Bab 13. Undangan

Bara kembali ke kamarnya. Ucapan dari Rosa selalu terngiang-ngiang di ingatannya.

" aku akan tetap memberikan seluruh cintaku untukmu, aku akan tetap tulus mencintaimu meskipun kamu memperlakukan ku seperti ini. Aku akan memberikan cintaku lebih besar dari pada kebencian yang kamu miliki, dengan begitu, kamu bisa mencintaiku. Kamu akan merasakan rasa sakitnya juga disaat kamu membenciku!"

Ucapan Rosa tadi, membuatnya benar-benar kesal. Gadis itu mampu membuat Bara naik pitam atas kalimat demi kalimat yang ia lontarkan begitu saja.

Bara mengacak-acak kamarnya. Menjatuhkan semua yang ada di atas mejanya. Membuat kamar tersebut layaknya kapal pecah, berserakan begitu saja.

"Mencintanya? Yang benar saja! Aku tidak akan sedikit pun mencintai gadis itu. Hatiku ... hanya dipenuhi oleh kebencian, hanya kebencian saja! Tidak ada rasa cinta!" tukas Bara.

Pria itu menatap dirinya di cermin. Ia benar-benar terlihat kacau. Bara marah, ia pun meninju cermin tersebut hingga membuatnya retak. Tangannya masih melekat di cermin itu, tangannya terluka.

"Gadis itu ... Lihatlah! Akan aku buat kamu hancur berkeping-keping," ujarnya dengan tatapan penuh kebencian.

Malam mulai larut, akan tetapi Bara tampak gelisah dan tak bisa tidur. Pria itu memilih beranjak dari tempat tidurnya, menuju ke dapur untuk membuat segelas kopi.

Tangan Bara dibalut oleh perban. Entah mengapa, secara kebetulan tangan keduanya itu sama-sama terluka. Seolah sebagai suatu pertanda, bahwa kedua orang tersebut hanyalah korban dari masa lalu. Dan Bara terjebak dalam dendam yang berkepanjangan pada orang yang salah.

Setelah menyeduh kopinya, Bara memilih untuk duduk di depan teras. Matanya menangkap sosok Rosa dari kejauhan. Gadis itu mendongakkan kepalanya, menatap bintang-bintang yang menghiasi langit malam.

Rosa belum tidur, begitu pula dengan Bara. Rosa tak menyadari keberadaan Bara dari kejauhan. Ia memejamkan matanya, seolah mengadu pada langit malam akan nasibnya yang begitu menyedihkan.

"Apakah aku tidak oleh mengecap kebahagiaan barang sedikit saja? Apakah aku terlalu hina untuk merasakan kebahagiaan itu?" batin Rosa sembari memejamkan mata.

Sementara Bara, ia menyesap kopinya. Pria tersebut melihat arah pandang sang istri yang sedari tadi tampak damai. Sesaat kemudian, Bara kembali tersadar, apa yang ia lakukan? Seharusnya ia tidak menaruh perhatian sedikit pun kepada Rosa.

Tak lama kemudian, Bara pun memilih untuk masuk ke dalam rumah. Dengan melihat Rosa, pikirannya akan kembali kacau dan tak tenang.

....

Hari masih pagi buta, akan tetapi Bara sudah memakai setelan kantornya lengkap. Ia sengaja, hendak pergi ke kantor pagi-pagi sekali karena tak ingin melihat Rosa, apalagi harus berpapasan dengan gadis tersebut.

Bara menuruni anak tangga. Tanpa berlama-lama, pria tersebut langsung masuk ke dalam mobilnya. Di waktu yang bersamaan, Rosa telah bangun dari tidurnya. Gadis itu sedang menyapu lantai, melihat Bara yang tampak tergesa-gesa pergi di pagi hari.

"Mungkin ada urusan mendesak," gumam Rosa sembari mengendikkan bahunya. Gadis itu kembali membersihkan rumah tanpa ingin tahu lebih lanjut tentang alasan Bara pergi lebih awal dari biasanya.

Setelah cukup lama menempuh perjalanan, Bara pun tiba di kantor. Pria tersebut melihat suasana kantor yang masih sepi. Hanya ada beberapa pegawai yang sudah datang lebih awal, dapat dikatakan mereka adalah pegawai yang teladan.

Bara memasuki ruangannya. Memilih menyibukkan waktunya dengan memeriksa pekerjaan serta email masuk dari layar komputernya.

....

Siang ini, Bara sedang dalam pertemuan penting dengan salah satu investor terbesar yang akan menunjang sebuah proyek yang direncanakan oleh Bara nanti. Pria tersebut membubuhkan tanda tangan di atas dokumen yang ada dihadapannya. Lalu kemudian mengembalikannya kepada Bara.

"Saya harap, kita bisa bekerja sama dengan baik, Pak Rahmat." Bara menjabat tangan Pak Rahmat.

"Saya berharap juga begitu, Pak Bara." Pak Rahmat menimpali ucapan Bara.

"Ah iya, saya berencana mengundang Pak Bara bersama istri untuk datang di acara pertunangan anak saya," ujar Pak Rahmat memberikan surat undangan secara langsung kepada Bara.

"Baiklah, saya pasti akan datang."

Pak Rahmat tersenyum, lalu keluar dari ruangan Bara bersama dengan sekretarisnya.

Sementara Bara, pria tersebut membuka surat undangan yang diberikan oleh Pak Rahmat. "Pestanya Minggu depan. Jika aku tidak menghadirinya, aku akan merasa tidak enak dengan Pak Rahmat," gumam Bara.

Pria itu kembali duduk di kursi kebesarannya. Ia meletakkan undangan tersebut lalu kemudian mengetuk-ngetuk mejanya sembari berpikir bagaimana cara mengajak Rosa untuk bisa ikut bersamanya menghadiri pesta tersebut. Mengingat Pak Rahmat adalah orang yang cukup penting, dalam penunjang bisnisnya.

"Aku harus membujuk Rosa untuk ikut ke pesta itu bersamaku. Bagaimana pun juga, Pak Rahmat adalah orang penting. Lagi pula, tak ada salahnya kembali bersandiwara menjadi suami yang baik di depan banyak orang," gumam pria tersebut.

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!