Bab. 8. Godaan Briyan

Bunga menatap samar-samar cahaya kuning yang melewati pentilasi jendela di kamar mewah milik Rio. Dan dia merasakan sesuatu yang hangat berletak di atas perutnya. Bunga menyentuhnya dan memperhatikan dengan lebih jelas.

'Ya ampun, ini tangan Rio.' Ucapnya dalam hati.

Benar saja ketika dia memperjelas lagi pandangannya, Rio memang tengah tertidur lelap di samping sambil memeluk erat tubuhnya.

Bunga menggeser tangan itu perlahan serta hati-hati, ia takut gerakannya membangunkan tidur sang suami. Namun, semakin di geser semakin erat juga pelukan Rio.

"Hai, Aku ingin bangun." Bisiknya pelan.

Rio langsung menyingkirkan tangannya. "Apa kau tak ingin morning kiss ku?" Tanyanya melirih.

"Eh, iya nanti saja, Aku terburu-buru harus pipis." Jawab Bunga tegas.

Dengan sigap diapun bangun, menyingkap selimut yang menutupi sebagian kakinya tanpa memperdulikan ucapan Rio.

Beberapa menit kemudian.

Bunga sudah rapi dengan pakaian casual yang melekat indah di tubuh pendeknya. Dia berjalan menuruni setiap anak tangga yang melingkari ruang tengah di rumah itu. Ketika sampai di bawah dia mendengar suara dari seseorang.

"Selamat pagi kakak ipar."

Sapa Bryan kalem, tersenyum tanpa memandang keberadaan Bunga di sisi tangga.

"Pagi." Jawabnya pelan.

Dia masih menatap tajam kearah pria itu. Panggil saja ia Bryan, lelaki berposter tinggi, berambut jabrik dan ada tato di lengan sebelah kirinya.

"Apa kamu senang berada di rumah ini? Tapi jangan pernah berpikir kamu akan ikut memilikinya." Ucap Bryan lagi, nadanya masih kalem. Dia menyeruput secangkir kopi.

"Apa maksudmu?"

"Kamu berpura-pura bodoh atau memang lugu. Kenapa selera kak Rio sangat rendah sekali, tidak ku sangka dia akan mudahnya mencintai perempuan seperti kamu."

Maki Bryan seperti menyimpan kebencian terhadap perempuan milik Rio. Bunga bingung, rasanya sulit sekali mencerna perkataan yang di makikan Bryan terhadap dirinya.

"Maaf Tuan Bryan Aku tidak seperti yang tuan tuduhkan, Kehadiranku di sini, hanya karena statusku sebagai isteri Tuan Rio, dan sedikitpun Aku tak ingin mencampuri urusan kalian. Sekali lagi, maaf Aku harus pergi." Jelas Bunga Panjang, dia memutar langkahnya hendak menjauhi Bryan.

"Kamu akan menyesal karena menikah dengan kak Rio." Bryan Berkata lagi.

Wajahnya tampak memerah. Bunga menghentikan langkahnya untuk sejenak, setelah itu berlalu tanpa kata. Sementara Bryan yang merasa ucapannya itu di acuhkan oleh Bunga, diapun menjadi marah. Dan menghentakan tinjuan ke atas meja.

BRAK!

"Bryan, Ada apa? Apakah kau sedang mabuk?" Tanya Rio tiba-tiba.

Entah sejak kapan lelaki itu sudah berada di situ. Bryan menoleh dengan raut wajah yang menampakan kepanikan.

"Kak Rio." Jawabnya terbata-bata. Sambil memandang kearah Rio.

"Aku hanya sedikit kesal kak, pacarku baru saja memutuskan hubungan dan itu sangat membuatku frustasi." Lanjut Bryan lagi berbohong, ia menggunakan segala alibi yang dia punya.

"Oh jika begitu Aku turut bersedih dengan musibah yang menimpamu." Rio menjawab setenang mungkin.

"Terimakasih, tapi Aku baik-baik saja kak. Aku akan berusaha untuk melupakannya dan berpikir yang lebih positif." Suara Bryan baru terdengar jelas serta pelan.

Rio hanya tersenyum, sebelum ia meninggalkan Bryan sendiri.

"Huh. Pria menyebalkan!" Maki Bryan marah, Riopun sudah menjauh.

Di dapur.

Bunga tampak, duduk antusias di depan sebuah meja makan, berbentuk bulat memanjang. Di meja itu, telah terhidang berbagai macam segala jenis buah-buahan dan minuman. Sejak pukul 05.00 tadi, pelayan, telah memulai pekerjaan mereka, menyiapkan menu untuk sarapan pagi ini.

"Pelayan!"

Panggil Rio tegas mimik wajahnya dingin. Tiga pelayan buru-buru datang menghampirinya.

"Ya Tuan."

Jawab kepala pelayan dengan sopan, posisinya membungkukkan badan.

"Siang ini Tuan Besar dan Nyonya besar akan datang, jadi untuk menyambut kedatangan kedua orangtuaku, tolong siapkan menu masakan pilihan." Perintah Rio kepada ketua pelayan di rumahnya.

"Baik Tuan, kami akan melakukan yang terbaik." Jawab mereka serentak.

"Ya sudah lakukan."

Rio tak lagi menatap mereka, dia melangkah mendekati sang isteri.

"Rio, kenapa kamu tidak memberitahuku jika kedua orangtuamu akan kembali," ucap Bunga datar ketika Rio berada dihadapan nya.

"Apa itu perlu."

"Tentu saja itu perlu."

"Memang apa yang bisa kau siapkan untuk menyambut kedatangan Mommy dan Daddy. Ku rasa kau hanya akan menyusahkan saja."

"Maksudmu apa?"

"Maksudku coba jemput mereka di bandara, bisakan kamu melakukannya."

"Kamu ingin mobilnya jatuh ke selokan? Tidak. Aku tidak bisa menyetir, otomatis jika Aku membawa mobilmu, yang ada justru aku yang akan masuk kerumah sakit, huh!" Gerutu Bunga manyun.

"Hah, dasar pria tanpa ekspresi."

"Apa katamu, coba ulangi Aku ingin mendengarnya lebih jelas." Rio berkata sambil menarik kursi di samping Bunga untuk duduk.

"Pria kaku."

"Itu hanya untuk orang lain, jika untukmu Aku adalah pria termanis yang pernah ada, bukankah begitu?" Tanya Rio lirih.

"Entahlah!"

Bunga terlihat mengangkat kedua bahunya. Rio sekarang tersenyum.

"Ya sudah siapkan sepiring sarapan buatku, ayo lakukan aku akan menunggu."

"Baiklah Tuan Rio, kamu hanya perlu sedikit membungkam mulutmu dan menungguku menyiapkan sarapan yang special untukmu."

Bunga segera beranjak dari tempat duduknya dan mulai mengambil beberapa makanan. Lelaki itu hanya diam, memperhatikan gerak-gerik sang isteri. Bunga adalah anugerah terindah yang dia miliki. Semenjak kehadiran Bunga di sisinya, hidup Rio lebih terasa berwarna.

Bahkan diapun memiliki sebuah senyuman manis di balik sosoknya yang dingin. Cukup! Bunga telah merubah dunianya. Namun sekali lagi, apakah kebahagian yang dia rasakan, akan kekal untuk selamanya? Kita lihat permainan unik yang akan di perankan oleh mereka yang merasa dengki.

Sarapan pagi selesai sejak beberapa menit yang lalu.

"Apakah hari ini kamu akan masuk kerja kak?"

Tanya Briyan, ketika Rio memposisikan dirinya untuk berdiri menuju pintu luar. Sementara di belakang ada Bunga dan Benikno.

"Iya, Aku harus menunda honey moon ku terlebih dahulu, karena hari ini ada meeting penting." Rio menjawab dengan tegas.

"Penting? Apakah itu sangat penting sekali? Harusnya kau mengenyampingkan pekerjaan kantormu dulu, Karena kupikir honey moon ini hanya akan terkesan sekali saja."

"Ada begitu banyak waktu untuk memulainya."

"Pemikiran yang konyol, pergilah berbulan madu, bukannya kau bisa saja memerintahkan asisten pribadimu untuk menyelesaikan segala urusan kantor. Bukankah begitu Benikno?"

Yang ditanyai hanya mengangguk.

"Aku tidak bisa Briyan. Pekerjaanku benar-benar penting."

"Ya sudah jika memang itu keinginanmu."

Jawab Briyan mengalah, dia tak ingin berdebat terlalu lama dengan Kakak tampannya ini, sudah pasti dia tidak akan memenangi perdebatan.

"Aku pergi dulu, 2 jam lagi Aku akan menelponmu. Ingat pesanku jangan pergi tanpa seizinku, jika kau menentangnya Kau akan tahu sendiri akibatnya."

Rio memandangi isterinya dan meninggalkan beberapa pesan yang harus Bunga patuhi, serta kecupan singkat mendarat pas pada kening Bunga. Perempuan itu hanya mengangguk. Memandangi Rio yang sudah melangkah meninggalkannya, di ikuti Benikno.

"Hah, menyebalkan! Ku pikir itu adalah keromantisan yang kaku, Apakah Rio membuatmu bahagia kakak ipar?"

Briyan tiba-tiba memandang sinis kearah Bunga yang tengah berdiri.

"Apa urusanmu?"

"Tentu saja Aku harus tahu." Briyan tersenyum lebar.

Dengan raut wajah yang tak suka, Bunga melangkah hendak meninggalkan Briyan, Namun.

"Tunggu kakak ipar, pembicaraanku masih belum selesai. Duduklah sebentar, temani Aku."

Briyan menarik tangan Bunga.

"Lepaskan Aku Briyan. Tidak ada yang harus kita bicarakan!"

Bunga berusaha menarik pergelangan tangannya, akan tetapi Briyan menggengamnya sangat erat. Lelaki itu tersenyum bringas.

"Wajahmu cantik sekali, sayangnya tubuhmu tidak seksi."

"Kamu sangat kelewatan Briyan. Lepaskan Aku, jika kamu berani macam-macam Aku tidak akan memaafkanmu." Ancam Bunga tegas.

Dia tak pernah menyangka bahwa Briyan akan bertindak tidak sopan kepadanya.

"Sungguh lemah sekali tanganmu. Apa selama ini Rio bisa memanjakanmu atau malah mengasarimu?"

"Jaga mulutmu Briyan, Kamu terlihat sangat menjijikkan!"

"Benarkah? Selama ini belum pernah ada satu wanitapun yang menolak pesona seorang Briyan. Dan kamu berbeda, Aku jadi penasaran, Aku ingin sekali menggigit bibirmu itu dan memberimu sedikit pelajaran. Bahwa makianmu itu salah." Jawab Briyan pelan.

"Tutup mulutmu Briyan kamu tidak sopan kepada kakak iparmu!"

Bentak Bunga tinggi, sambil terus menyentak tangannya agar lepas dari genggaman Briyan.

"Berapa umurmu? Aku menghargai Kamu karena kamu adalah isteri Rio."

"Tidak ada untungnya Aku memberitahu. Jadi jangan berpikir kamu akan menindasku seenaknya, sekarang juga lepaskan tanganku Briyan." Nada suara Bunga terdengar meninggi.

Tapi siapa yang perduli, semua pelayan di sini sangat takut kepada tuannya. Tentu saja jika mereka melihat sesuatu yang menentang, mereka tidak akan berani mencegah. Dunia ini memang terasa kejam, jika nyawa tak memiliki harga sama sekali, di mata orang-orang berkuasa atas harta yang melimpah. Briyan langsung melepaskannya.

"Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja. Sebelum Aku menidurimu." Ancam Briyan kejam.

Dan menumbuhkan rasa ketakutan di dalam hati Bunga.

'Apa salahku, kenapa dia menginginkan tubuhku. Bukankah tadi dia bilang bahwa selera Rio sangat rendahan, yang berarti Aku sangat jelek. Bryan kamu menjijikan!' Bunga membatin.

Briyan berlalu dari hadapan Bunga.

Lelaki itu berwajah rupawan, berhidung mancung, kedua matanya tajam, bertubuh tinggi besar. Sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan wajah dingin Rio.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!