"Ke ruanganku sebentar!" ujar Bara berbicara dengan Agam dari phone table. Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Bara pun langsung menutup panggilannya
Pria itu mengetuk-ngetuk meja, sembari menunggu kedatangan sang asisten di ruangannya.
TOKKK ... TOKKK ...
Pintu di ketuk, tak lama kemudian Agam pun muncul dari balik pintu itu. Agam datang menghampiri Bara menundukkan kepalanya dengan hormat.
"Ada apa memanggil saya, Pak?" tanya Agam.
"Wanita yang ku suruh kemarin, apakah kamu melanjutkan pencariannya?" tanya Bara.
"Maafkan saya, Pak. Setelah bapak memerintahkan untuk berhenti menggali informasi, saya menghentikan pencariannya," jawab Agam.
Bara menganggukkan kepalanya, "Kalau begitu, lanjutkan pencarian wanita itu!" titah Bara pada sang asisten.
"Baik, Pak." Agam menimpali, disertai dengan sebuah anggukan pelan.
"Kalau begitu, lanjutkanlah pekerjaan mu!"
"Saya pamit undur diri, Pak." Agam menundukkan kepalanya, lalu kemudian membawa langkah kakinya pergi dari ruangan Bara.
Kini tinggal lah Bara sendirian di ruangan itu. Sekelebat ingatannya membawa Bara kembali pada kejadian semalam. Di mana Rosa yang berucap meminta cerai kepada Bara saat itu juga.
Bara menyentuh dadanya, ia merasakan hal yang aneh pada dirinya. Namun, dengan cepat pria tersebut menepis praduga bahwa Rosa telah mempengaruhinya, membuat dirinya jatuh cinta pada saat itu juga.
"Tidak, aku merasa seperti ini bukan karena aku sudah jatuh cinta padanya. Melainkan, aku belum puas membalaskan dendam ku," gumam Bara yang merasa resah sendiri atas apa yang dirasakannya saat ini.
Tak lama kemudian, tanpa ketukan, pintu terbuka begitu saja. Luna melenggang masuk ke dalam kantor. Gadis itu melambaikan tangannya, tersenyum ke arah Bara.
"Hai, Sayang." Gadis itu memperlihatkan raut wajahnya yang seakan tak berdosa. Masuk ke dalam kantor sesuka hati, bertindak seolah dirinya adalah istri dari pria yang tengah memperlihatkan wajah kesalnya.
Bara mendengkus kesal. Ia sungguh muak melihat kedatangan gadis itu lagi dan lagi. Seolah tanpa rasa bersalah sedikitpun, Luna datang menghampiri Bara, berjalan ke belakang Bara lalu kemudian bergelayut manja pada Bara.
"Apa yang kamu lakukan?!" tekan Bara.
"Kenapa? Apa aku tidak boleh melakukannya seperti ini? Kemarin-kemarin, kamu bahkan menciumku sesuka hatimu," ujar Luna menelusuri rahang tegas Bara dengan tangannya.
"Jadi, tidak ada salahnya jika aku melakukan hal yang sama padamu," lanjut Luna tepat di depan telinga Bara.
Bara langsung melepaskan tangan Luna dari lehernya. Pria itu bangkit dari tempat duduknya, lalu kemudian menatap Luna dengan tajam.
"Jangan bersikap lancang!" tegas Bara.
"Aku bingung padamu, Bara. Kamu seakan menarik ulur hubungan kita. Terkadang kamu seakan mengusirku, terkadang kamu memanggilku dengan sebutan sayang dan bahkan menciumku!" protes Luna.
"Apakah hanya kamu saja yang boleh bersikap lancang?" lanjut gadis tersebut.
"Untuk hal yang satu itu, maafkan aku." Luna tercengang dengan jawaban Bara yang begitu mudahnya.
"Kamu ...." tunjuk Luna seakan tidak percaya. Wanita itu ingin sekali rasanya menampar wajah Bara, akan tetapi Luna pandai memainkan emosinya. Ia tak ingin, Bara akan membencinya, karena Luna belum siap kehilangan Bara.
"Saat ini, aku sedang tidak ingin diganggu. Sebaiknya kamu pergi dari sini," usir Bara yang langsung berdiri membelakangi Luna.
Luna menggeram kesal. Ia pun menghentakkan kakinya, lalu kemudian memilih pergi dari tempat itu dengan rasa dongkol.
Bara menghela napasnya dengan kasar. Ia ingin sekali Luna jauh-jauh darinya. Namun, ia juga membutuhkan Luna sebagai alat, jika nanti Rosa kembali berucap yang tidak-tidak dan dapat mempengaruhi pikirannya.
"Tidak apa-apa, aku harus tetap tenang. Luna masih berguna bagiku. Jadi, aku tidak boleh terlalu kasar padanya," gumam pria tersebut berusaha untuk menenangkan dirinya.
.....
Bara baru saja pulang dari kantor. Pria tersebut turun dari kendaraannya. Ia melihat kursi yang biasa di duduki oleh Rosa saat menyambut kepulangannya. Namun, kursi tersebut kosong tak berpenghuni.
Bara masuk ke dalam rumah. Ia mengedarkan pandangannya, tak menemukan Rosa berada di ruang tengah.
"Di mana wanita itu? Apakah dia kabur?" batin Bara.
Bara pun melebarkan langkah kakinya, berjalan menuju ke kamar Rosa untuk memeriksanya secara langsung. Namun, dari kejauhan, Bara melihat Rosa yang baru saja keluar dari kamarnya. Bara yang sudah terlanjur melangkah ke sana pun berpura-pura menuju ke dapur untuk mengambil air minum.
Di saat yang bersamaan, Rosa juga berjalan menuju ke dapur. Gadis itu menguncir rambutnya, memperlihatkan leher jenjangnya. Bara yang melihat hal tersebut langsung meneguk salivanya. Ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Saat hendak berjalan meninggalkan dapur, Bara berpapasan dengan Rosa. Gadis itu terlihat pucat, membuat Bara pun berbalik menatap Rosa yang tengah memunggunginya.
"Apakah kamu sakit?" tanya Bara.
Rosa memilih diam. Ia mencuci piring tanpa menimpali pertanyaan Bara. Untuk apa pria itu bertanya tentang kondisinya? Peduli apa dia dengan Rosa. Sekalipun Rosa mati, mungkin Bara tak akan peduli.
"Apa kamu sakit?" Bara mengulangi pertanyaannya saat melihat sang istri tak kunjung memberikan jawaban.
Rosa seakan menulikan telinganya. Ia benar-benar mengacuhkan Bara. Bahkan menatap pria itu saja, Rosa merasa enggan.
"Aku bertanya, kenapa kamu tidak menjawab? Apakah kamu tuli? Atau kamu bisu sehingga tak bisa menjawab pertanyaan ku?" ketus Bara yang mulai terpancing emosi.
Rosa masih tetap diam. Gadis itu mengelap tangannya seusai mencuci piring. Tiba-tiba, Bara pun menarik lengannya, membuat Rosa terkejut dan berbalik ke arah suaminya.
"Kamu sudah berani melawanku, hah?!" geram Bara mencengkeram tangan Rosa. Rosa tak bereaksi, ia hanya mengerutkan keningnya sesaat, lalu kemudian kembali memperlihatkan wajahnya yang datar.
"Kamu bisu? Tidak bisa bicara?" ketus Bara.
"Ceraikan aku." Kalimat itu lah yang terlontar dari mulut Rosa. Gadis itu tak menjawab pertanyaan Bara, ia kembali menginginkan perceraian dan meminta Bara untuk melepaskannya.
Seketika, rahang Bara kembali mengeras. Mendengar kata 'cerai' dari Rosa membuat emosinya terpancing. Bara mengucilkan tas kerjanya begitu saja. Pria tersebut menarik Rosa dengan kasar, membawa gadis itu ke dalam kamarnya.
Bara mengunci pintu kamar tersebut, lalu kemudian menghempaskan Rosa ke atas tempat tidur dengan kasar. Rosa langsung panik, ia menggelengkan-gelengkan kepalanya melihat Bara yang tiba-tiba melepaskan kancing bajunya satu persatu.
"A-apa yang ingin kamu lakukan?" cicit Rosa beringsut mundur.
"Kenapa kamu bertanya? Bukankah tadi mulutmu itu tidak bisa menjawab pertanyaan ku?" ujar Bara yang semakin mendekat ke arah Rosa.
"Tolong jangan lakukan ini," pinta Rosa.
"Tidak, kesabaranku sudah habis. Aku akan melakukannya agar kamu tidak pernah bisa bercerai dariku!" tegas Bara.
Rosa panik, ia langsung melemparkan bantal ke arah Bara. Sementara Bara, pria itu menangkis apapun yang dilempar oleh Rosa. Rosa hendak melarikan diri, akan tetapi tangan Bara langsung meraih baju Rosa, hingga busana yang dikenakan oleh Rosa langsung robek, hingga tubuh bagian atasnya terekspos dengan jelas.
Bara kembali menghempaskan tubuh Rosa. Ia telah gelap mata, antara dendam dan hasrat dari gejolak dalam dirinya yang ingin minta dipenuhi.
Bara menampar wajah Rosa berkali-kali, saat wanita itu berusaha meludahi wajahnya. Melakukan berbagai perlawanan, berusaha untuk lepas dari kungkungan suaminya.
Bara yang sudah dipenuhi oleh kabut gairah pun langsung menggerayangi Rosa dengan kasar. Rosa melawan, akan tetapi tenaganya tidak sepadan.
Hingga malam itu, jeritan tangis Rosa terdengar menyayat hati bersamaan dengan kehilangan kesuciannya yang direnggut paksa oleh Bara. Berulang kali Rosa memohon kepada Bara untuk tidak memperlakukan dirinya seperti ini. Namun, Bara tetaplah pria yang egois. Ia mengabaikan ucapan istrinya dan tetap melakukan aksinya tanpa henti.
Rosa diperkosa oleh suaminya sendiri. Suami yang hanya memandangnya sebagai babu, dan kini bertambah lagi menjadikannya sebagai budak n*fsu.
Setelah berhasil menodai Rosa, Bara langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Sementara Rosa, ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Gadis itu memeluk lututnya sembari menangis terisak. Harapan bebas dari Bara, kini musnah sudah. Dirinya sudah hancur, ia sudah dinodai oleh suami yang tidak mencintainya. Bara melakukannya hanya karena tidak ingin Rosa bebas, bukan karena mencintai Rosa.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Ani Ponianingsih
bara smg km menyesal😡
2022-12-03
1