Bab. 18. Bunga Sakit

SEMENTARA di dalam mobil.

Kedua pasangan suami isteri itu saling diam, hanya tangis pilu dari bibir Bunga yang terdengar. Entahlah apa yang ada di dalam pikiran mereka. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, berkali-kali juga Rio mengerem mendadak. Dia sepertinya sudah kehilangan akal sehat. Mobil berderit keras di dalam parkiran sebuah apartemen. Rio segera turun membukakan pintu untuk Bunga, sebelum turun, keduanya saling berpandangan sejenak. Rio tak kuasa menatap wajah itu lama. Dia hanya tidak tega melihat air mata Bunga yang terus membanjiri pipi mulusnya, tapi hatinya juga kesal, kenapa harus Reza dan Reza. Rio kemudian melangkah mendekati bagasi belakang untuk mengambil koper milik Bunga.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di karidor apartemen milik Reza. Rio mencari-cari nomor yang cocok pada kartunya. Dan Rio menemukannya, tanpa berpikir panjang Rio langsung menekan tombol bel hijau, keluarlah wajah khas yang di miliki Reza. Dia sedikit kebingungan menatap kedua anak manusia itu.

"Jangan bingung Aku hanya ingin mengembalikan sesuatu yang sangat berharga milikmu," ucap Rio menepis kebingungan Reza.

"Maaf Pak Rio, Aku tidak paham maksud anda. Masuklah kita bisa bicara di dalam."

Rio mengangguk, sambil menyeret koper. Aroma pewangi dari dalam apartemen tercium segar, fasilitas di dalamnya juga cukup lengkap, suasananya nyaman dan bersih. Mereka duduk di sofa. Sesekali berpandangan tak enak hati.

"Aku masih bingung dengan pernyataan yang Anda bicarakan tadi Pak."

"Aku sudah menduganya pasti kamu bingung, tapi Aku tidak mungkin memenjarakan seorang isteri yang membenciku, Kamu tahu penyebabnya?"

Reza hanya menggeleng.

"Karena orang ketiga!" lanjutnya sinis.

"Maksud Anda?" Reza masih bingung.

"Jujurlah apa yang terjadi pada kalian, Aku hanya merasa sedikit bodoh, karena menikahi wanita yang tidak pernah mencintaiku, dia tidak akan bahagia!" Lanjut Rio berapi-api.

"Aku tidak memiliki hubungan apa-apa dengan isteri Anda pak, Bunga hanya teman baikku sewaktu di bangku sekolah menengah atas. Tak lebih dari itu."

Reza menjelaskan kesalahpahaman itu, namun lagi-lagi, karena api cemburu yang telah membakar hati Rio, dia tetap beranggapan salah.

"Bisakah Aku percaya itu, tapi di kedua mata kalian Aku melihat ada cinta. Di manapun Bunga berada, kamu selalu mengikutinya!"

"Pak, Anda salah."

"Lalu kebenarannya apa? Kamu pikir kamu siapa?"

"Rio, apa yang kamu katakan? Jaga mulutmu." Bunga menengahi pembicaraan.

"Tentu saja kamu akan membelanya."

Rio menjambak rambutnya sendiri, lalu merogoh saku celana panjangnya. Dia mengeluarkan Kartu Kredit berwarna hitam dan melemparkan dengan kasar.

"Aku tidak butuh uangmu, apakah kamu pikir uang adalah segalanya?" Bunga menatapnya keras.

Rio kini memejamkan matanya sejenak, menarik nafas sedalam-dalamnya. Ia sedang mencoba untuk meredamkan amarahnya.

"Maaf Pak Rio, Aku tidak bermaksud mencampuri urusan Anda, tapi Aku hanya perduli. Pikirkan baik-baik Pak, apakah Anda yakin dengan keputusan ini. Anda adalah suami dan Anda berkewajiban melindunginya." Reza menasehati.

"Kamu tak ingin mengambil uang ini?" tanya Rio pada Bunga tanpa memperdulikan nasehat Reza, Bunga menggeleng.

"Baiklah Aku lelah dan Aku ingin istirahat, selamat menikmati hidupmu!"

Rio langsung mengambil lagi kartu itu, serta memutar langkahnya menuju ke luar. Reza dan Bunga hanya memperhatikan punggung Rio yang kian jauh meninggalkan mereka. Bunga tertunduk, sebenarnya diapun merasa lelah, karena menangis selama berjam-jam, perutnya terasa lapar.

"Aku tidak tahu harus bilang apa ke kamu." Ucap Reza melirih.

"Tak perlu menyalahkan dirimu, biarkan saja, semuanya berjalan seperti apa yang Rio mau." Jawab Bunga pelan.

"Apakah setelah kejadian ini, kamu akan membenciku?"

"Kenapa Aku harus membencimu, Rio sedang gelap mata. Dan karena keegoisannya, dia tidak akan pernah memiliki toleransi kepada orang lain, dia menciptakan penderitaannya sendiri."

Bunga menatap Reza kalem. Lelaki itu hanya menanggapinya dengan tersenyum. Sejak dulu Bunga memang perempuan yang kuat, begitu menurut Reza.

"Kamu bisa tinggal di kamarku."

"Apakah kamu tidak memiliki kamar lain?"

"Kamarku hanya satu."

"Aku jadi merepotkanmu, terima kasih sebelumnya, tapi Aku bisa tinggal di ruangan ini saja."

"Tidak mungkin Aku tega menelantarkanmu, kita bertukar posisi ya, Aku yang akan tinggal di sini, sekarang beristirahatlah sebentar, tenangkan pikiranmu."

"Tapi--" Bunga menatapnya.

"Ada apa?"

"Aku lapar, kamu punya makanan tidak?" Tanya Bunga sedikit memelas.

"Ya ampun, tunggulah sebentar Aku akan memasak untukmu."

Reza tersenyum. Bunga mengangguk, sambil terus memandangi wajah itu lekat. Dari dulu Reza tidak pernah berubah, wajahnya masih sama, tampan dan sungguh mempesona.

Bunga hanya duduk sambil melihat-lihat berbagai macam pernak-pernik yang ada didalam apartemen Reza. Semua tampak tersusun rapi.

Beberapa menit kemudian.

Reza datang dengan membawakan semangkuk makanan untuk Bunga. Dia meletakannya di atas meja.

"Mie Ramen," ujar Bunga melebarkan matanya.

Sambil mengaduk Mie itu dengan sendok, aromanya segar, enak, asapnya juga masih mengepul.

Mie ramen menjadi salah satu makanan yang paling di gemari oleh penduduk jepang, selain harganya terjangkau, pembuatannya juga mudah, hanya butuh beberapa campuran bahan. Mie, kuah kaldu, daging, ikan, atau pun miso.

"Makanlah kamu pasti suka."

"Kamu tidak ikut makan?"

"Masih kenyang."

Bunga segera mencicipi Kuahnya dan tampak bersemangat.

"Jika enak habiskan saja."

Tiba-tiba perasan Bunga menjadi tidak enak, dia serasa ingin muntah dan mual, buru-buru Bunga menutup mulutnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!