Sesampainya di warung, ku hempaskan tubuh ini dengan lemas ke atas kasur. Hati ini masih terasa panas, dada sesak dan berdegup kencang, karena emosi mengingat kejadian di rumahnya Alda. Pria itu, hakim Rayhan sepertinya menyukai Alda. Dan Alda juga terlihat welcome pada pak hakim Rayhan. Mungkin karena pak hakim Rayhan punya jabatan dan orang kaya. Tidak seperti diriku, yang jadi karyawannya di warung makan usahanya.
Memikirkan itu membuat diriku minder. Aaacchhhkk..... Sebelum janur kuning melengkung, aku tak boleh putus asa. Aku sudah terlanjur jatuh cinta pada Alda.
Huufft...
Ku bangkit dari atas kasur. Ku julurkan tanganku meraih ponsel ku di atas meja. Setelah ponsel di tangan. Ku main mainkan ponsel pintar itu dengan memusingkannya. Saat ini, aku sedang berfikir keras, apakah aku harus menghubungi Alda atau tidak. Aku ingin dia memikirkanku, jadi aku harus beri perhatian ekstra.
Ku scrol kontaknya, dan ku lakukan panggilan video. Saat ini masih pukul 21.50 wib. Ia pasti belum tidur. Saat menunggu ia mengangkat teleponku, jangan tanya gimana nervousenya aku.
"Assalamualaikum..." Ujarnya setengah sadar, kedua matanya masih tertutup. Apa dia sudah tidur. Dan Karena Ku telepon, ia kebangun. Aduuhhn.. Aku jadi merasa gak enak hati.
"Walaikum salam..!" Sahut ku, menatap lekat wajahnya yang cantik tanpa ditutup hijab. Ini pertama kali aku lihat wajahnya tanpa hijab. Masyaaalah... Tabarakalloh.... Alda sangat cantik dalam keadaan kelopak matanya tertutup. Sungguh benar benar bidadari. Aku terpana. "Kamu sangat cantik Da, bodoh sekali Si Evan menyelingkuhimu.." kalimat itu refleks keluar dari mulutku, padahal tadinya aku ingin membathin.
"Apa..?" kedua matanya yang indah langsung melotot. Ia ternyata baru sadar, jika tidur melepas hijab.
"Akramm..!" teriaknya, tapi berusaha menyembunyikan wajahnya dibalik bantal. Ia pun mematikan ponsel dengan cepat.
Hadeuuuhh...
Ia pasti salah paham lagi padaku. Kenapa sih, aku selalu salah di mata wanita? aku yang sedikit penasaran dengan dirinya, akan Hakim Raihan. Dengan bodohnya mengirimkan pesan penuh kecemburuan
👦🏻Pantas kamu tolak cintaku, ternyata kamu sudah punya gebetan seorang hakim.
Setelah ku kirim pesan itu, ku menyesalinya. Ngapain juga aku tuliskan kalimat Seperti itu. Mau dihapus, ternyata Alda sudah membacanya.
🧕🏻Cemburu, kalau Cemburu bilang?
Ia membalas pesanku dengan cepat. Dibalas gitu saja, aku sudah seneng sekali.
👦🏻 iya.
Jawab ku cepat dengan dada yang berdebar debar. Kenal dengan Alda, benar benar membuat semangat hidupku bertambah beribu kali lipat.
Ku tatap lekat layar ponselku, menunggu jawaban chat Tapi, sudah 30 menit menunggu, chat ku tak dibalasnya lagi.
Hufftt..
Ku simpan ponsel di atas meja. Dan tubuh lelah ini kembali ku hempaskan ke atas kasur. Pandangan menerawang menatap langit langit kamar. Memikirkan gimana caranya menjelaskan pada Alda, tentang siapa diriku. Jangan sempat ia mengetahui tentang aku dari Evan ataupun Juli. Aku sangat takut ia salah paham dan akhirnya membenciku.
Saat memikirkan itu semua, ponsel di atas meja berdering. Dengan cepat ku bangkit, karena penasaran dengan siapa yang menelpon. Berharap Alda menelpon balik. Tapi sayang, yang menelpon bukan Alda.
Saat melihat nama yang menelpon, dadaku berdebar kencang. Dugaan negatif bermunculan di pikiranku. Benar saja setelah telpon itu ku angkat, seketika aku lemas, mendengar kabar yang ku terima dari bibiku. Ayah sakit dan kini sedang dibawa ke rumah sakit.
Dengan cepat ku memakai jaket. Dan memasukkan ponselku serta dompet ke tas ranselku. Malam itu juga aku pulang ke kampung. Jarak dari kota ke kampung sekitar 120 km, jika aku melajukan motorku dengan kecepatan tinggi. Maka dalam waktu dua jam aku sudah sampai di kampung.
Sepanjang perjalanan perasaan kalut sedih menyergap hatiku. Hanya ayah yang kumiliki di dunia ini. Aku belum siap kehilangan ayah. Aku belum membahagiakan ayah. Ia sangat ingin memiliki cucu dan permintaan itu, sudah bisa ku wujudkan. Aku sudah sembuh, aku sudah tidak impoten lagi. Karena aku juga sudah memeriksakan diriku, memeriksakan organ repro;duksi ku serta kwalitas Sper -maku. Hasilnya aku ini sudah sehat dan normal.
Tujuanku jelas tak ke rumah, tapi ke rumah sakit. Saat sampai di rumah sakit. Ayah sedang tertidur. Di ruangan itu ternyata ayah dijaga oleh paman saja. Sedangkan bibi sudah pulang.
"Paman, terima kasih sudah mau jaga ayah." Ujarku sungkan, menatap sedih paman yang kini menatapku lekat. Tatapan mata paman itu penuh dengan tanda tanya.
"Iya." Sahut paman, dengan tatapan masih penuh selidik.
"Tadi pagi baru telponan sama ayah, Eehh malamnya dapat kabar ayah masuk rumah sakit." Ujarku sambil menyandarkan punggung di badan sofa.
"Iya, setelah ayah dan Sisil, mantan istrimu berbincang bincang di terasa rumah. Ayahmu langsung ambruk." Jawab paman yang membuat aku terkejut mendengarnya. Apa yang dikatakan Juli pada ayah. Apakah Juli mengatakan pada ayah kalau aku Dulu impoten? karena masalah ini, aku tutup rapat rapat, bahkan Sisil sudah kutegaskan, jangan pernah ceritakan aibku pada siapapun.
Bahkan alasan aku menggugat cerai Sisil, bukanlah masalah aku yang impoten.
"Oouuww.. Iya paman." Aku gak mau memperpanjang pembicaraan ini lagi. Aku malas membahas Sisil.
"Benar kamu mengalami penyakit lemah sahwat Akram?" tanya Paman tegas, tatapannya menghunus tajam ke netra mataku. Koq.paman melihatku seperti itu. Lagian koq paman bahas itu sih?
Aku terdiam, menunduk dengan lemasnya. Menurutku masalah ini tak perlu dibahas. Itu aib buatku, walau Paman seorang pria.
"Kabar buruk itu sudah diketahui seluruh warga." Lanjut paman lagi, ucapannya itu membuatku malu.
Ku angkat kepalaku, guna melihat jelas paman. "Kalau itu mata Sisil. Ya, Sudah berarti seperti itulah." Jawabku malas, kembali membuang muka dari paman.
Hhuuffttt...
"Besok paman Akram bawa kamu berobat tradisional." Ujar Paman, dengan ekspresi wajah turut prihatin. Wajah paman nelangsa banget, sepertinya ia kasihan padaku.
"Gak usah paman." Jawabku tersenyum tipis.
Air muka paman berubah kesal
"Kamu harus diobati, gak malu kamu sama otot bagian atas mu yang liat itu? Eehh... bagian bawah loyo."
Hhuuffttt
"Iya paman." Jawabku cepat, aku malas bahas soal itu.
"Atur jadwal cutimu, setelah ayahmu sehat, kita akan pergi berobat alternatif." Jelas paman dengan seriusnya.
"Ooohh... iya paman!' sahutku malas.
" Koq kamu tak semangat gitu mau sembuh?" paman memegang lenganku. Ku tatap lekat paman yang terlhat sangat khawatir itu. "Buat lelaki keperkasaan yang utama. Kamu harus cepat cepat berobat." Desak paman lagi.
"Iya paman, aku tahu itu. Kebetulan aku juga sudah sembuh. Sebentar ya?" ku raih tasku di atas meja di hadapan kami. Dengan cepat ku rogoh tas itu, mengambil sebuah map coklat dan menyerahkannya pada paman.
Dengan ragu paman meraih amplop coklat itu. Mengambil isinya berupa laporan tentang kesehatan alat repro duksi ku. Paman terlhat serius membaca hasil lab itu.
"Kamu sudah sembuh?" tanya paman dengan tidak percayanya.
"Iya paman." Sahutku dengan wajah yang berbinar binar.
"Syukurlah... Paman jadi legah setelah membaca hasil ini. Jadi, kalau sisil berkoar koar lagi. Paman bisa membantah ucapannya."
"Biarkan saja Paman. Terserah dia mau bilang apaan tentangku." Sahutku tegas. "Ngapain mikirin ucapan orang lain."
"Ya ini harus diklarifikasi. Ini hal sensitif, menyangkut harga dirimu sebagai pria. Kalau orang orang tahunya kamu impoten, nanti kamu susah dapat jodohnya." Jelas paman dengan seriusnya.
"Biarkan saja paman. Toh yang tahu orang sekitaran kampung ini saja. Biarin.... Aku juga gak mau nikah dengan gadis kampung ini. Aku sudah ada calon, wanita yang membuatku resah dan gelisah setiap mengingatnya." Ujarku dengan senyum senyum pada paman. Entahlah mengingat Alda membuatku berbunga bunga.
"Ini hal sensitif, harua diklarifikasi." Ujar paman lagi. Paman bangkit dari sofa. Kemudian menuju bed yang kosong di dekat pintu. "Kabar ini, harus diketahui Sisil. Besok, paman akan tunjukkan hasil lab tadi.'
" Jangan paman, gak usah. Sisil, gak ada apa apanya lagi buatku. Terserah apa mau dia katakan pada orang orang tentang aku dan saat kami berumah tangga." Ku masih menatap paman, yang terlihat sudah ngantuk sekali.
"Iya, besok kita lanjut lagi. Sebaiknya kita tidur." Ujar paman pelan, kedua matanya sudah tertutup.
"Iya paman." Aku pun membaringkan tubuhku di atas sofa. Mulai konsentrasi untuk tidur. Toh, ayah sedang istirahat sekarang.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
mommyanis
gmn reaksi Sisil saat tau Akram sdh sembuh ???? kayakx dia minta balikan lg sam Akram 😏😏😏😏😏😏
2022-11-21
0
Puja Kesuma
sisil.bukan.siapa.siapa.akhram pamam ...jadi jgn di kasih tau masalah.kesembuhan akhram
2022-11-21
0