Soulmate (Jonathan Dan Jovita)
Tangis itu terus saja menjadi pemandangan yang sangat menyedihkan.
Di situasi yang sangat sedih, Jonathan harus pergi karena sang ayah harus memenuhi tugas kantor yang menghendaki pindah tempat kerja.
Ini tidak sejalan dengan Jo yang sangat betah tinggal di kota yang meski kecil, cukup membuatnya bahagia.
"Aku masih sangat kecil untuk mengatakan ini. Namun ayahku selalu bilang padaku bahwa sebagai seorang laki-laki harus bertanggung jawab dan tidak membuat seorang gadis kecewa. Ini yang coba kau terapkan. Aku berharap masih bisa bertemu denganmu. Kau simpan kalung dengan huruf J ini. Satu untukku dan satu untukmu," ucap Jo sambil menyerahkan kalung itu, lalu memeluk teman karibnya itu dengan sangat erat.
"Aku laki-laki berusia 10 tahun dan sudah menangis karena seorang gadis. Ini sangat aneh menurutku, aku berharap dan sangat berharap kau mau bertemu denganku atau mendatangiku ke kota. KIta bisa kuliah disana," cetus Jo.
Vita hanya diam saja, dia terlalu sedih dengan kisah ini. Gadis kecil berusia sembilan tahun itu juga tidak paham mengapa air matanya mengalir deras, padahal bisa kan nanti Jo datang kembali ke kota kecil itu.
Hanya saja kepergian Jo yang sangat mendadak, membuat Vita tidak bisa menahan rasa sedih itu, betapa perasaan anak kecil yang sudah peka akan situasi semacam ini.
"Vita, katakan sesuatu. Aku ingin pergi."
Jo melepaskan pelukan itu dan menatap wajah si gadis kecil yang tinggi badannya sejajar dengan pundak mungilnya.
"Ya, hati-hati. Terima kasih Jo untuk kalungnya. Jangan lupa kirim surat padaku."
Vita mencoba tidak sedih, dia tetap saja tersenyum.
Jonathan justru merasa harus tinggal di sini lebih lama, hanya saja kedua orang tuanya tidak memberikan izin.
Saat perpisahan ala teman sepermainan itu usai. Ibu Jo bernama Tania terlihat berjalan menghampiri keduanya.
"Maaf Vita, bibi pergi dulu ya? Kereta kami sudah menunggu."
"Ya bibi."
Nyonya Tania memeluk tubuh Vita dan mencium pucuk kepala Vita.
Perlahan tapi pasti, pria kecil itu pergi dengan langkah kakinya yang mungil.
Vita diam di tempat, seolah dia tidak bisa melangkah lagi.
Perasaannya tidak dapat dipahami.
Lambaian tangan Jo masih terlihat jelas hingga kereta itu perlahan mulai melaju.
Gadis kecil itu tak bisa melakukan apapun.
"Selamat tinggal Jo, nanti kita berjumpa lagi."
.
.
.
Sepuluh tahun kemudian ...
"Vita, apa kau lupa jika hari ini kau ada pengumuman hasil ujian. Kau tidak ingin berjingkrak-jingkrak seperti ini bersama teman-temanmu?" tanya sang ayah yang sangat lucu, dia menirukan seorang anak SMA yang bersuka cita karena lulus ujian dan itu artinya masa depan sudah ada di depan mata.
"Aku ingat ayah, tetapi aku tidak seheboh ayah. Aku sudah pasti lulus," ujar Vita sambil menyantap sarapan paginya.
Dia memang seperti itu, gadis pandai dengan segudang prestasi.
Jovita Niel.
"Haduh, kenapa ya kepala ini semakin lama semakin besar saja. Kau meniru ayahmu yang pandai dan tampan ini," ungkap sang ayah yang seorang petugas pemadam kebakaran itu.
Sang ibu yang masih asik dengan tumpukan setrikaan, sungguh menyedihkan.
Dia baru saja jatuh di kebun sayur belakang rumah, tapi masih harus menyelesaikan semuanya dengan baik.
Kasihan sekali nyonya Niel itu.
"Ayah, cepat berangkat kerja, ibu tidak akan memberikan toleransi. Jika ayah masih saja banyak bicara, ibu akan mengirim surat izin kepada atasan ayah bahwa ayah sakit. Ayah membantu ibu menyetrika baju saja!"
"Haha ... rasakan itu!"
"Kalian berdua sangat jahat padaku."
Ayah Jovita perlahan pergi dari rumahnya seperti pria yang teraniaya oleh anak dan istri.
Setelah sang ayah pergi, Jovita terlihat mendekati sang ibu.
"Ibu, aku ingin berkuliah di kampus Jonathan," ucap Vita dengan wajah penuh harap.
"Apa dia masih ingat padamu? Sudah sepuluh tahun kalian tidak bertemu?" tanya sang ibu mengatakan fakta yang sebenarnya.
"Dia pasti ingat denganku, ada kalung yang akan menjadi penghubung antara aku dan Jo. Kalung berbentuk huruf J," cetus Vita sambil menunjukkan kalung yang selalu melingkar di lehernya.
"Aih, anak ini. Kalung huruf ini tidak akan menjadi bukti bahwa kau adalah seorang gadis yang menjadi teman Jo," ungkap sang ibu yang selalu mematahkan hatinya.
"Astaga ibu, aku sudah mengatakan kepadamu bahwa surat terakhir dari Jo lima tahun lalu memberikan aku harapan," jawab Vita yang sangat yakin Jo masih mengingat dirinya.
"Dia mengirim surat lima tahun lalu. Vita dia sudah lupa padamu. Jika kau ingin berkuliah di kota itu, jangan hanya ingin bertemu dengannya, kau harus memiliki tujuan," ucap sang ibu yang merasa sang anak akan mendapatkan kesia-siaan jika fokusnya hanya bertemu dengan seorang Jo.
Nyonya Niel terlihat menghentikan aksi menyetrika pakaian lalu mendekat ke arah sang putri yang beranjak dewasa itu.
"Ibu tidak pernah melarang mu menyukai siapapun, ibu hanya berpesan agar tetap fokus kepada pendidikan mu. Kita hanya seorang manusia dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Kita bisa membeli mobil, bisa beli apapun tapi dengan harga yang terjangkau. Kita tidak akan tahu, Jo sudah seperti apa sekarang. Dari awal ibu kenal ibunya, dia sangat baik dan tidak sombong, hanya saja setiap orang memiliki pandangan berbeda mengenai kehidupan yang keras ini. Kau paham kan apa yang ibu katakan?"
Sang ibu memeluk tubuh sang putri dengan erat.
"Ibu hanya ingin dirimu merasakan masa muda dengan baik, tidak perlu menjadi orang lain. Tetaplah menjadi Jovita Niel yang humble."
Jovita memeluk erat dan sangat erat sang ibu hingga sesak rasanya.
"Vita, lepaskan ibu!"
"Kan aku sayang ibu, kenapa tidak boleh memeluk?"
"Kau ini sudah mulai gendut, makanya kau harus berhenti makan kripik dan cemilan yang membuatmu menjadi semakin lebar," ledek sang ibu.
"Iya, ini karena aku sangat senang belajar, sampai lupa sudah berapa banyak kripik kentang yang habis."
"Kau dulu sangat kecil dan tidak segemuk ini. Apa Jonathan akan tetap mengenalimu ya?"
Sang ibu benar-benar sangat senang membuat sang putri down mentalnya.
"Haha, sangat kejam, tapi apa yang ibu katakan memang benar adanya."
Sang ibu meminta Vita segera berkemas, karena pengumuman kelulusan sebentar lagi.
Vita menuruti apa yang dikatakan oleh ibunya.
Beberapa menit kemudian, Vita sudah berada di atas sepeda motornya.
"Ibu, aku berangkat dulu."
"Ya nak, hati-hati di jalan."
"Ya bu."
Sang putri tercinta langsung tancap gas menuju sekolahnya, sedangkan sang ibu masih berdiri di depan pintu rumahnya.
"Dia sudah beranjak dewasa, semoga anakku tidak memiliki nasib sepertiku dulu, harus menyerah memperjuangkan cinta karena keadaan," batin sang ibu yang teringat akan masa mudanya yang cukup membuatnya menitihkan air matanya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Kaila NaililUzma
semangat vita berjuang agar bisa ketemu jo💪💪💪 next tor..
2022-11-03
2