Mentari sudah menampakkan sinarnya, sebagian orang orang sudah pada berangkat ke sawah mereka masing masing, ada yang bawa parang, ada yang bawa cangkul dan juga clurit. Sedangkan Ibu Ibu membawakan bekal untuk suami tercinta mereka, karena mereka akan sibuk dinaaqah sampai siang nanti.
''Septin, bunda berangkat ke sawah dulu ya,'' pamit bunda nya pada Septin.
''Bunda ke sawah terus, nanti yang ada Bunda bakalan gosong di sawah dengan matahari yangbterik seperti ini,'' sahut ku dari dalam kamar mandi, membuat Bunda mendengus kesal.
''Biarlah gosong, Ayah mu tak mungkin berpaling pada wanita lain,'' balas sang Bunda membuat Septin melongo, Septin mengeluarkan kepala nya dari kamar mandi, dengan kepala masih banyak busa nya.
''Sudah, lebih baik kamu selesaikan mandi kamu, agar ke sekolah mu tidak telat,'' pesan Bunda nya sebelum melangkah pergi.
Septin mencebikkan bibir nya mendengar ucapan dari Bunda nya yang langsung pergi begitu saja. Septin melanjutkan mandinya dengan cepat mengguyur tubuh nya dengan gayung.
Selesai nya Septin langsung memakai seragam sekolah nya dengan cepat, karena waktunya sudah sangat mepet sekali, ''Sial, sudah jam setengah tujuh saja,'' gerutu nya menyambar tas punggung, beserta sepatu yang di letakkan di rak tempat sepatu.
Septin memakai sepatu nya dengan buru buru, sesaat kemudian jemputan sudah tiba di rumah nya. Septin nampak merapikan seragam nya terlebih dahulu, sebelum dia menghampiri Rafael yang biasa menjemput Septin ke rumah nya.
''Terlambat juga Drun?'' tanya Septin ketika sudah berdasarkan di samping nya.
''Ayo naik, nggak ada waktu untuk kita berdebat sekarang,'' jawab Rafael yang biasa di panggil Sandrun oleh Septin.
Mereka berdua menuju ke sekolah mengendarai motor Supra, di sepanjang jalan menuju ke sekolah mereka nampak terdiam tanpa berniat untuk berkata satu kata pun, sampai akhirnya mereka sampai di halaman sekolah dan Rafael langsung memarkirkan sepeda motor nya di parkiran sekolah seperti biasa.
''Septin?'' sapa Nurul dengan nafas ngos ngosan nya.
''Kenapa lhu nok,'' jawab Septin yang emang suka mengubah nama orang seenak jidad nya.
''Gue nggak apa apa, lho kebiasa'an banget dech kalau manggil gue, nama gue sudah bagus malah di panggil nok gitu,'' gerutu Nurul yang tak terima kalau namanya di ganti.
''Sudahlah, kalau gituu gue masuk dulu. Byee nok...?'' seru Septin yang sudah kabur terlebih dulu. Mau tak mau Nurul dan juga Rafael mengejar di belakang nya dengan berlari juga, karena bel sekolah sudah dari tadi berbunyi.
Huh huh huh
Septin meraih meja nya dengan nafas tersengal sengal nya karena dia berlari dari halaman sekolah sampai di kelas nya yang lumayan jauh
''Kenapa dengan nafas lho Tin!'' tanya Laila jutek, Laila sendiri badalah rival dari Septin sendiri.
''Biasalah, paling dia lari pagi dari rumah nya menuju sekolah ini? lagian o*on banget jadi orang, tinggal belajar doang susah amat,'' sambung Arum teman dari Laila.
Septin tak menanggapi nya dia hanya mengeluarkan buku tugas yang sebentar lagi bakalan di kumpulin di depan.
''Lho tega sama gue Tin?'' seru Rafael yang baru masuk kelas.
''Tega kenapa Drun,'' tanya balik Septin mengangkat satu alis nya ke atas.
''Tega karena sudah ninggalin gue sendirian di parkiran tadi,'' gerutu Rafael yang kini duduk di samping Septin.
''Sudah? lebih baik lhu keluarin dulu buku tugas lho yang harus di kumpulin sebentar lagi,'' sahut Septin membuka bukunya pelan.
Rafael mengambil buku tugas yang akan ia kumpulkan di dalam tas punggung nya. ''Lho menulis tentang apa?'' tanya Nurul mengambil buku tulis Septin yang nada di atas meja nya.
''Baca aja sendiri!'' sahut Sepy ketus, karena dia juga kesal sama teman sekelas nya itu yang suka mengambil buku tugas nya begitu saja.
-''Kisah Hewan dan barang yang berbicara?'' kata Nurul membaca judul dari cerpen yang ditulis Septin.
''Emang ada gitu, hewan dan barang yang bisa ngomong, seperti yang kamu tulis ini,'' tanya Nurul penasaran, 'Palingan Septin cuma asal asalan ngarang doang!' batin Nurul menatap teman nya tajam.
''Ada nggak nya tergantung dari segi pemikiran orang itu sendiri, namun bagitu? cerita itu sangat berkesan sekali karena aku mendengar nya langsung dari Mbah Buyut,'' jelas Septin memangku tangan nya dan di letakkan di atas meja nya.
''Ech lho kenapa nangis kayak gitu Tikar?!'' tanya Bantal ketika melihat rekan nya menangis.
''Aku hanya sedih saja melihat keada'an ku sekarang? dan sebentar lagi aku bakalan di buang oleh pemilik ku,'' jawab si Tikar yang masih menangis.
''Sudah lah? tuan kita emang seperti itu, kalau ada barang yang sudah rusak pasti bakalan dia buang, lagian kamu ngapain juga harus menangis seperti itu sich,'' sela si Bantal yang terus mengoceh tanpa harus melihat sisi sedih si Tikar itu sendiri.
''Kamu mah enak, nggak akan pernah di buang oleh tuan nya, kamu cuma buat sandaran kepalanya saja, sedangkan aku selalu dia injak injak dan kadang pula dia sering memukul ku dengan sapu lidi itu,'' tunjuk si Tikar pada lidi lidi yang ada di samping Bantal yang ada di dekat nya.
Si Bantal langsung terkekeh mendengar penuturan dari rekan nya. ''Sudah kamu jangan sedih lagi, itu sudah nasib kamu yang harus menerima itu semua, dan perlu kamu ingat juga? aku juga demikian Tikar, ketika tuan saya sudah tidak menginginkan kita lagi, dia pasti buang kita semua.Banyak rekan rekan ku yang sudah ia buang juga, dan aku baru beberapa bulan saja di kamar ini,'' cerita si Bantal, Tikar pun mengangguk anggukkan pucuk Tikar nya, mengingat apa yang di katakan oleh rekan di kamar itu adalah benar adanya.
''Kenapa tuan kita tega begitu ya?'' tanya Guling yang ikutan nimbrung. ''Padahal kan kita semua yang sudah menemani hari harinya dia di dalam kamar ini? apa dia tidak mengingat kebaikan kita semua ya,'' tambah si Guling yang sudah mendekat ke arah nya.
''Sudah jangan berisik tuan kita mau masuk kamar tuh,'' si Bantal mengingat kan yang lain nya agar mengakhiri obrolan nya. Mengingat sang tuan tidak suka kebisingan dari benda benda yang ada di dalam kamar nya.
Akhirnya mereka semua terdiam dan kembali ke tempat nya masing-masing, selesai.
''Masak ia seperti ini sich Septin?'' tanya Nurul memastikan kebenaran dari teman nya.
Septin hanya mengangkat kedua bahunya, mengingat itu semua adalah cerita dari Mbah Buyut nya kapan lalu saat dia sedang bermain di rumah nya.
Nurul mencebikkan bibir nya karena tak puas dengan jawaban Septin.
Jangan lupa like komen kakak kalau suka, Terima kasih.
Cerita ini yang pernah author dengar dari Mbah Buyut ku sendiri 🙏🙏🙏😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
16012015
pernah dengar juga,tapi bapak yg crita
2022-11-07
1
sarkalu
w juga ernah denger
2022-11-07
1