"Mas Evan bilang aku gak akan bisa cerai dari nya."
Ku tatap lekat Alda yang tengah gunda gulana itu. aku tahu ia sudah tjdak mengharapkan evan lagi.
"Itu Pria memang sok." Jawabku cepat, dan kembali fokus melihat ke layar HP. Ingin sekali rasanya menghajar Evan. Aku emosi melihat alda dibuatnya menangis. Tapi, jika itu ku lakukan aku takut Alda nanti salah paham, dan menjauhi aku. Apalagi jika Alda kena hasut Evan dan Juli, soal aku yang dengan bodohnya meminta Juli, merusak rumah tangga Evan.
"Kamu kenal mas Evan?"
Ia menatap ku dengan terkejut.
"Mana ku kenal mantan suamimu." Jawabku malas, tapi sebenarnya aku sangat terkejut mendengar pertanyaan si Alda.
"Kalau gak kenal, kenapa tadi kamu bilang mas Evan orang nya sok tahu." Tanyanya penuh selidik.
"Memang aku ada bilang begitu?" tanyaku dengan muka bingung.
"Iihh.. Kamu itu ya, suka lupa dengan omongan sendiri. Maunya tadi, aku rekam aja, ucapanmu." Ketusnya kesal, mulai merasa tak sefrekuensi curhat denganku.
"Bukan lupa, aku tahu koq. Soal suamimu kan, Eehh mantan suamimu yang sok itu? aku bilang sok, karena dapat cerita dari Mawar, Romlah dan Bi Imah juga. Dari ibu juga." Jelasku, meliriknya sekilas.
"Eemmm.. Kamu gak asyik diajak cerita. Padahal kamu itu sudah ku anggap sebagai ayah dan saudara laki lakiku." Ujarnya sendu. Mau bunuh diri rasanya aku, disaat ia menganggapku ayahnya dan saudara laki-lakinya enak saja aku saja suka dengannya masa aku ini anggap ayahnya.
Ku tatap ia dengan tak percayanya. "Aku tak mau Kamu anggap sebagai saudaramu atau ayahmu. Tapi, kalau kamu mau anggap aku sebagai ayah dari putrimu. Yuk, setelah habis masa iddahmu kita nikah!" Ujarku mantap.
"Apa...? ngaur kamu!" ia melototkan kedua matanya padaku, yang terlihat bicara dengan serius itu. Tentu tatapan matanya itu ku tantang. Ia gak sanggup menatap mataku dan akhirnya ia memalingkan muka.
"Koq kamu bilang aku ngaur, aku serius!" ujarku tegas menatapnya tak berkedip. Kulihat ia gugup.
"Kalau kamu masih mau kerja denganku, kamu harus tahu batasan nya. Aku bukan wanita murahan." ujarnya membuang muka. Ekspresi kesal tercetak jelas di wajahnya.
"Yang bilang kamu wanita murahan siapa?" kudahului dia, menghadang langkahnya. Aku harus tegas dengan keinginanku. Aku gak mau ada pria lain mendekatinya.
"Kamu gak sadar dengan sikap mu ini? mau kamu sebenarnya apa sih? jujur, aku itu masih curiga dan penasaran denganmu. Sudah dua bulan lebih, kamu tinggal dengan kami. Walau kamu itu tidurnya di warung ini. Selama itu, kami tak pernah tahu identitasmu."
Deg
Ini pertanyaan yang ku takuti dan ku hindari. Aku takut, Alda tahu siapa aku. Dan akhirnya ia benci aku. Ku menunduk, tak mau menjawab pertanyaannya. Menurutku waktunya belum tepat, mengatakan siapa aku.
Setelah Alda keluar, aku mengunci ruko. Ku lirik ia yang juga tengah menatapku. Tapi, saat pandangan kami bertemu, ia malah membuang pandangan.
"Becak...!" Ia melambaikan tangan, ada becak kosong melintas. Kenapa pula malah naik becak. Kan ada aku yang akan boncengin dia belanja ke pasar.
"Sudah ada sewa di depan sana.." teriak si abang tukang becak.
Syukurin.. umpatku
"Iya bang." Jawabnya lemas.
Ku hampiri ia, danberdiri di sebelahnya. "Kenapa hari ini kamu mau naik becak, biasanya juga aku yang antar." Ujarku menatapnya tanpa merasa bersalah. "Karena aku nawarin diri jadi ayahnya Raisya?"
"Iihh.. Kamu ya, gak ngerti keadaanku. Aku dan kamu itu, gak boleh sering jalan sama. Nanti bisa jadi fitnah." Jawabnya kesal. Kenapa pula hari ini jadi nggak bisa sama ke pasar biasanya sama terus.
"Biasanya juga aku yang temani kamu belanja. Koq sekarang jadi gak mau aku antar?" aku bicara nyolot, merasa tersinggung atas sikap dinginnya.
"Itu biasanya, dan hari ini beda."
"Oohh hari ini luar biasa gitu?" kini aku menahan senyum meledeknya.
Aku tahu ia kesal lihat tingkah ku hari ini.
"Ayo naik!" ujarku, kini aku sudah naik di atas motorku.
Ia menbuang muka, malas melihlihat wajahku. "Ayo naik, gak usah ambil hati ucapanku tadi. Kalau kamu gak mau jadi istri ku ya gak apa apa. Gak usah sewot gitu. Santai aja kali." ujarku santai.
"Aku dan kamu itu gak boleh lagi bonceng boncengan. Aku gak mau nanti, ada gosip tak baik tentang kita." Ujarnya tegas, muka kesal tercetak jelas di wajahnya
"Makanya kita nikah, setelah kamu cerai. Biar gak ada gosip gosip yang tak baik." Ujarku enteng, tanpa beban.
"Aku gak tertarik untuk menikah. Apalagi menikah denganmu." Jawabnya tegas, menampilkan wajah masam. Aku tersinggung, tapi mau gimana lagi, da resiko ngejar ngejar cinta.
"Ya sudah, ngapain pikirkan ucapan orang lain, tentang kita. Memangnya kita ada lakuin hal aneh, memangnya kita me-sum. Kan tidak! Gak usah ambil hati ucapan orang lain tentang kita di luaran sana. Biarkan mereka membuat cerita tentang kita, yang penting perut kita kenyang tanpa minta sama orang."
"Kamu bisanya ngomong doang. Kamu tak tahu rasanya jadi aku!" Tegasnya dan melempar pandangan ke arah lain. Melihat apa ada orang lain yang melihat kami saat ini. Kami sedang berdebat di depan warung.
"Lebih dari yang kamu alami, aku rasain!' tegasku, nasibku lebih naas darinya.
" Kamu sudah pernah menikah?" tanyanya dengan penasaran.
Huufftt
Ku membuang napas kasar. "Kamu mau menikah denganku? kalau kamu mau, biar ku ceritakan siapa aku!" tegasku menatap matanya tajam.
Kedua bola matanya bergerak ke kanan dan kekiri, ia sedang befikir. "Gak!" Jawabnya tegas.
"Ya sudah, kalau gak mau. Ngapain kamu mau tahu tentang aku." Jawabku enteng, masih menatapnya lekat.
"Ayo naik. Naik...! gak mau naik? mau ku gendong biar naik!' ancamku, berniat turun dari motor, aku akan gendong dia." Oohhh.. Mau Di gendong ternyata! "
"Gak, gak.. Ini aku naik..!" Ia akhirnya naik di atas motorku. Aku mengulum senyum. Takut juga dia ku sentuh. "Lain kali kalau ajak aku naik motor. Motornya cagak duanya diturunkan dulu." Keluhnya merasa kesusahan naik motorku.
"Makanya banyak makan, biar kamu gak pendek gini." Ujarku menahan tawa, menolehnya kesamping. Ia terlihat kesal, karena ku dikatain pendek.
"Aku gak pendek ya, aku itu tingginya 158 cm." Sahutnya ketus.
"Ya dibandingkan aku, ya kamu pendek lah." Seneng rasanya berdebat dengan Alda.
"Kamu kan tiang listrik!" ujarnya kesal, ia pukul kuat bahuku. Tapi buatku pukulan itu seperti pijatan saja.
Brruuggk...
ku lepas cagak dua Motornya dengan kuat. Auto, ia yang dibonceng terkejut. Tangannya refleks memeluk pinggangku. Mungkin ia takut jatuh. Hatiku semakin senang, karena hal itu.
"Nah, gini baru bener. Pegang genting abang dek.." ujarku menahan tawa.
"Kamu sengaja ya?" Ia jauhkan tubuhnya ke belakang.
"Siapa juga yang sengaja. Lah memang, harus dengan tenaga kuat di gerakkan ke depan. Agar cagak dua nya lepas." Jawabku tanpa merasa bersalah.
"Banyak alasan, bilang saja kamu itu sengaja!" protesnya kesal, menatap ku dari spion.
"Sudah lah, semuanya selalu salah di matamu."
Bruumm
Motor kembali kembali ku gas, lagi lagi aku terhuyung ke depan. Kembali tubuhku bertabrakan dengan punggung nya. Dan cepat ku rem.
"Ini terakhir kali aku naik motor sama mu!" ketusnya.
Eemmm..
Sahutku dengan bergumam. Biar saja direpetin, aku seneng koq.
TBC
Like coment vote say
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Nur cahaya
adegan ini yg disukai org pacaran... naik motor berdua ngerem dadak dada cweknya otomatis gerak sndri ke depan lalu nabrak punggung si laki... lakinya suka... cwek nya apalagi suka tp malu"🤣
tp beda dgn versi naik ojeg abang nya ngerem dadak reflek tangan kita utk menahannya....🤣maaf ini hny pengalaman sja🙏
smgt kak othoorrrr🤣
2023-05-26
0
mommyanis
modus nich duda....pgn ditempelin sama yg dibonceng 😏😏😏😏😏
2022-11-21
0
Puja Kesuma
woi binik org tuh kau bonceng bonceng akhram..sadar dia msh punya suami...
2022-11-18
0