Bab 10. Luka Yang Lebih Perih

"Perkenalkan, Aku Luna. Kekasihnya Bara."

Rosa tak bisa berkata-kata lagi. Ia cukup terkejut dengan penuturan gadis nyentrik itu. Luna begitu lugasnya memperkenalkan dirinya sebagai kekasih Bara di depan istri sahnya. Bukankah ini sungguh luar biasa?

"Sayang, kemarilah!" ucap Bara memanggil sang kekasih dengan panggilan manis itu. Membuat mata Rosa kembali terbelalak dan tak bisa menyimpan ekspresi keterkejutannya.

Luna tersenyum penuh kemenangan. Setelah mendengar Bara memanggilnya dengan sebutan 'sayang' membuat gadis itu semakin besar kepala.

Ia berlalu dari hadapan Rosa. Berjalan begitu angkuh menghampiri Bara yang berada di meja makan. Bara bahkan rela menarikkan kursi untuk Luna, mempersilakan agar gadis tersebut duduk tak jauh darinya.

"Terima kasih," ucap Luna sembari menyunggingkan senyum terbaiknya. Kali ini, ia benar-benar merasa yakin jika Bara, belum bisa melupakan dirinya. Sedangkan Rosa, hanya sebatas pelampiasan saja.

"Kamu sudah makan?" tanya Bara menawari Luna. Bahkan pertanyaan itu tak pernah sekalipun terlontar untuk Rosa.

"Kebetulan aku belum sarapan," ucap Luna menimpali Bara sembari melirik ke arah Rosa, sengaja menunjukkan dengan jelas bahwa Bara lebih memperhatikan dirinya dibandingkan dengan Rosa yang notabene-nya sudah menjadi istri sah nya Bara.

"Kalau begitu ikutlah sarapan bersamaku." Bara berucap sembari memperlihatkan wajah datarnya.

"Bibi!" seru Bara memanggil salah satu pelayan bagian pendapuran.

"Iya, Tuan." Seorang wanita paruh baya pun datang menghampiri Bara.

"Tolong siapkan piring satu lagi!" titah Bara.

"Baik, Tuan."

Pelayan tersebut langsung pergi ke dapur membawakan alat makan serta menambahkan lagi hidangan yang ada di atas meja.

"Kamu, lekas bereskan semua itu!" kali ini, Rosa lah yang di suruh oleh Bara karena sedari tadi selalu menatap kedua orang yang ada di meja makan tersebut. Sesekali Bara menunjukkan perhatian kecilnya pada Luna secara terang-terangan.

Melihat adegan yang ada di hadapannya, membuat hati Rosa bak diperas. Susah mengartikan bagaimana rasa sakitnya. Selama ini, Rosa bertahan karena ia mengira suatu saat nanti Bara akan kembali bersikap lembut padanya. Selama ini, Rosa bertahan karena ia mengingat bagaimana cara memperlakukannya dengan manis, akan tetapi Bara seolah menghilangkan secercah harapan itu.

Rosa hanya tertunduk, air matanya berjatuhan begitu saja. Seiring dengan rasa sakit di hatinya, Rosa tanpa sadar menggenggam pecahan gelas kopi tadi dengan begitu erat. Darah pun mulai keluar di sela-sela jarinya. Sementara si pemilik tangan berdarah itu seakan tak merasakan kepedihan itu.

Luka di tangannya tak sebanding dengan luka di hati yang ditorehkan langsung oleh suaminya sendiri, pria yang menjadi harapannya, satu-satunya tempat ia bersandar, akan tetapi kini hanyalah sebuah angan-angan belaka, memperlakukan dirinya layaknya wanita hina.

"Apakah tidak ada sedikit pun rasa yang tersisa? Apakah perlakuan manis sebelum menikah kemarin hanya sekedar sandiwara sepenuhnya?

"Akhhh ...." Suara teriakan Luna begitu terdengar nyaring. Gadis itu berteriak histeris saat melihat darah di tangan Rosa, akan tetapi Rosa tak bergeming sama sekali.

"Ada apa?" tanya Bara yang cukup terkejut dengan teriakan dari kekasihnya itu.

"Itu ... itu ... tangannya berdarah," ucap Luna sembari menutup mulutnya antara rasa ngeri dan jijik yang datang secara bersamaan.

Bara langsung beranjak dari kursinya, ia melihat tangan Rosa yang sudah banyak mengeluarkan darah, akan tetapi Rosa masih tetap melamun seakan tanpa sadar dengan apa yang ia lakukan.

Bara menghampiri Rosa, melepaskan pecahan gelas yang ada di tangan Rosa dan membuangnya ke sembarang tempat.

"Apa kamu gila, hah?!" geram Bara meraih tangan Rosa, melihat luka istrinya yang terlihat parah.

"Lekaslah obati lukamu!" tukas Bara yang masih memegang tangan Rosa.

Tanpa sadar Bara menunjukkan rasa khawatirnya saat itu juga. Rosa memperhatikan Bara dengan seksama, sementara matanya berkaca-kaca.

"Kenapa kamu seperti ini?" tanya Rosa dengan suara pelan. Seakan ada yang tersangkut di tenggorokannya.

Bara mampu mendengar suara Rosa yang berucap demikian. Pria itu sempat menatap manik mata gadis itu. Rosa seakan memperlihatkan semua lukanya pada saat itu juga. Seolah memberi tahu, bahwa luka di tangannya tak seberapa parah dibandingkan dengan luka di hatinya.

Luna yang melihat kejadian itu pun langsung menarik Bara agar menjauh dari Rosa. "Sebaiknya suruh Bibi saja yang membersihkan semuanya. Nanti setelan kantormu terkena darahnya," ujar Luna yang mencoba menjauhkan Bara dari Rosa.

Tatapan keduanya tadi, membuat Luna ketar-ketir. Ia takut jika Bara akan benar-benar jatuh cinta pada Rosa dan melupakan dirinya begitu saja. Tatapan beberapa detik itu, seakan terlihat begitu dalam, menyalurkan perasaan mereka satu sama lain, seolah tak ada kebencian di mata Bara.

Bara baru menyadari apa yang ia perbuat tadi. Seketika ia pun kembali terpengaruh akan dendam itu, dendam yang membuat kebahagiaan keluarganya hancur begitu saja. Masa kecilnya dipenuhi oleh kenangan pahit, sementara ibunya harus di rawat akibat depresi berat.

Setelah mengingat semua itu, tak ada lagi rasa kasihan terhadap Rosa di mata Bara, yang tersisa hanyalah sebuah kebencian yang tak berujung.

Bara seakan kembali memperingatkan dirinya sendiri, bahwa ia menikah dengan Rosa bukan lah berlandaskan rasa cinta. Semua ini hanyalah untuk membalaskan dendamnya saja.

"Bibi! Tolong bereskan semua kekacauan ini! Wanita ini, obati dia, atau panggilkan dokter bila perlu. Aku tidak ingin ada yang mati di rumah hanya karena hal bodoh," ujar Bara yang kemudian pergi meninggalkan Rosa begitu saja.

Sementara Luna, gadis itu menyusul langkah Bara yang sudah mendahuluinya. Rosa melihat itu semua dengan pandangan yang semakin mengabur, air matanya menggenang di pelupuk mata.

"Kenapa kamu begitu tega padaku? Apa salahku?" batin Rosa, sementara gadis itu kembali terisak.

"Sini Nyonya, biar bibi obati," ucap wanita paruh baya tersebut.

Rosa pun dibantu beranjak dari posisinya, lalu kemudian pelayan itu dengan sigap mengobati luka Rosa.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!