''Ya nggak takut lah, kalau Mbah takut pasti dari tadinya sudah kabur, mungkin akan loncat begitu saja dari atas pohon dan lari pontang panting mencari orang untuk berlindung? namun yang di lakukan Mbah malah sebalik nya, iya kan.'' sahut nya menepuk dada yang sudah tinggal tulang serta kulit saja.
Mungkin sewaktu muda dulu Mbah begitu tampan dan juga gagah, melihat perawakan tubuh nya berkata demikian.
''Lalu Mbah menjawab perkata'an mereka seperti apa?'' tanyaku lagi, Mbah saat ini sudah berbaring mungkin beliau sudah capek dengan duduknya.
''Mbah jawab seadanya saja, soalnya Mbah juga bingung mau menjawab apa, sedangkan mereka berdua tak terlihat oleh mata biasa, melainkan menggunakan mata batin. Kalau misal jaman sekarang masih bilang ada sebuah Harimau di pekarangan mereka? itu hanyalah Harimau yang akan menjaga rumah mereka dari gangguan gangguan orang jahat. Mereka hanyalah Harimau penjaga yang sudah di taklukkan oleh orang tersebut, tak heran kalau banyak orang di jaman Mbah dulu mempunyai ilmu ilmu tingi, karena mereka semua terlalu sering melakukan puasa.
Tak harus nunggu senin dan kamis untuk berpuasa, dan juga tak harus menunggu bulan puasa untuk melakukan puasa, setiap hari mereka kelaparan dan mengarahkan merupakan semua agar berpuasa.'' Mbah Buyut menghentikan ceritanya ketika Ayah menghampiri ku saat ini.
''Ayah kenapa kemari? Septin belum selesai mendengarkan cerita Mbah Buyut,'' sela ku menatap ke arah Ayah.
''Ayah cuma di suruh Bunda untuk memanggil kamu untuk segera makan, ini sudah sore dan kamu belum juga makan?'' balas ayah Septin yang kini tengah duduk di samping Mbah seraya memijiti kaki tua Mbah Buyut.
''Coba kamu tanya sama Ayah kamu kalau nggak percaya dengan perkata'an Mbah barusan,'' suruh nya membuat Ayah bingung dengan ucapan Mbah Buyut.
''Cerita apalagi Pak?'' sela Ayah lembut pada Mbah Buyut.
''Kamu juga ikutan puasa waktu dulu kan, waktu di mana kita semua kehabisan makanan dan penghasilan tani kita di terpa banjir dan di serang babi hutan waktu itu,'' jawab Mbah Buyut menatap tajam Ayah, karena sejak Ayah masih kecil beliau sudah bekerja keras membantu Mbah untuk mencari rumput dan juga mencari padi di sawah sawah tetangga yang sudah selesai di panen oleh mereka.
''Sudah lah Pak? tak usah mengingat lagi kejadian kejadian waktu dulu, itu akan membuat Bapak sedih dan juga sakit hati saja,'' sambung Ayah mengingat kan Mbah.
'Kenapa Mbah bisa sakit hati dengan mengingat kejadian dulu, ada apa sebenar nya dengan Mbah Buyut,? pikir ku mencari cari sesuatu yang aku takkan mengetahui dengan mudah.
''Lebih baik kamu sekarang makan dan cepat ikut pulang Ayah kamu sebelum terlalu malam,'' ujar Mbah Buyut ketika aku sudah selesai makan.
''Emang kenapa kalau sudah malam mbah? nggak bakalan ada hantu di sini kan,'' jawab ku dengan santainya.
''Memang bukan hantu kalau sekarang, tapi melainkan begal yang siap di tempat nya, kalau hantu sekarang sudah nggak jaman nya kali ya. Soalnya sudah sangat banyak enerangan lampu di jalan jalan yang kita lalui, coba jaman mbah dulu? hanya memakai obor yang di buat dari Bambu memakai minyak tanah, dengan sumbu sobekan baju yang di letakkan di ujung obor.
Hantu hantu pada berkeliaran karena arwah mereka yang mungkin bergentayangan, karena sebagian dari mereka di kuburkan secara tidak layak. cuma di gulingkan begitu saja keliang lahat tanpa menggunakan kain kafan.'' Mbah Buyut yang bercerita tiba-tiba berhenti ketika ada Budhe yang menaruh swcangkit kopi panas di meja samping ranjang Mbah Buyut.
''Di minum dulu kopinya Pak?'' kata Budhe pelan, aku hanya tersenyum menatap Budhe yang juga menatap ku.
''Kalau di jaman Ayah kamu dulu hantu keluar selesai adzan magrib, karena penerangan yang minimal sekali, yang Budhe ingat waktu itu hanya memakai lampu yang terbuat dari kaleng bekas dan di isi dengan minyak tanah, terus aneh lagi ketika memakai lampu itu, ketika pagi bangun tidur lubang hidung kita semua bakalan menjadi hitam, karena asap dari lampu bron utu sendiri,'' ujar Budhe membuat rasa tegang ku menjadi kekehan mendengar cerita dari Budhe yang mengatakan hitam di hidung nya, otakku langsung berselancar? seperti apakah hidung hidung mereka ketika ceming seperti itu, pikir ku.
''Hantu jaman dulu tak pernah takut sama manusia hidup, kadang di depan nya ada yang menampakkan diri nya dengan kain putih dan di ikat di atas kepala nya,''
''Itu mah pocong Mbah?'' jawab ku ketuka Mbah membuat teka teki yang garing menurut ku.
''Ada juga kuntil anak, wewe gombel,''
''Genderuwo juga,'' celetuk ku saat itu.
''Iya dia termasuk juga, tapi bukan mengarah ke mereka semua ya, pernah Ayah mu dulu ketuka pulang ngaji di hadang segerombolan pocong pocong di depan nya, Ayah mu tak ada rasa takut sama sekali karena Mbah sudah latih dia dengan mentak kuat sekuat baja, karena kehidupan selanjutnya bakalan lebih keras lagi sehingga Mbah membentuk Ayah mu menjadi pribadi kuat dan tak mengenal takut, hanya kepada Allah lah yang kita takuti.
Ketiga teman Ayah kamu lari terbirit-birit melihat empat pocong yang berdiri di depan nya, sedangkan Ayah kamu malah cengengesan di tempat nya, malah Ayah kamu pernah bilang sama Mbah? kalau dia mengajak main Cak Gunung ke empat pocong tersebut, Ayah mu mengambil rantung dan mulai menggambar di tanah, menggambar yang akan ia permainkan dengan ke empat teman barunya. Ke empat pocong itu hanya meniru Ayah kamu yang tengah tengah loncat, pocong itu juga melompat karena sejatunya pocong tak bisa berjalan karena kedua kakinya di ikat dengan kuat.
''Rupanya kamu nggak takut sama kita kita,'' seru pocong itu.
Ayah kamu malah menjawab, ''Kenapa aku harus takut sama kalian ber empat, sedangkan kita sama? sama makhluk Allah,''
''Bocah gedek, kami bukan manusia. Kami sudah mati dan arwah kamu menjadi penasaran saat ini,''
''Bodo amat, biar nggak penasaran lebih baik kamu mati saja lagi, gampang kan?''
''Kami nggak bisa mati dua kali bocah!'' teriak salah satu dari pocong itu.
''Di depan sana ada real kereta api, kalian tiduran di sana sambil nungguin kereta api lewat, dan kalian akan tertabrak oleh kereta itu,''
''Kami mana mungkin bisa mati lagi,''
''Ya aku nggak tau kalau masalah itu, aku juga belum mati? ach sudah lah aku mau pulang, bikin kesal saja mendengar pengaduan pengaduan kalian semua. Kalian semua coba tanya sama Mbah kunti di atas pohon itu,'' tunjuk Ayah kamu saat itu.
Mbah Buyut pun menyudahi ceritanya ketika waktu adzan maghrib berkumandang.
sudah
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments