Ia benar-benar memperlihatkan kesedihannya. Mata yang seolah menjelaskan kepiluan yang ia alami selama ini.

"Kenapa harus aku?" tanya Rosa dengan nada yang bergetar.

"Kenapa harus aku yang menjadi targetmu? Memangnya apa salahku?" gadis itu menatap Bara dengan berlinang air mata.

Bara benci tetesan air mata yang jatuh dari pelupuk mata gadis yang ada di hadapannya. Bara meragu, di satu sisi ia ingin membalaskan dendamnya yang tak kunjung reda. Namun, di sisi lainnya, Bara juga merasakan nyeri di dadanya.

Bukannya menjawab pertanyaan Rosa, justru bara bergerak langsung mencium bibir Rosa. Gadis itu terkejut, ia mencoba untuk melepaskan diri dari Bara, akan tetapi tenaganya tak setimpal dengan tenaga yang dimiliki oleh pria itu.

Bara terus menekan tengkuk Rosa dengan satu tangannya. Sementara satu tangan yang lainnya, ia gunakan untuk mendekap Rosa agar tak terlepas dari Bara.

Bara masih mencium Rosa dengan kasar, pria itu memagut serta menggigit bibir istrinya hingga terasa sedikit asin dan anyir secara bersamaan.

Rosa tak kuat, pukulan di dada Bara pun perlahan terhenti seiring napasnya yang mulai sedikit tersengal.

Bara melepaskan ciumannya, membiarkan Rosa mengambil pasokan oksigen untuk mengisi paru-parunya. Pria itu menatap mata Rosa dari jarak dekat. Bulir bening kembali jatuh di pipi Rosa. Sesaat kemudian ....

Plak ...

Satu tamparan mendarat di pipi Bara. Rosa benar-benar marah. Ini adalah pertama kali bagi Bara mendapatkan tamparan dari gadis itu. Dan ternyata, tamparannya cukup berimbas pada dadanya yang sedikit terasa nyilu.

"Apakah kamu mengira aku adalah seorang jal*ng hanya untuk pemuas napsu mu? Setelah mencium Luna kemarin, sekarang kamu menciumku?!" ketus Rosa dengan air mata yang tak bisa lagi ia tahan.

Bara hanya terdiam, ia tak membalas ucapan Rosa dan sibuk memegangi pipinya terasa panas akibat tamparan dari istrinya itu. Ia melihat mata Rosa,

"Sekalipun kamu menolaknya, aku akan tetap meminta cerai darimu. Aku tidak bisa bertahan denganmu. Aku tidak tahu apa kesalahanku hingga kamu merencanakan semuanya. Merayuku lalu kemudian menikahiku hanya untuk dijadikan pelampiasan akan kemarahanmu yang tak berujung itu. Aku lelah menghadapimu! Aku membencimu!"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Rosa pun memilih pergi dari hadapan Bara. Gadis itu sedikit berlari sembari terisak. Sementara Bara, ia mematung, masih mencoba mencerna keadaan yang tengah terjadi. Tak lama kemudian, ia pun menyentuh dadanya yang juga terasa sesak, Bara tak sadar perlahan cinta itu mulai tumbuh. Di saat ia menyakiti Rosa, bersamaan dengan itu, ia juga merasakan sakit yang sama. Hanya saja, Bara terlalu keras kepala.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!