Bab 17. Menemui Ibu

Rosa baru saja bangun dari tidurnya. Gadis itu berdiri di depan cermin, melihat wajahnya yang tampak kacau dengan mata yang sembab karena terlalu banyak menangis semalam.

Ia berjalan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah menyelesaikan ritual mandinya selama lima belas menit, Rosa keluar dengan wajah yang lebih baik dari sebelumnya.

Seperti biasa, gadis itu mengenakan bajunya. Ia kembali melihat penampilannya, teringat akan ucapan Luna saat mencecarnya kemarin.

"Siapapun yang melihatmu, tentunya akan berpikir bahwa kamu bukanlah istri Bara melainkan seorang pembantu."

Kata-kata itu sudah cukup menyakiti dirinya, ditambah lagi Rosa juga mengingat bagaimana ciuman panas yang terjadi antara suaminya dengan Luna kemarin, membuat Rosa merasakan kembali bagaimana pedihnya, hatinya serasa diperas, terasa nyilu bak dihujam sembilu.

Rosa menyeka kembali air matanya yang jatuh. Gadis itu berusaha untuk tetap tegar, akan tetapi ia tidak menampik bahwa saat ini dirinya benar-benar tidak baik-baik saja.

Rosa menenangkan dirinya sendiri. Memeluk kedua bahunya sembari menepuknya dengan pelan.

"Tahan sebentar lagi, aku tahu kamu lelah. Untuk kali ini saja, tolong bertahanlah sejenak," ucap Rosa bermonolog.

Setelah berhasil memenangkan dirinya sendiri, Rosa pun langsung keluar dari kamarnya. Ia meraih gagang sapu, mulai mengerjakan tugasnya menyapu lantai.

Sesekali Rosa menertawai hidupnya. Menikah dengan pria kaya tak membuatnya bahagia. Lantas, apakah Bara menikahinya karena sekedar mencari seorang pembantu saja?

Seusai menyapu, ia mengepel, lalu kemudian mengelap kaca serta meja agar suaminya, ah ... ralat! Maksudnya adalah Tuannya, karena Bara tidak pernah menganggap dirinya layaknya seorang istri.

Rosa takut tuannya itu akan marah karena pekerjaannya yang tidak becus.

Tak terasa, hari pun sudah menunjukkan pukul 06:30, biasanya Bara tak akan lama lagi akan segera turun dari kamarnya menuju ke meja makan.

Rosa bergegas melangkah ke dapur, melihat para koki serta pelayan yang ditugaskan mengurusi bagian pendapuran tengah berkecimpung, sibuk mempersiapkan makanan untuk tuannya itu.

Rosa pun turut serta membantu seadanya. Ia tak ingin lagi mengambil alih urusan masak memasak, biarlah para pelayan serta koki tersebut melakukan tugasnya masing-masing.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Tentu saja suara tersebut adalah suara yang dihasilkan oleh Bara. Pria itu dengan ekspresinya yang datar, duduk di kursi dan menikmati hidangan yang sudah tersaji di atas meja.

Rosa tak menghampiri Bara, atau pun memberikan sapaan hangat seperti hari-hari biasanya. Gadis itu justru memilih melangkahkan kakinya pergi dari dapur, melakukan tugas yang lainnya tanpa harus melihat Bara.

Bara melirik ke arah Rosa, menatap punggung wanita itu yang telah meninggalkannya. Entah mengapa, Bara merasa ada yang kurang dari hari-harinya saat ini. Rosa, gadis itu mengacuhkannya.

"Hei kamu!" panggil Bara bermaksud memanggil Rosa, akan tetapi Rosa tidak sadar dan tetap melangkahkan kakinya meninggalkan Bara.

"Apa ini? Dia baru saja mengacuhkanku?" gumam Bara pelan.

Pria itu tak menghiraukan sikap Rosa. Menghabiskan makanan yang ada di piringnya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, ia melihat Rosa yang saat itu sedang menyapu halaman rumah. Bara berjalan hendak masuk ke dalam mobilnya, akan tetapi pergerakannya terhenti. Ia berjalan menghampirinya Rosa yang tengah mengumpulkan dedaunan kering dengan sapu lidinya.

"Hei!!"

Rosa menoleh saat mendengar suara bariton tersebut. Ia melihat Bara yang sudah berpakaian rapi hendak pergi ke kantor. Namun, saat melihat Bara menghampirinya membuat Rosa sedikit heran. Gadis itu menundukkan kepalanya layaknya seperti seorang pelayan yang lainnya.

Bara cukup terkejut dengan tingkah Rosa. Ia pun mencoba mencari alasan menghampiri gadis tersebut.

"Kamu, bersihkan kamarku tanpa ada debu yang tersisa!" titah Bara.

"Baik, Tuan."

Tuan? Rosa saat ini sudah memanggilnya dengan sebutan 'Tuan' , tetapi mengapa Bara merasa ada yang aneh. Ia seakan tak rela Rosa memanggilnya demikian. Padahal Rosa memanggilnya seperti ini juga atas perintah dirinya dulu.

Tanpa menunggu waktu lama, Rosa langsung melaksanakan tugasnya, pergi dari tempat itu tanpa menghiraukan Bara.

Tentu saja hal tersebut membuat Bara sedikit menggaruk kepalanya. Ia tidak ingin Rosa mengacuhkannya seperti ini. Pria itu menginginkan Rosa menjadi mainannya, mengikuti semua yang telah diperintahkan oleh Bara. Tetapi, bukankah tadi adalah salah satu perintah Bara yang sudah dituruti oleh Rosa? Lantas mengapa Bara yang merasakan gundah saat ini? Seharusnya pria itu senang karena gadis yang ia benci sudah berhasil menjadi mainannya.

"Argh ... entahlah!" geram Bara frustasi. Ia pun langsung masuk ke dalam mobilnya. Melajukan kendaraan roda empat tersebut menuju ke kantor.

....

Di kantor, Bara pun sedikit memperlakukan pegawainya yang ada di kantor dengan keras. Padahal kesalahan sekretarisnya itu hanya sedikit, yaitu salah satu huruf dalam pengetikan, akan tetapi Bara seolah memperpanjang masalah tersebut dan bahkan mengancam akan memecat sang sekretaris jika ia melakukan kesalahan yang sama.

Seusai memarahi sekretarisnya, Bara mengusap wajahnya dengan kasar. Ia beranjak dari tempat duduknya, memukul mejanya dengan keras.

"Semuanya membuatku benar-benar stres! Tidak di rumah, tidak di kantor, semuanya saja saja!" tukas Bara kesal.

....

Sore harinya, Bara memutuskan untuk menjenguk ibunya yang berada di rumah sakit. Pria tersebut membawakan makanan kesukaan ibunya, yang tak lain adalah makanan manis seperti coklat.

Bara melangkahkan kakinya menuju ke ruangan 203, dimana tempat sang ibunda berada. Setibanya di sana, Bara kembali menemukan sebuah kekacauan, dimana sang ibunda menangis meraung-raung membuat Bara panik dan langsung menghampiri ibunya.

"Ibu, ada apa Bu?" tanya Bara yang langsung menghampiri ibunya.

Diana yang awalnya menangis, mendongakkan wajahnya menatap Bara. Wanita tersebut menyentuh wajah Bara. Namun, sesaat kemudian ...

PLAK ...

Satu tamparan mendarat di pipi Bara. "Dasar anak tidak berguna! Kamu tidak bisa mencegah agar ayahmu meninggalkan wanita itu. Kamu benar-benar tidak berguna!" cecar Diana.

Kantong plastik yang berisikan makanan kesukaan Diana, jatuh berserakan begitu saja.

Diana terus menampar wajah Bara, memukuli pria itu dengan sepuasnya. Bara hanya terduduk, ia seolah pasrah dengan pukulan yang diberikan ibunya secara bertubi-tubi.

Mata pria itu memerah, ingatannya kembali saat dimana ibunya benar-benar hancur dan Bara lah yang menjadi pelampiasan atas kemarahan Diana.

Bara tetap bergeming. Ia membiarkan ibunya memukulinya terus-menerus. Para perawat dibantu oleh dokter langsung menangani Diana. Memberikan suntikan penenang pada Diana, hingga wanita itu melemas dan pingsan.

Dokter dan para perawat mengangkat Diana, membawa pasiennya ke atas ranjang setelah diberikan suntikan penenang. Bara menatap wajah ibunya yang tampak sangat kacau. Rambutnya berantakan dan wajahnya sedikit pucat.

"Ini semua karena ulah ibumu, Rosa. Aku akan pastikan kamu juga kelak harus merasakan sakit yang sama!" batin Bara dengan sorot mata tajam penuh dendam.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!