''Mau kamu apa sekarang!'' tanya nya lagi dengan nada tinggi nya yang seakan menggelegar. Namun Septin tak merasa gentar sama sekali pada sosok tak kasat mata itu.
''Saya hanya ingin anda pindah ke tempat yang lebih luas dari ini, mungkin dekat dengan gunung atas semacam hutan mungkin? agar warga di sini tidak lagi merasa takut kalau mau ke kampung sebelah, mereka sering mengeluh kalau ada kepentingan yang mendesak nya untuk datang ke desa sebelah, tapi mereka semua takut karena ada anda di sini, mungkin menurut anda? anda tidak mengganggu warga namun mereka lah yang takut dengan anda,'' terang Septin dengan panjang lebar.
Setelah di kira cukup Septin beramah tamah dengan sosok tersebut, dia memilih untuk undur diri, dan yang membuat Septin kaget ternyata sang anak tak mempunyai mata, ya terlihat sama sekali kalau mata nya bolong sampai tembus ke belakang.
Septin terlihat mengelus dada nya pelan dan beranjak pergi setelah mengucapkan salam dan berpamitan juga pastinya.
Septin dengan santai nya melangkah ke arah Laila, Arum dan juga Rafael yang tengah menunggu nya di sana.
''Kita pulang sekarang, sebelum mereka menghampiri kalian di sini,'' gumam Septin pada ke-tiga teman nya.
''Kenapa...?'' belum sempat Laila menyelesaikan pertanya'an nya Septin memberi kode kalau wewe gombel nya sudah mau datang menghampiri mereka.
Rafael dengan cepat menyalakan sepeda motor nya dan di susul Laila, dengan agak gemetar Laila menyetir motor nya, dalam hatinya dia mengucapkan sumpah serapah nya karena dia terlihat sangat bodoh di depan rival nya.
Setelah di rasa cukup jauh mereka memutuskan untuk berhentidi depan warung? hanya untuk sekedar membeli es teh atau semacam nya di warung tersebut.
Rafael, Laila dan juga Arum nampak sekali sangat ketakutan dari segi penampilan dan juga wajah yang sudah pucat pasih, mengingat tadi di suruh lebu cepat oleh Septin.
''Sebenarnya tadi kenapa sich Tin? belum juga aku menyelesaikan ucapan ku lho malah menyuruh untuk segera pergi dari tempat itu,'' Laila memberondong Septin yang tengah menyesap es teh nya, karena tenggorokan nya yang sudah lumayan kering.
''Bair kalian nggak ketakutan? makanya gue nyuruh kalian cepat pergi dari sana sebelum melihat yang tak mungkin kalian bisa terima dengan ikhlas? atau kalian malah akan memarahi aku, jika aku tak cepat memberi tahu,'' jawab Septin dengan santai nya, sedangkan ke-tiga teman nya sudah di buat ngap karena ucapan dari Septin barusan.
''Emang nya ada apa sich Tin?'' selidik Rafael yang semakin penasaran.
''Kalian lihat tadi kan? ada sosok anak kecil di dekapan nya,'' tanya Septin menghentikan minum nya dan dia memilih untuk berkata serius.
Mereka menggeleng, ''Aku nggak lihat apa apa,'' kata Laila yang membalas tatapan Septin.
''Iya, aku juga nggak melihat apa apa?'' sambung Arum dengan nada di buat sedingin mungkin.
''Apalagi aku Tin? lagian ada apa sich sebenarnya,'' Rafael menimpali ucapan dari kedua teman teman nya.
''Mata dia bolong beb, aku juga ngeri waktu lihat nya tadi, makanya tadi pas aku lihat sosok itu beranjak dari tempat nya, aku menyuruh kalian untuk pergi secepatnya dari sana, ech...! Bukan nya berterima kasih malah misuh misuh nggak jelas padaku,'' kesal Septin mengingat Arum dan juga Laila malah ngata ngatain dia tadi.
''Haaa!!'' Semua nya kaget dengan penuturan Septin.
''Kamu nggak bohong kan Septin, awas aja kalau lho bo'ong,'' cecar Laila yang masih tak percaya.
''Ya sudah kalau gitu kita ke sana lagi sekarang?'' ajak Septin yang ndi respon gelengan dari Arum dan juga Rafael.
''Nggak mau ach, gue ngantuk,'' seloroh Laila yang mencari alasan dengan cara menguap, agar mereka semua percaya kalau dirinya tengah mengantuk. Mengingat sekarang sudah jam sembilan malam.
''Bagaimana kalau besok kita balik lagi ke sana, seru lho ngobrol sama Nyonya wewe,'' Septin menggoda ke-tiga teman nya, Septin masih ingin memberi pelajaran saja pada kedua teman nya yang suka ngomong se'enak nya doang, tanpa memikirkan perasa'an Septin sedikit pun.
...****************...
Semalaman Laila, Arum dan juga Rafael tak bisa memejamkan mata nya, karena masih kepikiran dengan sosok yang mereka lihat sendiri dengan kedua matanya, walau pun tidak terlalu jelas, namun dari cerita dari Septin ke-tiga nya jadi takut untuk memejamkan matanya.
Sampai menjelang pagi mereka bertiga seakan sudah membuat janji karena mereka bertiga sama sama terlelap ketika adzan subuh sudah di kumandangkan dengan merdu nya, sehingga ketika sudah pagi dan jam pun menunjukkan pukul 6 pagi mereka bertiga tidak kunjung bangun dari tidur nya.
Laila yang sangat susah di bangunin, sang Mama dengan terpaksa meneteskan air tepat di wajah nya.
Arum malah di gelitikin oleh Bunda nya karena bangun paginya sangat susah.
Rafael paling berbeda dari lain nya, dia malah di guyur satu gayung oleh abang nya yang memang jail nya kebangetan.
''Banjir... banjir...!'' teriak Rafael yang sudah terduduk dari tidur nya.
Sedangkan sang abang malah cekikikan melihat tingkah konyol sang adik yang berteriak saat dirinya di siram.
''Apa sich! pagi pagi sudah berteriak,'' pekik sang Ayah yang kini tengah berada di ambang pintu kamar nya.
''Ini Yah? abang bercanda nya kelewatan, masak iya aku di siram pakek gayung ini,'' Ucap Rafael menunjukkan gayung yang d sedang di pegang abang nya.
''Cepat bangun dan mandi, setelah itu jemur kasur yang basah itu!'' titah sang Ayah yang sudah bisa di tawar lagi. Rafael beranjak dari tempat tidur nya dan tak lupa dia sudah menarik handuk yang tergantung di pintu kamar nya.
''Awas lho Bang! gue akan buat perhitungan dengan kamu,'' seru Rafael yang langsung masuk ke dalam kamar mandinya dan menutup pintu tersebut dengan kasar, sehingga menimbulkan suara yang begitu nyaring tentunya.
Sang abang hanya cekikikan mendengar ancaman dari adik nya, Abang Rafael memutuskan untuk keluar dari kamar adik nya, dengan rasa senang nya.
''Farel, kamu jangan terlalu keterlaluan pada adik kamu, kasihan dia? bagaimana kalau itu terjadi sama kamu, pasti kamu bakalan marah bahkan kamu akan memarahi adik kamu,'' sang Bunda mengingat kan Farel kakak dari Rafael itu sendiri.
''Bunda selalu membela Rafa, tak pernah membela ku satu kalipun,'' jawab Farel kesal dan memilih untuk sarapan lebih dulu ketimbang harus menunggu adik nya.
Sebenarnya Farel hanya bercanda pada sang Bunda, karena Bunda nya tak pernah pilih kasih dengan kedua putera nya, Bunda Farel dan juga Rafael selalu menjaga hati kedua putera tercinta nya itu, sehingga mereka berdua tak pernah mengeluhkan tentang kasih sayang sang Bunda.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments