Bab. 17. Emosi Sesaat

Sore itu, pukul 16:00 waktu setempat.

Mata Bunga melihat ke luar jendela, tampaklah sebuah halaman luas yang indah. Taman itu memiliki desain unik, elegan serta romantis. Pepohonan menguning, rumput yang menghijau segala jenis bunga di tanam secara rapi. Dia melirik jam tangan nya berkali-kali. Dia tidak akan keluar kamar sebelum Rio pulang.

Tok!

Tok!

Pintu kamarnya tiba-tiba terketuk.

"Ah, itu pasti Rio."

Lirihnya pelan. Bunga melangkah membukakan pintu, Namun.

"Briyan!"

Lelaki di hadapan Bunga hanya tersenyum.

"Apa maumu Briyan! Kamu tak perlu repot-repot menjenggukku ke sini, melihat mukamu saja perutku sudah mual." Bunga memarahinya.

Dia tidak akan mungkin memberikan kesempatan apa-apa untuk Briyan.

"Aku tidak akan menyakitimu. Turun saja sebentar."

"Ada apa?"

"Kamu akan tahu nanti."

"Tidak! Memangnya kamu siapa dan untuk apa aku harus turun."

Briyan tersenyum lalu menghela nafasnya panjang.

"Kamu akan menyesal jika tidak menuruti perintahku!"

"Aku tidak mau!"

"Keras kepala sekali!"

Briyan langsung menarik pergelangan tangan Bunga.

"Lepaskan tanganku. Aku bersumpah Aku akan membunuhmu Briyan!"

Jawab Bunga kesal sambil berusaha melepaskan cenggkraman tangan Briyan.

"Turuti saja."

Mereka saling tarik menarik. Sampai pada akhirnya. Terdengar suara deheman dari ujung tangga. Briyan segera melepaskan tangan Bunga. Dan mereka saling berpandangan.

"Briyan! Kamu tidak sopan pada kakak iparmu, kamu juga tak bisa menghargaiku sebagai saudaramu, ada apa ini?"

"Kak Rio jangan salah paham dulu, Aku hanya ingin mengajaknya turun, seseorang sedang mencarinya."

"Apa?" Bunga menyela.

"Reza brengsek itu mencarimu."

Bunga panik, seolah tak percaya dengan perkataan Briyan.

"Briyan jaga sikapmu! Kenapa kamu berani menyentuh isteriku!"

"Kak, Aku tahu Aku salah, tapi ini bukan saatnya untuk berdebat. Apakah Kak Rio melihat ada seorang lelaki yang menunggunya dibawah."

"Aku sudah tahu."

Briyan tersenyum sinis.

"Apakah kau juga tahu ada hubungan apa di antara mereka berdua?"

"Apa maksudmu Briyan!"

"Ya maksudku, Aku tidak ingin Kakak tersayangku ini dipermainkan dari belakang."

"Jangan memfitnah! Dasar rubah!"

Jawab Bunga ketus, tak terima dengan perkataan yang Briyan tuduhkan. Bunga buru-buru melangkahkan kakinya untuk turun.

"Mau kemana?"

Rio segera menarik tangan Bunga dengan kasar. Rio marah, wajahnya memerah, nada bicaranya pun sudah mulai bergetar aneh.

"Kebawah."

Bunga menjawab dengan gugup, ia tahu bahwa saat ini suaminya pasti sedang menahan emosi. Bunga terpaksa menghentikan langkahnya.

"Aku sudah mengurusnya dan Aku tidak mau kamu bertemu dengannya."

"Ta-tapi Rio."

"Sekarang kamu tinggal pilih, Aku atau Reza!" Bentak Rio tinggi.

Mendengar perdebatan kecil itu, Briyan tampak mengerutkan keningnya.

'Rio dari dulu masih sama, pemarah dan keras, ah sampai kapan Bunga akan bertahan sama pria dingin itu.' Batin Briyan dalam hati.

"Tentu saja Aku memilihmu, Aku akan kembali ke kamarku sekarang."

Bunga berjalan menunduk, ia tak memiliki suatu keberanian untuk menatap Rio. Sudah bisa di tebak bahwa wajah Rio saat ini pasti terlihat sangar dan menakutkan. Rio menghela nafasnya kasar. Kemudian menatap tajam kearah Briyan yang sedang berdiri.

"Apa lagi yang kamu lihat, tinggalkan kami!" Bentaknya.

"Baik, Aku akan pergi!"

Jawab Briyan datar. Dia segera melangkahkan kedua kakinya menuju turunan tangga.

'Benar-benar pria yang menyebalkan! Kenapa tak hidup di hutan saja, itu lebih baik menurutku.'

Gerutu Briyan sambil terkikik ketika langkahnya sudah menjauh dari kamar mereka.

Rio membuka pintu, dilihatnya Bunga tengah duduk termenung di depan jendela minimalis bermotif klasik. Dia hanya diam. Lelaki itupun tak menyapa, dia berjalan sambil melepas dasi serta pakaiannya.

"Bunga."

Rio akhirnya buka suara.

Bunga tak menjawab, masih asyik dengan lamunannya.

"Katakan padaku, siapa Reza sebenarnya? Kenapa dia nekat sekali mengikutimu sampai kesini?"

Bunga masih membisu.

"Aku sangat putus asa memikirkannya, Ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan padamu."

Bunga tetap tak memperdulikannya. Sehingga membuat Rio semakin kesal, mengapa Bunga mengabaikan pembicaraannya?

"Bunga, bisakah kamu menghargaiku sedikit? "Rio mendekatinya.

Bunga masih diam. "Ah, Aku bisa gila karenamu! Harusnya Aku tak pernah bertemu denganmu, kamu benar-benar wanita yang menyusahkan!"

"Apakah Kamu menyesalinya? Aku pun berharap begitu, harusnya kita memang tak pernah bertemu." Bunga baru menjawab.

Rio memejamkan matanya sejenak.

"Jadi apa maumu!"

"Aku benci karena bertemu denganmu."

"Benarkah? Terima kasih atas jawaban yang tak berguna itu. Aku senang kamu membenciku."

"Tentu saja."

"Kamu sangat menjengkelkan!" Rio panas.

"Terserah!"

"Jika kamu ingin kembali pada pacarmu, pergilah dan jangan kembali."

"Rio, apakah ucapanmu itu sungguh-sungguh?"

Bunga langsung menatap lekat lelaki di belakangnya. Matanya berkaca-kaca, bukan jawaban itu yang ingin Bunga dengar. Ternyata Rio memang berotak kaku.

"Aku bersungguh-sungguh, kemasi barangmu, Aku akan mengantarkanmu kerumah Reza." Jawabnya serius.

Bunga semakin lekat menatapnya, dia tak pernah menyangka Rio akan berkata seperti itu. Apakah sebenarnya Rio tak memiliki rasa padanya. Ataukah karena kecemburuan yang telah menguasai hatinya, sehingga Rio tak bisa berpikir jernih. Air mata Bunga akhirnya tumpah juga. Dia menangis terisak-isak. Sambil berjalan menuju lemari pakaian, ia mengambil koper lalu memasukan semua baju-bajunya. Rio tetap tak bergeming. Tak ada kata ucapan menahan. Bunga semakin sedih.

"Aku sudah selesai," ucap Bunga datar.

Sambil terus mengelap kasar airmatanya yang terus meleleh. Rio berjalan mendekatinya, menyeret koper berwarna merah muda milik Bunga. Dia melangkah menuju turunan tangga. Bunga mengikutinya dari belakang.

Sesampainya di ruang tengah.

Anggota keluarga Tuan Kenshin sedang berkumpul. Namun Rio tak perduli, ia tetap saja menyeret koper itu. Semua orang menatap mereka heran. Namun belum ada yang berani untuk bertanya, Bunga masih terus menangis bahkan isakan itu semakin keras.

"Rio apa yang terjadi?" Tanya Ny. Kazumi akhirnya, nadanya terdengar bingung.

"Dia tak ingin hidup bersamaku."

"Apa maksudmu? Kamu mengusirnya? Ada masalah apa ini?" Ny. kazumi tak henti-hentinya menatap mereka berdua.

"Kak Rio, pikirkan baik-baik, itu hanya emosi sesaat." Briyan ikut menyambung.

"Aku sudah memikirkannya dengan jernih, bagaimana bisa aku hidup bersama wanita yang membenciku!"

Semua orang tak kuasa mendebat. Mereka membiarkan semuanya terjadi.

Semua orang saling diam. Bingung dengan apa yang terjadi. Sementara Via, yang juga berada di situ tampak tersenyum tak percaya, ternyata Rio benar-benar pria yang pemarah. Tapi itu adalah kabar gembira menurutnya. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Briyan!"

Ny. Kazumi tiba-tiba menatap Briyan lebih dalam dan serius. Briyan menoleh.

"Ada masalah apa di antara mereka?"

Lelaki tampan itu terdiam sejenak. Haruskah dia mengatakannya? Dia takut Ibunya akan ikut mengusir Bunga. Lalu, Bunga akan pergi selamanya dari rumah ini. Tidak, Briyan tidak ingin hal itu terjadi. Dia sudah mengakui pada dirinya sendiri, bahwa Dia menyukai Bunga. Bunga telah membuatnya mabuk kepayang.

"Briyan."

Sebut Nyonya Kazumi lagi, sehingga membuyarkan lamunan singkatnya.

"Aku tidak tahu." Aku Briyan pelan

"Benarkah Briyan?" Via ikut bertanya.

"Kamu sedang tidak berbohongkan?" Via terus menatapnya tajam.

"Te-tentu saja."

Via lalu tersenyum. "Briyan kenapa kamu terlihat gugup seperti itu?"

"Aku hanya tidak nyaman dengan pandanganmu."

Briyan akan memutar langkahnya, tapi Via tiba-tiba menahannya.

"Ada apa?"

"Kamu mau kemana?"

"Aku punya janji dan mereka sudah menungguku sekarang."

"Boleh Aku ikut?"

"Jangan bercanda."

"Bukankah sekarang Aku adalah calon isterimu dan besok lusa kita akan menikah." Via terus menatapnya curiga.

"Briyan, apa salahnya jika Via ingin ikut, apakah itu sangat merepotkanmu?" Sambung Ny. Kazumi heran.

"Uh, perutku tiba-tiba sakit, Ak-aku harus ke toilet."

Briyan langsung berlari. Kedua wanita itu pun saling berpandangan.

'Apa yang sebenarnya Briyan sembunyikan? Ku rasa dia mengetahui sesuatu, Briyan bodohnya kamu." Pikir Via kesal.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!