Bab. 10. Harga Diri

"Jika kamu merasa gerah, akan segera ku siapkan air hangat untukmu."

"Aku bisa melakukannya sendiri." Tolak Rio halus.

"Baiklah."

Keduanya saling bertatap muka, Bunga bisa melihat jelas bahwa wajah itu lelah.

"Apa yang bisa kulakukan untukmu?"

Bunga tak mengalihkan pandangan kedua matanya dari lelaki tegap itu.

"Tidak ada, ayo kita kekamar." Ajak Rio padanya.

Bunga mengangguk dan menggandeng tangan Rio lembut.

Sesampainya di kamar. Bunga segera menyimpan tas kerja Rio di atas lemari. Namun Rio langsung memeluknya dari belakang.

"Aku merindukanmu."

Ucap Rio lirih, seolah berbisik di telinga Bunga. Dia semakin mempererat pelukan itu.

"Benarkah? Kurasa kamu terlalu berlebihan Rio. Kita baru saja berpisah selama beberapa jam, belum 24 jam Rio."

"Iya itukan menurutmu, tapi Aku tidak bisa berpisah lama darimu meski kamu bilang hanya beberapa jam. Tapi kurasa itu sangat lama."

Bunga tersenyum.

"Dasar kamu ini. Sekarang mandilah, akan ku siapkan air untukmu."

"Kau tak usah repot-repot. Kan sudah kukatakan Aku bisa melakukannya sendiri." Jawabnya bermanja.

"Tapi jika kau tak merasa keberatan, Aku hanya minta, agar kau mau melepaskan bajuku saja. Kau tak akan menolaknya kan?"

"Baiklah."

Bunga segera membalikan badan, sekarang posisi mereka saling berhadapan. Rio melontarkan senyum kepada Bunga.

"Kau sangat cantik."

Puji Rio, seperti sedang menguji perempuan itu untuk ikut tersenyum.

"Sudahlah Rio. Tutup saja mulutmu, Kamu membuat wajahku memerah."

Bunga mengomelinya, sambil melepas serius jas Rio dan membuka kancing kemejanya satu persatu.

"Aku tidak bisa menutup mulutku jika di hadapanku ini ada perempuan secantik ini. Kau sangat menggoda imanku." Jawab Rio berekspresi kesal.

"Sudah selesai. Kamu bisa mandi sekarang, untuk masalah celananya kamu lepas sendiri ya, Aku tidak mau melakukannya." Ucap Bunga pelan tanpa menjawab perkataan Rio barusan.

"Lepaskan juga celananya."

"Tidak!"

"Kamu membantahku lagi. Seharusnya lakukan saja apa yang kuperintahkan."

Rio menatap kearah Bunga dengan tajam, hingga membuat perempuan itu berdiri kaku. Seratus persen Rio membuat seluruh aliran Bunga mengalir sangat cepat, ada getaran aneh setiap melihat mata itu.

"Ba-baik, akan kulakukan." Jawab Bunga sedikit gugup.

Tangannya meraih sabuk yang melingkar di pinggang Rio, Bunga mulai melepaskannya juga. Tak butuh waktu berlama-lama untuk menyingkirkan sabuk dari celana panjang Rio. Bunga sudah melepaskannya dan Rio hanya menggunakan celana pendek.

"Ayo temani Aku mandi."

"Ta-tapi Rio, Aku."

Rio segera menempelkan jari telunjuknya di bibir lembut milik Bunga.

"Sudah ku bilang jangan terus membantah, Aku bisa marah padamu!"

Rio langsung menarik pelan tangan Bunga dan membawanya masuk kedalam kamar mandi.

"Mandikan Aku."

Rio segera mengunci pintu. Bunga akhirnya mengalah dan mencoba tetap bernafas tenang.

Rio menghidupkan kran di bathtup, mengatur suhu sesuai keinginannya, menambahkan minyak esensial dan mengatur suhu kehangatan kamar mandi agar bisa membuatnya lebih rileks. Setelah ia rasa pekerjaan itu cukup, dia kembali mendekati sang isteri.

"Kamu juga harus mandi bersamaku." Ucap Rio lagi.

"Aku sudah mandi."

"Lakukan saja!"

Bunga mendengus kesal, bagaimana mungkin Rio terus memaksanya, tiap kali, Bunga menjawab perkataan Rio. Rio selalu mengatakan "Jangan membantah" Alhasil Bungapun terdiam. Perkataan lelaki itu benar-benar mengintimidasi hati serta bibirnya dibuat kelu.

Malam itu di ruang makan.

Beberapa anggota keluarga Kenshin tampak antusias duduk mengelilingi sebuah meja berbentuk bulat memanjang. Meja itu terbuat dari kayu jati terbaik. Dan segala macam hidangan telah tersaji. Sementara di atas tangga sana, Bunga berjalan dengan langkah yang tergesa-gesa, karena Rio sudah berada di ruang makan sejak tadi.

Sesampainya, Bunga melangkah lebih dekat, semua mata kini tertuju kepadanya. Yang hadir di situ bukan hanya anggota keluarga Kenshin, tapi juga keluarga Tuan Hisoka untuk menghadiri perjamuan yang sudah di rencanakan sebelum kedatangan Tuan Kenshin. Tuan Hisoka adalah Ayah kandung dari Via Hana. Mereka berkunjung kemari hendak bertujuan menjodohkan Via dan Briyan.

Tentu saja, adanya ikatan pernikahan semakin mempengaruhi perkembangan perusahaan yang mereka dirikan, serta mempererat kekuatan.

"Rio, Isterimu itu tampak memalukan sekali, apakah dia tidak memiliki baju yang lebih layak?" Ny. Kazumi berkata sambil memandang Rio.

Sementara Bunga yang mendengar cibiran itu seakan enggan untuk duduk.

Rio tersenyum.

"Mom, menurutmu, apakah pakaian yang Bunga kenakan terlihat tidak pantas? Bunga tampak lebih sederhana bukan."

"Begitukah caramu mengajarinya? Rio, kita memiliki banyak uang dan pastinya kamu bisa memesan baju dari para desainer terkenal. Kenapa selera isterimu sangat rendah sekali." Ny. Kazumi membantah, nadanya terdengar sinis.

"Maaf Bibi, jika Via menyela pembicaraan, Mungkin saja Bunga tidak mengenal fashion. Rio, kamu perlu mengajarinya dan membelikan dia majalah." Celetuk Via datar di tengah-tengah pembicaraan mereka.

"Mungkin saja, paling tidaknya dia harus belajar, sekarang dia bukan lagi gadis biasa, dia telah menjadi seorang isteri dari pengusaha kaya." Ny. kazumi bersungut lagi.

Semua orang terdiam termasuk Rio. Namun Rio segera bertindak, Dia beranjak bangun dan berjalan mendekati sang isteri. Perempuan itu tampak menunduk, wajahnya memerah karena di permalukan oleh ibu mertuanya sendiri.

Hati Bunga seakan sakit mendengarnya. Keluarga Kenshin ternyata memiliki Nyonya yang sangat sinis, tak menghargai perasaan orang lain dan, tak hanya Briyan saja yang memperlakukannya demikian, akan tetapi sekarang ibu mertuanya.

Rio langsung menarik tangan Bunga untuk membawanya naik kembali, ke atas tangga menuju kamar mereka.

Di sepanjang jalan menuju ke kamar, Rio membisu, wajah tampannya dingin serta kaku.

Ceklek!

Pintu terbuka, Rio menarik tangan Bunga lebih kencang dan perempuan itu terduduk di atas sprimbed.

"Apa yang kau lakukan, Kau sangat merendahkan harga diriku! Semua orang di meja makan mencemoh seolah-olah Aku tak mengajarimu!"

"Maafkan Aku Rio."

"Sudah pasti Aku tidak memaafkan mu." Jawab Rio tegas.

Dia mematung dengan tatapan tajam, mengawasi seperti pembunuh yang sedang memata-matai targetnya.

"Aku tidak tahu, jika keluarga kalian harus menggunakan barang-barang berkualitas." Bela Bunga pelan.

Sejak tadi ia tahan air mata yang hendak menetes. Perasaannya hancur berkeping-keping.

"Dimana kartu kredit yang kuberikan kepadamu! Apa kau tak menggunakannya? Aku memberimu kartu tanpa batas Bunga, kau bisa berbelanja semaumu, sepuasmu dan ternyata kau bodoh sekali!"

"Kenapa kamu jadi memarahiku Rio, bukannya tadi kamu memujiku? Mengatakan bahwa pakaianku sederhana, tapi sekarang, kamu juga ikut memarahiku, Aku benci kamu Rio!"

Bunga menjawab sambil meneteskan airmata. Dia tidak pernah berpikir jika Riopun akan memperlakukannya seperti ini.

"Aku tidak perduli, jika kau menyakiti perasaan ibuku, berarti kau juga menyakiti perasaanku, sekarang! Aku tak mengizinkanmu untuk turun dan makan. Tetap di sini!"

Nada Rio semakin tinggi setelah itu diapun keluar serta menutup pintu dengan keras.

BRAK!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!