Sesampainya di pasar. Kami pun mulai belanja bahan untuk dagangan besok. Mulai dari daging, ikan, ayam, ikan asap, serta bumbu bumbu memasak, sayur dan buah yang kurang, karena memang masih ada stok sebagian di rumah.
Aku yang bertugas membawa semua barang belanjaan. Keranjang yang sudah penuh ada di tangan kananku. Ditambah tentengan plastik di tangan kiri. Aku mengizinkan Alda untuk membawa barang yang berat, karena tangannya belum kuat. Karena masih di pen. Aku harus perhatian padanya. Biar aku yang bawa semua belanjaan. Ia tinggal enak memilih bahan untuk dimasak.
Saat sedang asyik menemani Alda di depan penjual buah, aku dikejutkan dengan kehadiran Evan dan Juli yang ada di sebelahku, kami hanya dipisahkan dua orang ibu ibu bertubuh gemuk. Aku tak mau ada cekcok di dalam pasar ini. cepet-cepet melarikan diri sebelum Evan dan Juli melihatku bersama Alda.
Dari kejauhan Ku perhatikan Alda sedang celingak scelinguk, sepertinya ia sedang mencariku. Dan kulihat Alda pun ngacir cepat dari warung penjual buah itu, setelah ia melihat keberadaan Evan dan Juli di tempat itu. Aku tahu Alda pasti takut terjadi pertengkaran sehingga ia memilih pergi dari tempat itu. Aku pun bergegas menuju parkiran, lebih baik menunggu Alda di parkiran saja.
Ternyata Evan dan Juli sudah memiliki mobil dan sepertinya mobil ini berbeda lagi dengan mobil yang kami lihat tadi siang, berarti Evan memiliki dua mobil setelah dipecat dari perusahaan ternyata nasibnya lebih bagus.
Ku menghampiri Alda yang sembunyi di balik motor. Kami berdua memang aneh, kenapa pula jadi takut pada si Evan. Sebaiknya aku harus cepat cepat beritahu Alda, tentang siapa diriku. Kalau sudah jelas semua nya. Aku tak akan takut pada pria berengsek itu.
Tin
Tin
Tin
Ku bunyikan klakson motor, aku kembali menjahili Alda yang terlihat ketakutan karena menghindari Evan dan Juli.
"Ngapain Loe di situ duduk seperti pengemis?" tanyaku dengan mimik wajah polos, seperti tak tahu apa apa.
" Ngapain lagi, kalau bukan nungguin loe!" ujarnya kesal, mencoba bangkit. "Aku bisa sendiri..!" Ia tepis tanganku yang ingin membantunya bangkit. Ia pun menampilkan éksprési wajah masamnya. naik ke atas motor. Setelah ku menaruh keranjang belanjaan di hadapanku. Motor pun tancap gas menuju rumah.
***
3 hari kemudian
Alda pagi ini ke pengadilan, menghadiri sidang pertama perceraiannya dengan Evan. Tanpa keberadaannya di warung ini, membuatku sedikit tak bersemangat saat berjualan. Karena tak ada yang bisa ku jahili.
Malah aku pagi pagi sudah dibuat kesal oleh Mawar. karena Mawar terus saja menggodaku. Anak itu bener-bener tak putus asa dan semangat terus deketin aku. Aku gak suka tebar pesona. Aku tak ada rasa dengan Mawar, makanya aku jaga jarak dengannya.
"Kamu tahu ini apa?" tanyaku pada Mawar, mengacungkan satu terong ungu besar ke hadapannya. Kami sedang berada di dapur. Ia sedang memasak sambal terong campur ikan teri, tahu tempe. Dan aku juga ikut membantunya. Agar cepat tersaji di etalase.
"Waaawww... Sebesar itukah abang...?!" tanyanya dengan mata membeliak, wajah bersinar sinar, seperti menemukan harta karun. Mulutnya yang menganga seketika membulat, saat aku mengangguk.
Ku tersenyum kecut. Ku tahu maksud pertanyaan nya. Aku memang sedang memancingnya.
"Eemmmm... Sabar...!" Ku letakkan terong besar itu di panggangan. Terong segar keras itu mulai meloyot saat di bakar.
Ia yang tak sabar mendengar penjelasan ku, menghampiriku yang sedang memanggang terong ungu besar itu. Ia memperhatikan aku lekat. Kagum akan diriku, sesekali ia melirik ke bagian bawahku. Yang memang sedang hidup dibawah sana. Otakku juga traveling saat ini, saat mengingat atau membicarakan hal hal yang berbau por no.
Hihihi..
Ia tertawa seperti orang bodoh bodoh, aku yakin ia sudah nge res duluan, membayangkan milikku yang sebesar terong ini.
"Nah, coba lihat ini..!" ku tunjukkan terong yang sudah lemas dan sedikit basah itu ke hadapannya. Tangkai terong masih ku pegang.
Wajahnya mendadak keriput, seperti sedang berfikir. Mata menatapku tajam dengan bibir yang digerakkan ke kanan dan ke kiri.
"Terongnya jadi layu?" ujarnya dengan tak berselera.
"Iya, Kalau terongnya sudah layu, apakah kamu masih mau?" tanyaku dengan serius.
"Haaahh... Bukan milik abang kan yang layu?" tanyanya lagi penuh selidik.
Huffftt...
Kutarik napas panjang, dan menghembuskan nya kasar. Ku lirik Mawar yang terlihat tak tertarik lagi padaku. Ku simpan terong yang ku bakar dia tas mangkuk besar.
"Ya, terong abang seperti terong bakar itulah." Jawabku lemas, menoleh kebagian bawah pusatku. Mawar mengikuti pegerakan mataku.
Ia terkejut menutup mulutnya yang sempat menganga dengan kedua tangannya.
"Bohong...!" ujarnya nyolot.
"Eemmm... Ya sudah kalau gak percaya." Jawabku enteng, mulai menyiangi terong yang ku bakar.
"Berarti abang jadi duda, karena abang impoten? benar abang impoten?" tanyanya dengan bergidik ngeri.
Ku menatapnya heran, kedua alis tertaut. Tahu dari mana dia aku ini duda?
"Kamu dapat info dari mana aku duda?" tanyaku dengan penasarannya. Kegiatan mengelupas kulit terong terhenti.
"Ada lah." Jawabnya dengan muka bingungnya.
"Oouuww..!" malas aku memperpanjang perdebatan, membahas milikku yang sekarang sebenarnya sudah sembuh. Aku bilang seperti itu pada Mawar, agar ia berhenti mengejarku. Aku tak ada rasa pada anak kecil itu.
Usianya masih 19 tahun, sedangkan aku sudah mau menginjak usia 29 tahun. Kalau pun masih ada jodoh, aku ingin mencari pasangan yang dewasa. Bukan seperti Mawar. Kekanak kanakan.
"Kalian ini, dari tadi bicara saja, masakan gak kelar kelar. Repet Bi imah, ibunya Mawar.
" Iya bu." Sahutnya, kembali fokus memasak. Dan aku pun kembali sibuk ke bagian depan. Karena pembeli sudah mulai berdatangan.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Nur cahaya
tadinya mawar udh smgt liat terong yg dipegang akram dia mengira punya akram segede terong tp setelah terongnya meleyottt ikutan meleyottt jg dia🤣🤣mawar kmu mudah dikibulin....😂
smgt kak othorrr🥰
2023-05-26
0
Puja Kesuma
pepet aja trus akhramnya mawar
2022-11-18
0